••
•
Terhempas. Utara meringis kala punggungnya menabrak dinding. Pukulan AI itu tak main-main ternyata. Sedikit meludah, lalu menghapus darah di sudut bibirnya dengan punggung tangan. Membangkitkan daksanya serta tatapan tajam melaju cepat ke arah sang lawan. Pemuda itu masih menatap. Tangannya terkepal, kemudian kakinya mulai berlari. Menerjang si AI dan melayangkan pukulan ke wajah itu membuat AI Bima terhuyung ke belakang. Namun, dia tidak terjatuh.
Samudera yang melihat itu menarik sudut bibir. Rasa puas kala Utara berhasil memukul bajingan itu hadir di dirinya dan membuatnya tambah bersemangat untuk mengakhiri ini semua. Memegang perutnya yang terasa sakit karena di pukul tadi dan bangkit secara perlahan, lalu mulai melangkahkan kakinya. Berdiri di samping Utara dan memegang pundak sang kawan.
"Ini gak sama kaya waktu dulu. Sekarang kami cuma berdua, tapi kami bisa saja mengalahkannya," ujar Samudera sambil memberikan tatapan tajam kepada AI Bima.
AI Bima merenggangkan otot lehernya, lalu berdecih menatap keduanya. Pukulan pemuda itu cukup kuat ternyata.
Ketiganya saling menatap. Samudera dan Utara bergerak cepat memukul wajah AI Bima. Namun, tangan keduanya berhasil di tangkap. Utara yang tak habis akal, menendang kaki AI Bima, lalu memberikan tinju di perut sehingga tangan mereka terlepas dari tangkapan AI Bima.
AI Bima menarik sudut bibirnya. "Ternyata kalian semakin berkembang, ya?" tanyanya tak percaya.
"Iya. Dan akan ku tunjukkan perkembangan kami seperti apa!" Utara kembali menerjang AI Bima. Memberikan pukulan dan tendangan yang tentu saja dengan mudah di tangkis oleh AI itu.
Tubuhnya kembali terhempas ke dinding, bahkan di dinding besi itu mengalami peyot saat tubuh Utara menabraknya. Memuntahkan cairan merah, Utara mencoba bangkit kembali.
"UTARA!" Samudera berlari, memberikan perlawanan. Memukul bagian tubuh AI Bima yang sama sekali tidak bisa di sentuh. Melakukan tendangan sisi kiri hingga mengenai kepala AI Bima. Namun, kakinya di tangkap, lalu di putar ke bawah, dan memukul lutut Samudera hingga suara patahan tulang terdengar.
Pemuda itu berteriak kesakitan. Terjatuh sembari memegangi kakinya. Samudera kembali mencoba memberikan tendangan kembali menggunakan kaki kirinya, tapi gerakan AI Bima jauh lebih cepat. AI itu bergerak ke sampingnya, lalu menendang tubuhnya hingga terlempar menabrak dinding.
Melangkahkan kakinya mendekati Samudera, lalu menarik rambut pemuda itu dengan kuat hingga Samudera berdiri. Tatapan nyalang tetap Samudera beri. Sedikit senyum terukir di wajah AI Bima, kemudian dia membenturkan kepala Samudera ke dinding berkali-kali. Cetakan disertai noda merah langsung timbul di dinding itu. Setelahnya dia memukul wajah Samudera berkali-kali menciptakan noda biru keunguan serta darah di wajah itu.
Menghempaskan tubuh pemuda itu ke lantai, lalu mengambil salah satu besi kecil di dinding. Mematahkannya. Tangan yang memegang besi itu terangkat tinggi-tinggi hendak menghunus kepada tubuh Samudera yang lemas di lantai. Namun, tiba-tiba suara tembakan terdengar, AI Bima berbalik sembari memegangi tengkuknya. Basah, dan cairan merah membasahi telapak tangannya.
Utara berdiri sembari membidik AI Bima menggunakan gun-nya. Satu tembakan. Dua tembakan. Tiga tembakan. Tidak berpengaruh apa pun. Mengisi ulang kembali pelurunya dan kembali menembak. Sedangkan AI Bima berjalan mendekati Utara, sesekali jalannya terhenti saat tubuhnya tertembak. Menggeret patahan besi di tangannya, AI Bima mulai menyerang Utara. Pemuda itu menghindar, lalu memberikan tendangan di tulang kering AI Bima membuat si AI jatuh terduduk.
Menolehkan kepalanya, AI Bima menatap tajam Utara. Namun, Utara malah tersenyum.
"Bajingan! Kau akan mati!" ucapnya tegas. Pemuda itu kembali menembaki si AI hingga AI Bima tak punya kesempatan untuk bangkit. Sampai pelurunya habis, Utara membuang gun-nya. Melihat hal itu AI Bima tersenyum miring.
"Kau kehabisan peluru, huh?" tanyanya merendahkan. Namun, Utara hanya tertawa sebagai balasannya, tetapi tatapan matanya beralih ke arah atas di mana tepat di atas AI Bima.
Mencoba melihat apa yang salah, AI Bima baru menyadari sesuatu, pintu atap melayang tepat di atasnya. Melihat pemuda itu kembali, AI Bima dapat melihat jika Utara mengepalkan tangannya, lalu melepaskan kepalan itu. Seketika pintu atap yang terbuat dari besi itu jatuh menimpah AI Bima.
Utara merasa lemas seketika, napasnya mulai tersendat, tapi pemuda itu berjalan mendekati AI Bima, mengambil potongan besi di tangan si AI,lalu menusukkan ujung tajam besi tersebut ke kepala AI Bima. Darah me muncrat banyak. Tubuh yang tertimpa besi itu kini dipenuhi darah. Satu tusukan lagi. Mencabutnya. Utara langsung membuang besi tersebut ke sembarang arah. Kemudian dia berbalik, kakinya melangkah mendekati sosok Samudera yang sudah tak berdaya.
Dilihatnya wajah Samudera yang dipenuhi lebam dan darah membuat hatinya begitu sakit. Tuhan, dia tindak ingin kehilangan lagi. Mencoba mendengar deru napas tipis sang teman. Utara mulai menggendong belakang Samudera. Meninggalkan ruang hukuman yang hancur, serta mayat sebuah AI.
"Sam, bertahanlah. Jika kau tidak bertahan, aku benar-benar akan menghajarmu!" ujarnya pelan.
•
"Kami butuh bantuan! Epsilon Academy School berantakan. Ini kode hitam!
"Kami akan segera datang."
Setelah mencoba beberapa kali menghubungi CIA, akhirnya mereka mendapatkan balasan juga. CIA akan datang menolong mereka, walau pun mungkin membutuhkan waktu yang lama karena jaraknya cukup jauh dari pusat CIA.
Akio menatap Rafael dari atas hingga ke bawah, lalu memukul wajah pemuda itu hingga Rafael jatuh terduduk di lantai.
"Apa? Aku hanya ingin memukulmu saja," ujarnya tanpa rasa bersalah sedikit pun. Sedangkan Qian hanya memutar bola matanya malas.
"Dasar pemuda itu!" geramnya tak tertahan.
"Tes tes, bisakah kalian mendengar ku?"
"Stupid!" Qian tersentak kala in-ear miliknya menyala dan suara Utara terdengar. Refleks saja dia memanggil 'stupid' kepada orang yang bersuara itu.
"Temui kami di hutan perbatasan Tibet dan Himalaya."
Hanya itu, tak ada suara apa pun lagi. Mereka saling pandang, lalu bergegas menuju tempat yang disebutkan oleh Utara. Tak ada yang tersisa di sini. Tak ada yang bisa di tolong. Karena itulah mereka hanya membawa diri mereka sendiri.
Qian yang sedang berjalan di tengah salju terus memikirkan keadaan keduanya. Apakah kapten dan co-captain mereka berhasil mengalahkan AI itu? Apakah keduanya baik-baik saja? Apalagi si stupid itu, dia adalah pemuda yang sangat ceroboh.
"Kenapa aku jadi memikirkannya?" tanyanya dalam hati. Menggelengkan kepala dan kembali fokus berjalan ke tempat tujuan. Namun, nampaknya gadis ini tak bisa melepas pikirannya dari sosok Utara.
"Apa dia baik-baik saja?" batinnya bertanya.
Tiba-tiba Akio menepuk pundaknya, lalu tersenyum. "Aku percaya pada mereka," ujar pemuda itu kepada Qian. Gadis itu mengangguk. Dia harus percaya kepada keduanya.
#halo wins!
How's your day?
Udah lama aku gak balik ke sini, ada yang nungguin?
Next chapter 👉
And I love you all ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Genius Dangerous 2025 : Epsilon Academy School
Mystery / ThrillerPanduan baca bisa cek akun ini! Utara : "Nikmati hidup dengan tidur, Bro!" Samudera : "Nyawa lo dalam bahaya goblok!" Setelah satu tahun kelulusan mereka, PBB mengeluarkan sebuah peraturan aneh. Di mana, setiap Negara harus mengirimkan 2 orang perw...