Dengan tekad bulat, Chaeyoung menantang ketakutannya dan kenangan yang kelam, semata-mata untuk sampai ke rumah orangtuanya. Dalam hatinya, terpendam keinginan untuk mengembalikan kehidupannya menjadi seperti dulu kala. Dengan berani menghadapi setiap bayang-bayang trauma, ia memasuki tempat yang telah menjadi tempat tinggal orangtuanya selama hampir tiga dekade.
"Ini beneran gue pulang aja? Tapi janji lo jangan bunuh diri ya?" celetuk Dahyun yang sedari tadi memperhatikan Chaeyoung. Ia takut sepupunya itu melakukan hal-hal bodoh.
"Gue suruh Sana kesini ya?"
"Eh jangan!" sergah Chaeyoung.
"Lo kalo mau balik, ya balik aja! Disuruh tante ke rumah, kan?" Dahyun menghela nafas, bingung dengan pikiran Chaeyoung yang kadang sulit dipahami. Tanpa banyak kata, Dahyun menepuk lembut bahu Chaeyoung untuk memberi isyarat bahwa ia akan pergi. Kemudian, ia mengambil ponsel dari saku celananya.
Sementara itu, Chaeyoung melirik sekeliling rumah, memeriksa setiap sudut yang ditutupi kain. Ia membuka satu-persatu perabotan yang terbungkus rapat. Setelah itu, Chaeyoung memilih untuk duduk di sofa besar yang berada di depan televisi.
Ia duduk dengan posisi kesukaan ayahnya yaitu menyilangkan kaki dan menyenderkan tubuhnya begitu santai ke kursi. Getaran menggelora dalam raga Chaeyoung. Ia tergoda untuk berdiri dan membuka bingkai foto yang tergantung di atas televisi.
+++++
"Ah ayah! Kalo mau nonton berita di kamar aja. Ini udah jamnya, kita bisa ketinggalan Detective Conan!" Chaeyoung dan Ryujin menggerutu saat ayahnya masih fokus menonton TV padahal jam sudah menjunjukan pukul 10 pagi
"Ayah pengen nontonnya disini biar sama kalian"
"Iya tapi jangan nonton berita!"
"Ayah, udah deh jangan godain mereka" Ibu Chaeyoung menyela keributan di pagi hari tersebut
Jika ibu mereka sudah turun tangan artinya keributan harus segera berakhir, lantas sang ayah mengubah saluran sesuai dengan apa yang anak-anaknya inginkan. Kedua bocah itu mulai tenang tapi memang dasar pria itu usil lantas ia mematikan TV tersebut dan berlari ke kamarnya.
"AYAH!" Sementara kakak sulung Chaeyoung hanya tertawa melihat dua bocah itu kesal pada ayahnya.
+++++
Setengah gelap senja merayap, namun Chaeyoung tetap berdiam diri di balik sofa empuk. Sepertinya ada yang menghampirinya, namun tak ada rasa takut meski rumah kosong dan pengunjungnya sudah di depan pintu.
Seketika, Mina melangkah masuk perlahan, sesuai janji yang telah disepakati sebelumnya. Kunjungan ke rumah orangtua Chaeyoung adalah keinginan Mina, dan keduanya memilih untuk tetap diam. Tak seorang pun berani mengangkat suara, seakan-akan takut mengganggu ketenangan yang ada.
"Dulu Ayah pernah kurung aku di gudang sama Ryujin gara-gara kita berantem sama anak tetangga yang rusak mainan Ryujin," Chaeyoung mulai mengurai kenangan keluarganya. "Ibu marah banget sampe diemin ayah seharian," Chaeyoung tersenyum lembut saat mengingatnya.
"Ah, yang ngelaporin aku dikurung itu nenek kamu. Waktu itu ibu saking marahnya ke ayah, sampe engga dikasih makan malem. Ibu makin marah pas tahu kakak bikinin mie instan buat Ayah," Chaeyoung tertawa kecil, kepalanya tertunduk.
"Terus pas waktu kecil kita nyalain mobil ayah, sampe nabrak pagar tetangga. Kakak marah besar waktu itu tapi ayah malah nangis, bukan karena mobil atau pagar tetangga yang rusak tapi takut ada yang luka karena kejadian itu" Mina mengelus lembut punggung tangan Chaeyoung, memberikan isyarat jika ia tak sendiri. Ada Mina yang siap menemaninya kapanpun itu, disaat terendahnya atau bahagianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anti-Hero
Fanfiction(((Completed))) ⚠️⚠️⚠️⚠️Warning! This story contains adult content and harash word. Please be wise in your reading choices⚠️⚠️⚠️⚠️ !!!!!!!!!!!Besides fanfiction, this story is also an angst story.!!!!!!!!!! Setelah kepergian keluarganya yang tragis...