PENDEKATAN

376 36 8
                                    

⟨ 7. PENDEKATAN ⟩
"Posisinya sekarang gue itu suami lo dan lo istri gue. Tanggung jawab suami itu memberi nafkah kepada istrinya, makanya gue kasih itu ke lo."

happy reading

"Assalamualaikum."

Alfan memasuki rumah dengan raut cerah sembari membawa sekantung kresek berwarna hitam-yang entah isinya apa. Tadi Alfan pamit untuk pergi keluar sebentar kepada Raya dan baru kembali ketika waktu telah menunjukkan pukul 7 pagi lebih. Kira-kira sudah ada 1 jam suaminya itu pergi-yang katanya hanya 'sebentar'.

"Waalaikumussalam. Katanya pergi sebentar, tapi sampe gue selesai masak sarapan lo belum balik. Sekarang makanannya udah dingin deh," ujar Raya seraya menatap penuh tanda pada Alfan.

Alfan menyengir. "Sorry, ya, Kak. Tadi gue niatnya mau mampir ke warung buat beli sampo yang udah habis, eh keterusan di sana dengerin ibu-ibu lagi gosip hehe," ungkapnya dengan diakhiri kekehan kecil. Niatnya tadi memang hanya sebentar untuk membeli sampo, tapi karena ibu-ibu mencegahnya karena katanya baru melihatnya, alhasil Alfan kecantol di warung sampai ikut mendengarkan gosip ibu-ibu itu.

Raya mendengkus seraya memutar kedua bola matanya. "Masih pagi udah gosip aja itu ibu-ibu. Lo juga, kenapa malah ikutan?" selorohnya.

"Seru, Kak! Awalnya sih gue cuma kenalan doang, karena katanya mereka kok asing sama gue. Eh malah kebablasan sampe gosip deh. Katanya, tetangga sebelah kita itu mantan narapidana yang baru keluar dari penjara beberapa hari lalu. Katanya, tetangga sebelah kita itu abis korupsi di tempat kerjanya, gak tanggung-tanggung ngambilnya sampai lima miliar, Kak!" Alfan menceritakan hasil bergosipnya itu dengan menggebu-gebu, bak seorang pendongeng yang sedang berpentas di panggung.

"Pantes, ya, gue kemarin papasan sama dia, aura-auranya tuh kek negatif gitu. Ternyata mantan narapidana yang korupsi," cetus Alfan dengan ekspresi julid.

Raya kembali mendengkus. Baru sehari tinggal di sini, Alfan sudah dekat sampai ikut bergosip dengan ibu-ibu yang biasa nangkring di warung. Padahal kata Mama Cia, Alfan jika di sekolah itu bisa dibilang cuek terhadap sekitarnya. Namun siapa sangka jika yang katanya cuek itu, juga suka bergosip?

"Eh, maaf-maaf. Gue ceritanya terlalu menggebu-gebu, ya?" Untungnya Alfan menyadarinya sendiri.

"Gue saranin, jangan terlalu sering ke warung deh. Jangan keseringan gosip bareng ibu-ibu, belum tentu yang mereka omongin itu bener. Kalau pun bener, jangan lo umbar-umbar ke orang lain. Udahlah lo dapet dosa ikut gosip, nanti ketambahan dosa umbar-umbar gosip, berlipat-lipat dosa lo ntar!" Nasihat Raya yang sudah seperti menasihati anaknya.

Alfan tersenyum lebar. "Duh solehah banget, ya, istri gue ternyata. Gak salah gue pilih lo jadi istri gue, ya, Kak," katanya yang tiba-tiba memuji Raya.

Raya yang sudah jengah dengan tingkah Alfan pun beranjak dari sofa dan pergi ke dapur. "Ayo kita sarapan!" ajaknya.

"Suamimu meluncur, Kak!" Alfan langsung bangkit menyusul Raya yang sudah lebih dulu duduk manis di kursi meja makan.

[ 10.50 am ]

Alfan menyusul Raya yang sudah berada di ruang tamu, yang sedang mengerjakan tugas di laptopnya. Beberapa lembaran dan buku-buku tebal ada di sekitarnya. Kerutan wajah di dahi istrinya itu sesekali terlihat, lalu kacamata yang bertengger manis di hidungnya menambah kesan cantik baginya. Seakan-akan Alfan tak akan pernah bosan untuk memandang wajah ayu Raya.

"Kalau mau duduk, duduk aja. Jangan kek patung di depan gue juga," ucap Raya dengan intonasi datar dan terkesan ketus.

Mendengar nada ketus Raya itu menyadarkan pikiran Alfan. Ada apa dengan pikirannya itu? Sedari kemarin seperti sedang korslet dan terus memuji-muji wajah ayu Raya-istrinya.

Estungkara dan Harsanya [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang