XX

20 1 0
                                    

Yuhuu kembali lagi bersama aku guyss. Semoga kalian makin penasaran sama cerita ini.

So, jangan lupa juga dukungan yaa dengan cara like, komen, dan share cerita ini ke sesama teman kalian yang mau baca tipe cerita misteri hihihi...

.

.

.

KEESOKAN HARINYA.

Deretan foto mahasiswa berprestasi terpampang sesuai urutan waktu. Hati Kenav sangat hambar, menoleh-noleh tidak jelas ke segala ruangan. Sudah dua nyawa yang melayang.

"Bang Kenav terlalu ambis, kadang baru Berline mau masuk kamarnya aja udah kena amuk kayak singa," lirih Berline kecil.

----

"Gue kasi nih buat lo. Dijamin gaada racun sama sekali!" suara Lars.

----

"Pergi lo! Disini bukan tempat lo lagi! Gue nengok lo doang... males," usir Kenav.

Setelah Kenav merenung lebih jauh, ternyata Lars bisa tewas dalam sekejap. Ini sama sekali bukan kabar baik, Kenav tetap menyayangkan kematian Lars. Seharusnya Lars tidak asal bunuh diri untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Sekali lagi. Kenav menghela nafas. Jujur, Kenav seolah berada di penghujung jalan, bingung harus mulai darimana lagi. Sedangkan untuk kabur saja masih sangat sulit.

Ternyata kehilangan itu tetap muncul yaa meskipun terhadap musuh sendiri. Itulah empati manusia, batin Kenav.

Kenav lekas meninggalkan ruangan gelap itu, tanpa menyadari siluet Elsya sudah memantaunya dari tadi.

***

Lambung terasa sedikit perih, ditambah perut yang semakin keroncongan. Kenav sudah lama menahan diri untuk tidak makan. Sayangnya, Kenav baru sadar kalau stok makanannya sudah habis. Rasanya keluar dari dapur saja, Kenav masih malas, apalagi ia akan bertemu dengan Nara.

Kenav langsung teringat kejadian sewaktu mereka adu mulut. Tiada satupun di antara mereka yang mengalah, semua kekeuh terhadap ego masing-masing.

Terbesit sebuah penyesalan besar di hati Kenav. Namun kondisi perutnya lebih penting sekarang. Kenav mengamati beberapa tempat yang sekiranya masih ada sisa makanan, hingga akhirnya lelaki itu melihat sebuah kotak.

Sayangnya, ternyata isi kotak itu hanya sisa makanan ayam kemarin. Kenav mencium baunya tidak meyakinkan, namun apalah kondisi perut lapar tetap memaksa kehendak Kenav agar segera makan.

Kenav berjalan menuju dapur, kemudian menuangkan minyak sebelum menghangatkan paha ayam yang sudah teriris, menyisakan banyak tulang.

Pratt... pratt ....

"Baunya makin nyengat ajaa yaa," lirih Kenav kala menutup hidung.

"Lo ngapain sih?!"

Entah datangnya kapan. Nara langsung muncul begitu saja di samping Kenav.

"Apa?" sahut Kenav.

"Lo gila yaa makan ayam basi? Ambil sono banyak makanan di ruang tamu! Udah gue sediain," titah Nara.

Alhasil, Kenav hanya menggeleng sambil sesekali memastikan gorengan ayamanya agar tidak gosong.

"Lo denger gue gak?!!" bentak Nara.

"Biarin gue makan dengan tenang. Justru emosi lo yang bikin nafsu gue ilang," ketus Kenav.

"......"

Nara tertegun. Perlahan, pupil mata gadis itu mulai fokus ke pipi Kenav yang sudah berwarna biru kemerahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Theory 247 || Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang