Morning Call

206 29 0
                                    

Sepasang telinga perempuan terganggu oleh suara gemerincing telepon yang memecah kesunyian. Dari melodi yang mengalun, mereka tahu bahwa telepon yang berbunyi itu milik Sana. Nayeon, Momo, dan Mina saling berbisik, memohon agar salah satu dari mereka mematikan suara gaduh itu, tetapi tak seorang pun yang merespons. Mereka hanya terus menggerutu, meratapi kesialan yang tak kunjung usai.

"San! Hp lo ganggu banget!" seruan Momo terdengar kosong karena pemilik ponsel sedang berada di kamar mandi. Meski jam sudah menunjukkan pukul 10:13, para wanita itu masih enggan mengintip dunia luar. Mereka baru saja tertidur pukul 05:00 setelah merayakan sepanjang malam. Sabtu ini adalah akhir pekan, dan terbangun siang merupakan keniscayaan bagi mereka.

“Ah si an–” Di tengah-tengah momen yang menegangkan, Mina menyambar telepon, hanya untuk mendapatkan telepon yang tiba-tiba berhenti berdering. Karena frustrasi, ia dengan ceroboh melemparkan perangkat itu.

Setelah sepuluh menit yang panjang, telepon kembali berdering. Emosi Mina telah mencapai titik didihnya. Ia berdiri dan meraih telepon itu, "Mau ngapain lo?," Sana yang baru saja keluar dari kamar mandi buru-buru merebut ponsel itu dari tangan Mina, mencegahnya untuk dilempar.

"Hp lo berisik banget," gerutu Nayeon. Kurang tidur sering kali memicu migrain yang berlangsung sepanjang hari, dan ia tidak bisa membiarkan waktu istirahatnya terganggu.

Mata Sana menatap layar ponselnya dengan perlahan ketika melihat angka yang tertera di sana. Nomor tersebut asing baginya.

Ia ragu untuk mengangkat panggilan tersebut, namun penasaran tetap menggelayut di dalam dirinya. Akhirnya, ia mengambil nafas dalam-dalam dan menekan tombol hijau di layar ponselnya.

"Halo?" sapanya dengan suara sedikit gemetar, takut jika saja itu hanya penggemar yang suka mengganggunya.

Diam, hening, sejenak Sana terkesiap dari suara yang terdengar dari telepon. Namun, di balik kejutannya, ada rasa aneh yang membahagiakan. Rasa bahagia itu membuatnya terdiam, sedangkan di seberang sana, suara yang tak henti-hentinya menyebutkan namanya.

"Eh iya halo? Chaeyoung?" Saat nama itu keluar dari bibirnya, ketiga temannya tersentak kaget. Sana, yang menyadari kebingungan mereka, buru-buru menuju ke kamar Mina untuk menghindari teman-temannya yang menguping pembicaraannya dengan Chaeyoung.

========== 

Dahyun terus mengembangkan senyumnya, karena dia merasa senang melihat sepupunya dapat berinteraksi kembali dengan orang lain. Yang lebih penting lagi, sepertinya Chaeyoung menaruh ketertarikan pada Sana.

Melihat Chaeyoung mulai tersenyum kembali membuat Dahyun merasa senang dan lega. Terlepas hubungannya yang tabu setidaknya Sana bisa membuat Chaeyoung tersenyum, sebab, sepupunya seringkali terlihat murung dan tertutup tentang hubungan asmara. Namun, setelah beberapa waktu berlalu. Dahyun mengharapkan aura keceriaan Sana dan dukungannya akan memberikan pengaruh positif bagi Chaeyoung. Melalui kehadiran Sana, Dahyun ingin membantu sepupunya membuka diri dan mengeksplorasi hal-hal baru dalam hidupnya, mengembalikan percaya diri dan kebahagiaannya dalam memilih jalan hidupnya sendiri.

"Sebenernya gue engga kaget lo suka cewek tapi gue kaget pada akhirnya lo ada niatan deketin Sana" Dahyun melingkarkan senyumannya pada Chaeyoung, yang baru saja melepas sambungan panggilan dengan Sana. Setelah bermanuver melalui lautan percakapan, Chaeyoung merasakan ketenangan membanjiri hatinya. Setelah banyaknya obrolan semalam dan betapa Sana terbuka tentang dirinya pada Chaeyoung, Sana telah memberikan segudang saran pada Chaeyoung. Hal ini membangkitkan keberanian Chaeyoung untuk mendekati Sana karena Sana terbuka terhadap hubungan seperti ini dan percaya bahwa cinta tak mengenal batasan gender. Namun, di antara riak-riak kelegaan, gelombang kekhawatiran pun terhampar.

Anti-HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang