27. The Truth of S-7 and H-8

608 93 4
                                    

"Kau bisa berjalan?" Valerie mengangguk ketika Samudera bertanya padanya.

Saat ini keduanya sedang berjalan dan mendaki sebuah bukit yang menjadi pembatas antara Himalaya dengan Tibet. Suhu udara di sini cukup hangat di bandingkan dengan di bawah. Berjalan tanpa alas dan memakai pakaian mereka yang sudah kering, serta hanya membawa sebuah pistol dan sebuah senapan yang ikut terjatuh tadi.

"Kapten...tunggu." Samudera langsung berhenti ketika Valerie menarik tangannya. Keduanya saling pandang, lalu Valerie menunjuk sebuah goa yang berada tak jauh dari depan mereka.

Awalnya biasa aja. Namun, saat ada seekor S-7 yang berjalan masuk ke dalam goa, keduanya segera bersembunyi di balik pepohonan dan melihat apa yang dilakukan S-7 tersebut. S-7 itu terlihat begitu lambat dan ringkih.

"Apa yang kau lakukan?"

Keduanya mengernyit ketika dua orang berjas putih keluar dari goa yang dilalui oleh S-7 tadi. Bukankah seharusnya kedua orang itu diserang? Mereka mengenalnya, itu salah dua dari para anggota medis EAS.

"Apa yang mereka lakukan di sini?" bisik Valerie bertanya.

Samudera yang mendengar bisikan itu tetap melihat ke arah dua orang tersebut. "Aku yakin mereka menyembunyikan sesuatu di sini," jawab Samudera.

Di sana, terlihat sekali jika kedua orang itu tampak begitu kesal. Keduanya, bahkan berteriak melalui ponsel mereka.

"S-7 itu yang terakhir kita lepas. Sepertinya para murid memang benar-benar memberantas proyek eksperimen dengan sungguh-sungguh." Tiba-tiba seorang lagi dengan pakaian yang sama muncul dari dalam goa. Samudera dan Valerie yang melihat itu sontak melebarkan mata.

"Itu dokter utama," bisik Valerie kepada Samudera. Valerie kenal dengan pria berkacamata yang dia panggil sebagi dokter utama. Pria itu bertugas menjaga segala jenis obat-obatan, ramuan dan persediaan medis lainnya untuk para murid dan anggota tentara. Dia adalah dokter utama di EAS.

"Kau yakin tidak ada yang lain? Kita melepaskan ratusan S-7 secara menyebar. Dan hanya seekor S-7 yang tersisa?" tanya salah satunya. Seorang pria yang lebih tinggi.

Si dokter utama menghela napasnya. "Mau bagaimana lagi? Tiga bulan lalu saat pertama kali kita melepaskan mereka secara serentak. Saat itu para murid dan tentara berusaha membunuh para proyek demi melindungi warga. Setelahnya direktur memerintahkan para murid untuk memburu dan membunuh para proyek demi melatih mereka. Ini sudah tiga bulan, bukankah itu wajar? Ck. Padahal kita sudah menyingkirkan para tentara, tapi tak di sangka para murid benar-benar hebat," tanya si dokter itu menjawab.

Sedangkan Samudera yang mendengar itu kini memejamkan matanya dan memegang erat senapan di tangannya. Tiga bulan lalu. Tiga bulan lalu adalah hari yang paling buruk untuknya. Saat itu mereka baru resmi bergabung dengan EAS selama sebulan. Tiba-tiba proyek eksperimen yang sedang dikaji oleh tim medis dan ilmuan terlepas karena kegagalan sistem. Saat itu mereka kehilangan segalanya. Terluka jiwa dan raga. Namun, sekarang? Proyek eksperimen itu terlepas bukan karena kegagalan sistem, tapi karena ingin menguji mereka.

"Sial!" umpatnya tertahan. Karena orang-orang itu dirinya harus terjebak seperti ini.

"Ayo kita masuk, tidak ada gunanya kita membahas hal seperti ini di luar." Ajakan dari dokter utam disetujui oleh keduanya. Ketiganya kembali masuk ke dalam goa, tapi sebelum itu si dokter sempat melihat ke arah pepohonan di mana Valerie dan Samudera berada dengan pandangan yang sulit diartikan.

Setelah ketiganya masuk, Samudera dan Valerie keluar dari tempat persembunyian mereka. Samudera menatap goa itu dengan tajam dan dengan kebencian. Sedangkan Valerie memilih memejamkan matanya. Dia ingat sekali saat itu dia sedang melakukan sosialisasi ke desa untuk memberikan pengobatan gratis, dan tiba-tiba di serang oleh S-7 secara brutal.

"Kau tetaplah di sini, aku akan kembali." Valerie langsung menarik tangan Samudera yang hendak pergi.

Gadis itu membuka matanya dan menatap Samudera dengan sedih. "Jangan gegabah, aku tidak ingin kau terluka," ujarnya lirih.

"Aku akan baik-baik saja, jangan khawatir," balas Samudera menanggapi. Namun, Valerie menggeleng dan memegang kuat tangan pemuda itu.

"Cukup aku kehilangan satu orang, jangan kau juga," ujar gadis itu lagi, kali ini kata-katanya berhasil membuat Samudera terdiam.

Samudera melihatnya, perempuan yang tadi menatapnya kini menunduk, tangan perempuan itu tetap memegang erat tangannya, tubuhnya juga gemetar. Samudera menghela napasnya, lalu tangannya terangkat memegang dagu Valerie dan menaikkannya. Pemuda itu juga dapat melihat bagaimana netra indah itu berkaca-kaca kala menatapnya.

"Sejak kapan kau tahu?" tanyanya pada Valerie.

"M-maaf, aku tak sengaja mendengarnya setiap kau bergumam saat tidur," jawab Valerie.

"Jadi, aku sering melindur, ya? Maafkan aku, seharusnya aku menjaganya sampai kau kembali kepada kami." Samudera berucap begitu saja. Jauh di dalam hatinya, dia merasa menyesal, karena tak bisa melindungi teman mereka.

Setelahnya pemuda itu tersenyum, lalu mengusap kepala Valerie. "Aku janji, kali ini aku bersungguh-sungguh untuk menepatinya. Aku akan baik-baik saja, percayalah padaku," ujarnya penuh keyakinan.

Valerie mengangguk, lalu tersenyum. "Jika kau mengingkari, akan aku bakar kolor Doraemon milikmu!" ancam Valerie membalas.

Samudera tertawa pelan. Wajah Valerie yang sedang mengancamnya itu terlihat begitu lucu. "Jadi, kau sering melihat kolor milikku, ya?" tanya pemuda itu menggoda Valerie yang kini terdiam.

Gadis itu terdiam bukan karena malu, melainkan karena tak percaya. "Yak! Kau masih memakai kolor motif Doraemon? Sam, yang benar saja?!" Bukannya menjawab, Valerie malah bertanya tak percaya. Padahal gadis itu tadi niat hanya bercanda, karena seingatnya dulu Samudera sering memakai kolor motif Doraemon. Tapi sungguh tak terduga, jika kaptennya itu masih memakai kolor motif seperti itu.

"CK. Apa kau harus mengomentari kesukaan seseorang?" tanya Samudera berdesis kesal. Dia tadi berniat menggoda Valerie, tapi malah dia yang malu sendiri.

Sedangkan Valerie tertawa melihat bagaimana wajah kesal Samudera. "Tapi aku serius, jika kau ingkar, aku akan membakar kolor milikmu," ujarnya lagi. Namun, bukannya kesal kembali, Samudera malah menatap Valerie remeh.

"Kau mesum, ya? Kau mengambil pakaian dalam milik orang lain yang jelas-jelas lawan jenismu." Benar juga! Apa yang dikatakan Samudera benar!

"Kenapa kau menyebalkan sekali, sih! Ke mana sifatmu yang dingin dan tempramental itu?!" tanya Valerie kesal. Entah mengapa, sifat Samudera yang menyebalkan seperti ini membuatnya emosi. Dia lebih suka melihat sisi Samudera yang dingin, tegas dan tempramental daripada yang seperti ini.

"Lalu setelahnya kau akan menangis setelah aku memarahimu," jawab Samudera santai.

"Sudahlah. Percaya padaku, aku janji," lanjutnya sembari menatap dalam pada Valerie.

"Aku pegang janjimu," balas Valerie sembari mengangguk. Setelahnya Samudera pergi masuk ke dalam goa dengan waspada, sedangkan Valerie menunggu di luar untuk berjaga-jaga. Gadis itu menatap dalam kepergian Samudera.

"Kali ini, biarkan aku yang menunggumu," lirihnya.


















Sampai sini paham?

Next chapter
Thanks for everything and I love you all ❤️

[✓] Genius Dangerous 2025 : Epsilon Academy SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang