PERTAMA

446 43 14
                                    

⟨ 6. PERTAMA ⟩
“Lo itu istri gue, Kak. Memberikan lo kenyamanan dan keamanan adalah prioritas gue saat ini.”

— happy reading —

Tangan Alfan senantiasa menggenggam tangan Raya dengan erat, seolah-olah takut kehilangan sang pemilik tangan itu. Saat ini mereka berada di sebuah pasar, tentu saja mereka berencana untuk belanja beberapa bahan masak untuk mengisi kulkas di rumah. Sedari turun dari motor, Alfan tanpa bertanya terlebih dahulu langsung menggenggam tangan Raya. Semula Raya terkejut atas tindakan Alfan, namun karena ucapan pria itu sontak membuatnya kesal.

"Jangan dilepas, ya, Kak. Nanti lo ilang tenggelam di hamparan manusia di sini. Kan, lo pendek, Kak."

"Kurang ajar! Gue lebih tua dari lo, ya!?" protes Raya dengan mata yang mendelik.

Alfan tak menanggapi, justru hanya terkekeh kecil saja. Walaupun yang dikatakan oleh Alfan itu benar, tapi tetap melukai harga diri Raya. Padahal mereka hanya selisih 10 sentimeter saja, tapi Alfan selalu mengatainya pendek. Tingginya 165! Catat itu.

Mereka menelusuri pasar hingga sinar matahari berubah menjadi jingga. Tak banyak yang mereka beli karena seperti kata Alfan sebelumnya, mulai kedepannya mereka harus berhemat. Jika biasanya Raya makan apa adanya—bahkan hanya tempe dan nasi sekali pun—dia tetap akan memakannya. Namun karena saat ini sudah ada Alfan—suaminya—alhasil dia harus memberikan makanan yang cukup untuknya. Walau tak banyak yang dibeli, tapi Raya harus memastikan bahwa Alfan bisa mendapatkan makanan yang cukup.

Dari lubuk hati Raya yang terdalam, sejujurnya dia sedikit tidak enak membuat Alfan tinggal bersamanya—yang lebih suka hidup sederhana. Alfan lahir dari keluarga yang berada, namun setelah menikah dengannya, Alfan harus hidup sederhana bersamanya. Raya mau saja diajak tinggal di rumah besar keluarga Alfan dan menikmati kekayaan mereka juga, namun Raya tidak mau dianggap menantu yang hanya mengejar harta saja. Pun juga Raya terbiasa hidup sederhana sejak kecil.

Untungnya, mertuanya itu menyetujui keinginan Raya untuk tinggal terpisah dari mereka, pun juga dengan Alfan. Akan tetapi, dengan syarat Raya tidak boleh menolak bantuan biaya pendidikan untuk Alfan, mengingat suaminya itu masih bersekolah dan belum bekerja. Raya setuju. Uang yang ia hasilkan dari bekerja sebagai guru privat dan paruh waktu itu hanya cukup untuk sehari-hari saja. Dan untuk kuliahnya sendiri ditanggung oleh beasiswa suatu yayasan di kota ini.

Sekali lagi Raya katakan bahwa ia sangat beruntung bisa bertemu dengan keluarga Alfan. Mereka sangat baik kepadanya.

"Mau beli apalagi, Kak?" tanya Alfan membuat Raya melirik kantung belanjaan yang dibawa olehnya.

"Kangkung, tempe, cabe rawit, cabe merah, tomat, ayam, terong, bawang merah sama bawang putih. Kayaknya udah semua, sih. Paling nanti kita mampir ke warung deket parkiran tadi, mau beli bumbu dapur," jawab Raya setelah mengabsen bahan masakan yang sudah mereka beli tadi. Alfan tersenyum geli melihat istrinya mengabsen bahan masakan, dengan ekspresi yang sangat lucu di matanya.

Eh?

Tersadar bahwa baru saja memuji Raya, Alfan sontak menggelengkan kepalanya. Hal itu menjadi atensi penuh tanda tanya bagi Raya. "Kenapa? Ada yang mau lo beli lagi?" tanyanya.

Alfan menggeleng. "Enggak, tadi itu, ada lalat lewat." Alibinya. Raya hanya mengangguk, karena namanya juga pasar, sudah pasti ada banyak lalat berkeliaran.

"Kalo udah, yuk kita pulang. Udah sore banget ini, Kak. Ini juga makin penuh pasarnya," ajak Alfan untuk pulang. Peluh keringat terlihat di dahinya.

Tanpa banyak kata, Raya mengangguk. Mereka keluar dari pasar dengan tangan yang saling menggenggam. Jika dilihat-lihat lagi, mereka tampak seperti pasangan suami istri yang sudah menikah bertahun-tahun. Setelah membeli beberapa bumbu dapur, akhirnya mereka pulang ke rumah.

Estungkara dan Harsanya [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang