29 - THE END OF US

7.9K 516 161
                                    

Tama tersenyum lebar seraya berjalan bersama Gendis. Lelaki paruh baya itu begitu tak sabar menjajaki kakinya di tanah Indonesia. Tanah kelahirannya. Koper besar yang ia bawa berisi pakaiannya dan sang istri kini telah sampai di pintu kedatangan.

Matanya kini mengedar untuk mencari taxi di area penjemputan. Seseorang dengan senyuman lebar menggunakan pakaian bak seorang supir taxi kini menghampirinya. Sayangnya lelaki ini menggunakan topi yang menutupi bagian wajah teratas miliknya.

"Pak Tama, betul?" sapanya begitu sopan.

Tama menoleh. Tersenyum kaku. Kepalanya mengangguk ragu. "Ya," jawabnya mudah.

Lelaki itu tersenyum simpul. "Saya Andi, yang ditugaskan oleh perusahaan Bapak untuk mengantar Bapak dari bandara menuju rumah," jelasnya begitu sopan.

Tama menaikkan kedua alisnya. Ia terkejut namun tersenyum lebar. Matanya menatap Gendis yang mengerutkan wajah. "Ayo, Bun," ajak Tama pada Gendis.

Gendis terdiam. Mata wanita itu menatap begitu lama lelaki yang menyebut diri sebagai Andi. "Siapa yang suruh kamu jemput kami?" tanyanya masih mencurigai.

"Atasan dari Pak Tama. Saya cuma dapat telepon dan menjalankan tugas saja, Bu," ujarnya masih dengan senyuman di bibir.

Tama mengusap punggung milik Gendis. "Mungkin Mr.Will–oke di mana mobilnya?" tenang Tama yang kini mulai melangkah mengikuti Andi yang berjalan terlebih dahulu.

Gendis menatap Andi yang baginya, lelaki ini mencurigakan. "Ayah gak seharusnya mudah percaya," lirih Gendis pelan namun terdapat ketegasan di sana.

Tama terkekeh pelan. "Kebaikan orang masa kita tolak?" ujarnya pelan. Menenangkan Gendis.

"Kita gak tau di balik kebaikan itu tersembunyi apa," balasnya seraya tubuh yang kini memasuki mobil. Entah mengapa, perasaan Gendis benar-benar tak yakin untuk menerima penawaran ini.

Tama terkekeh pelan, jemarinya menutup pintu mobil taxi. Sementara Andi, lelaki itu membuka topinya. Matanya menatap kaca spion tengah yang telah ia arahkan untuk leluasa melihat pergerakan penumpang.

Dengan senyum merekah meski tak menoleh. "Saya izin jalankan mobil ya Pak, Bu," ujar Andi yang kini mulai melajukan mobil.

Gendis tak berbicara sedikitpun kini. Wanita itu hanya menatap dengan jeli seorang Andi. "Udah lama kerja jadi supir taxi, Mas?" tanya Gendis dengan segala kecurigaannya.

Tama tersenyum kecil. Jemarinya menggenggam jemari Gendis. Mengangguk kecil untuk memberikan ketenangan atas Gendis yang begitu menyimpan curiga.

"Baru lima bulan, Bu," jawab Andi. Oh lelaki ini menyeringai di balik gelapnya malam.

Gendis mengangguk mengerti. Wanita itu kini bungkam. Tak ada percakapan lagi di antara tiga manusia di dalam taxi. Hingga Andi kini mulai memecahkan keheningan.

"Saya kenal anak Bapak dan Ibu," tutur Andi. Oh sial, wajahnya kembali menyeringai. Bahkan lelaki ini tertawa bagai tokoh jahat di dalam film.

Tama menatap Gendis yang memejamkan mata kesal. "I told you, Ayah," bisik Gendis yang sedetik kemudian kecepatan laju mobil yang Andi kendarai bertambah cepat. Gendis menggenggam jemari Tama begitu erat. Sungguh mobil yang kini Andi kendarai sangat tak terkendali.

"BERHENTI! ATAU SAYA LAPORKAN KE PERUSAHAAN TAXI KAMU, ANDI!!!" teriak Tama yang jemarinya menarik bahu Andi.

"Hahaha!!" Tawa menggelegar itu Andi layangkan kepada Tama dan Gendis. Karena kedua manusia ini begitu bodoh. Begitu mudahnya percaya kepada dirinya.

Mobil taxi yang Andi kendarai sangat tak terkendali. Menyalip dengan asal. Menyerobot lampu merah dan beberapa simpang. Sial.

Gendis menghirup napas untuk menenangkan diri. "Apa yang kamu mau? Uang?" tanya Gendis. Ia begitu santai seraya mengeratkan genggaman di jemari sang suami. Wanita ini berpikir Andi adalah seorang perampok yang membutuhkan uang miliknya.

AZGARAMORA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang