⟨ 26. BATU NISAN ⟩
“Setelah bertahun-tahun lamanya, baru hari ini aku mengetahui tentang orang tuaku. Mereka yang telah pergi jauh sampai tak sempat aku dekap lagi.”
— happy reading —
Adikara Ramadhan.
Kartika Gantari Putri.
Begitulah nama yang tertera di batu nisan kedua orang tuanya. Tetes demi tetes air mata membasahi pipi Raya. Setelah penangkapan Farhan dan Rahayu tadi, pengacara dari almarhum kakeknya meminta maaf kepada Raya karena hampir mengalihkan hak waris kepada mereka. Sesuai dugaannya, pengacara itu diancam oleh Farhan dan Rahayu, hingga membuatnya terpaksa menuruti perintah mereka.
Pengacara itu juga yang membawa Raya ke makam orang tua kandungnya, yang ternyata cukup dekat dengan makam mendiang kakeknya. Padahal Raya sudah seringkali datang mengunjungi makam Kakek Kusuma bersama neneknya, tapi tak pernah neneknya memberitahu bahwa orang tuanya dimakamkan dekat dengan kakeknya. Raya merasa telah dibohongi oleh mendiang neneknya, namun mengingat kecelakaan semasa kecilnya yang membuatnya mengalami hilang ingatan, membuat Raya tak bisa terlalu membenci neneknya. Raya tahu bahwa nenek menyembunyikan hal itu demi dirinya.
"Kak ...." Suara Alfan membuat atensi Raya teralihkan. Sebelum datang ke mari, Alfan menyakinkan Raya untuk datang melihat makam orang tuanya, dan senantiasa merangkul pundak Raya sejak mereka datang di TPU.
Kemudian Raya mendekati makam orang tuanya dan berjongkok di antara dua makam orang tuanya. Raya berusaha untuk mengontrol emosinya sejak tadi, ingin menangis dan meraung untuk mengeluarkan segala rasa sakit yang selama ini ia tahan.
"Assalamualaikum, Ayah ... Ibu ...."
Baru mengeluarkan suaranya, Raya sudah menangis. Dia kalah dengan egonya sendiri. Alfan membiarkan Raya menangis kali ini, biarkan Raya untuk menumpahkan segala isi hatinya, karena kali pertama bertemu dengan orang tua kandungnya. Walaupun orang tuanya telah menyatu dengan tanah bertahun-tahun lamanya.
"M-maaf Raya baru datang sekarang. M-maaf Raya baru mengetahui kebenarannya sekarang. M-maaf." Raya tak sanggup melanjutkan kalimatnya, dadanya sesak karena menangis. Tangannya sesekali memukul dadanya yang sebelah kiri sambil mulutnya yang bergeming.
Dengan perlahan, Raya mengusap batu nisan yang masih terawat itu. Bahkan gundukan tanahnya pun sangat rapi dan bersih.
"Sebelum Ibu Ratna meninggal, beliau meminta kepada saya agar selalu merawat dan membersihkan makam Pak Adi dan Bu Kartika. Bahkan sehari sebelum beliau wafat, Ibu sempat datang ke mari bersama saya. Beliau mengatakan kepada saya agar mengantar Anda ke mari dan menjelaskan tentang mereka kepada Anda, ketika Anda sudah menikah nantinya. Namun ternyata, Anda sudah mengetahui sebelum saya yang menjelaskan," kata Pak Pengacara memberitahu, seolah memahami isi kepala Raya. Pengacara itu juga menyebut nama mendiang neneknya.
"Selain itu, saya juga baru mengetahui bahwa Pak Farhan dan Bu Rahayu lah dalang dibalik kecelakaan Pak Adi dan Bu Kartika. Saya turut berdukacita, Nona," imbuh Pak Pengacara yang berdiri di belakang Raya, bersebelahan dengan Alfan.
Raya semakin menangis setelah mendengar perkataan Pak Pengacara. Ternyata selama ini, neneknya tetap mengurus makam orang tuanya, bahkan setelah beliau meninggal. Walau memang ia tak diberitahu, tapi neneknya tetap peduli kepadanya dan orang tuanya. Dalam hatinya, Raya mengucap beribu-ribu terima kasih kepada neneknya.
Padahal antara orang tuanya dengan kakek neneknya tak memiliki hubungan darah, tapi kakek dan neneknya sangat peduli kepada orang tuanya. Raya memang tak sempat bertemu dengan kakeknya, tapi dari cerita neneknya dulu, kakek sangat menanti kelahirannya. Namun belum sempat sampai ia dilahirkan, kakeknya telah lebih dulu meninggal akibat penyakit yang bertahun-tahun dideritanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Estungkara dan Harsanya [TAMAT]
Romance"Jangan ajari gue sabar. Gue dijodohin sama bocah ingusan yang belum tamat SMA." - Raya. "Bocah yang lo sebut ingusan itu juga bisa bikin bocah, lho, Kak." - Alfan. [ 08.14 pm ] Pertama kali dipublikasikan pada tanggal 15 Januari 2024 © Februari, 20...