⟨ 25. BALASAN ⟩
“Selama ini aku anggap kalian sebagai orang tuaku, selalu diam atas segala perbuatan kalian padaku. Tapi hari ini ... maaf, aku nggak bisa diam lagi sekarang.”
— happy reading —
Raya menatap rumah masa kecilnya dengan perasaan yang campur aduk. Setelah kemarin mendengar fakta yang selama ini ditutupi darinya, hari ini Raya kembali mendatangi rumah yang menjadi saksi tumbuh kembangnya. Dari luar terlihat interiornya masih sama, tapi sayangnya di rumah itu menyimpan banyak luka baginya.
Raya mengambil napas banyak-banyak, kemudian ia keluarkan perlahan. Dengan langkah yang mantap, dia melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah itu. Dahinya mengernyit tatkala melihat ada tamu di rumahnya. Ah, apakah itu masih menjadi rumahnya hari ini? Sepertinya, tidak.
"Assalamualaikum." Raya masuk ke dalam rumah dan membuat atensi mengarah seluruhnya padanya.
Ibu Rahayu yang pertama kali bangkit dari tempatnya dan menghampiri Raya. "Wah, kebetulan sekali kamu datang, Nak," ucap Ibu yang membuat Raya heran sekaligus terkejut.
Ini adalah kali pertamanya dipanggil dengan sebutan 'nak' oleh Ibunya. Bahkan sampai hari ini pun, Raya masih menganggap Rahayu sebagai Ibunya, terlepas dari semua perbuatan mereka kepada orang tua kandungnya di masa lalu.
"Ada apa, Bu? Kenapa Ibu bilang, kalau kedatanganku itu kebetulan?" tanya Raya menyelidik. Firasatnya sudah tak enak sejak melangkahkan kakinya menuju rumah ini.
Ibu Rahayu tersenyum memandangnya. "Sebelum kamu datang tadi, pengacara almarhum kakek datang dan katanya ingin bertemu dengan kamu, Raya. Tadi Ibu baru mau telepon kamu, tapi ternyata kamu sudah datang ke sini sendiri," jawabnya sembari mengusap-usap rambut Raya lembut.
Raya semakin curiga, lantaran sikap Ayah dan Ibunya ini benar-benar tidak seperti biasanya. Pun juga ekspresi dari si pengacara dari almarhum kakek itu. Pengacara itu tampak gelisah dan tertekan.
Raya pun duduk di seberang pengacara tersebut, di sebelahnya juga ada Ibu Rahayu.
"Karena saya sudah bertemu dengan saudari Raya, saya akan mulai sekarang. Sebelum itu, perkenalkan saya Adi, pengacara mendiang Pak Kusuma yang memegang surat wasiat beliau," ucap si pengacara sambil menyebut nama almarhum kakeknya. Raya hanya menganggukkan kepalanya singkat.
"Di dalam surat wasiat yang dibuat oleh mendiang Pak Kusuma menyebutkan, bahwa saudari Deraya Estungkara Gantari adalah ahli waris seluruh kekayaannya. Kekayaan itu meliputi perkebunan teh yang ada di Bogor, sawah seluas tiga hektar di Madiun, dan dua rumah, yang mana sedang Anda tempati saat ini, dan rumah yang ada di Madiun. Pak Kusuma menyerahkan seluruh kekayaan beliau kepada Anda, apabila Anda sudah menikah. Karena sekarang Anda sudah menikah, maka saya datang ke mari untuk menyerahkan wasiat mendiang Pak Kusuma kepada saudari Raya," ungkap si pengacara dengan menyebutkan kekayaan yang selama ini dimiliki oleh mendiang kakeknya. Raya cukup terkejut, tatkala mendengar seluruh aset itu akan diserahkan seluruhnya kepada dirinya.
Selama ia tinggal bersama neneknya dulu, Raya hanya hidup sederhana dengan kondisi keuangan yang pas-pasan. Tak mengetahui bahwa ternyata selama ini mendiang kakeknya memiliki aset sebanyak itu. Pantas saja Ayah Farhan dan Ibu Rahayu mengincarnya. Aset-aset tadi sudah dipastikan sangat berlimpah apabila dirupiahkan nantinya. Tak mempercayai bahwa mereka tega sampai membunuh orang tua kandungnya, demi harta warisan keluarga tersebut.
Kemudian si pengacara menyerahkan sebuah dokumen kepada Raya. "Anda bisa membacanya terlebih dahulu, lalu silakan tandatangani di bagian akhir surat ini," ucapnya memberi arahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Estungkara dan Harsanya [TAMAT]
Romance"Jangan ajari gue sabar. Gue dijodohin sama bocah ingusan yang belum tamat SMA." - Raya. "Bocah yang lo sebut ingusan itu juga bisa bikin bocah, lho, Kak." - Alfan. [ 08.14 pm ] Pertama kali dipublikasikan pada tanggal 15 Januari 2024 © Februari, 20...