Unbeatable

166 23 4
                                    

Dengan gerakan yang elegan, Sana melangkah turun dari mobil milik Mina. Sana mengamati jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya, mengingatkan dirinya pada waktu yang kini telah menunjukan pukul satu siang.

"Kenapa engga suruh bibi gitu, San? Lo dari tadi main hp tapi engga dipake buat ngabarin orang rumah buat bukain gerbang!," gusar Mina. Sosok perempuan yang terbiasa satset itu merasa tak senang menunggu, bahkan untuk sekadar membuka gerbang.

"Ck buka gerbang doang, ga enak nanti ngerepotin bibi. Siapa tahu dia lagi bantuin mamah." Mina keluar dari mobil dan membanting pintu dengan kasar. Matanya menyipit, keningnya mengernyit. Kacamata hitam menghiasi wajahnya yang cantik, namun matahari pada siang itu sangat menusuk pandangan.

"Lo masih puyeng ya? Biar gue chat nyokap gue ya? Siapin teh panas buat lo” Sana sedikit khawatir, jika saja temannya itu merasa hangover

“San anjir, lo bisa engga sih jahat? Sekali aja! Gue tuh suka eneg kalo liat orang baik kayak elo” Sana tersenyum, dan kembali terpaku pada layar ponselnya.

“Kenapa sih, Na? Baik itu engga bikin rugi tahu. Coba kalo lo jahat? Mesti taubat lah, dihantui sama rasa bersalah lah, belom mesti minta maaf sama orang yang pernah lo jahatin. Ah ribet! Lebih makan waktu daripada buka gerbang sendiri” Dengan mata yang masih terpaku pada layar ponsel, Sana tertawa kecil sambil mencoba membuka gerbang. Sambil memberi kabar pada ibunya, para jari-jarinya juga sibuk menanggapi pesan dari Chaeyoung.

“Jangan main hp mulu! Lihat nih, lawan bicara lo ada di depan mata. Mana manner lo?” Mina berseru, rasa frustasinya tak terbendung.

“Posesif banget ini si darling. Ayo, nyokap gue udah siapin baju ganti juga. Katanya, Mina pasti belum mandi, kan?," Sana dengan cerianya menarik tubuh Mina sambil terkikik.

Ketika hendak memasuki kediamannya, mereka terhenti oleh kehadiran seorang pria yang melintas di depan kediaman keluarga Sana.

"Selamat siang, cantik," sapanya ramah pada Sana, namun respon manis yang diberikan Sana kembali membuat Mina merasa jengkel. Sebuah ketidaksukaan melingkupi dirinya saat menyaksikan betapa manisnya sikap Sana, yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan.

Sebuah kisah tentang tempat tinggal Sana, yang terletak di lingkungan yang tidak terlalu mewah dan juga tidak terlalu sederhana. Meskipun ayah Sana bekerja sebagai manajer di salah satu perusahaan besar di luar kota, keluarga mereka hidup sederhana.

"Hai om, mau ke mana?" Ketidakamanan Mina untuk bersaing dengan Sana dapat dimengerti. Sana terlalu ramah, baik hati, dan menawan dibandingkan dengan sifatnya yang pedas, berlidah tajam, dan kasar terhadap orang lain.

Di bawah sinar matahari yang cerah, sebuah percakapan terjadi, Si pencari berita bertanya, "Abis jogging nih, eh papah kamu udah pulang ya? Nanti suruh ke kafe om ya, kita main catur."

"Laksanakan komandan," jawab Sana sambil memberi hormat, "Tapi jangan banyak minum kopi, ya?!"

"Aman, om pasti ingetin papah kamu. Yaudah om pulang dulu ya."

"Iya om, hati-hati di jalannya. Salam ke tante sama anak-anak om," balas Sana sambil tersenyum, keriangannya kontras dengan keheningan Mina. Bagaimana mungkin seseorang yang tidur begitu sedikit bisa begitu ceria, Mina bertanya-tanya. Lagipula, Sana belum meneguk setetes kafein pun sepanjang pagi.

"Kok lo bisa- ah udahlah" Mina memulai sebelum akhirnya terputus.



==========


Saat Sana melangkah masuk ke dalam rumahnya, ia menjerit histeris. "Aaaaa!!!!!!!!!" Keluarganya telah menyiapkan kejutan untuknya, merayakan ulang tahunnya yang telah berlalu seminggu yang lalu. "Papa, awas, aku kangen banget sama Sullyoon!" Sana berlari ke arah sepupunya, memeluknya dengan erat. Sementara itu, Mina berdiri di pojokan, merasa canggung dan tidak pada tempatnya.

Anti-HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang