08. Move on?

8 0 0
                                    

"makasih ya, karena lu gue jadi tau rasanya berjuang. and finally saya lelah sekarang, terserah."
-Vanya Xellyncia



vanya menggigit pipi dalamnya saat rivan terus menatap dirinya dari arah samping, gadis itu heran tumben sekali dia melihat rivan yang mengikuti mapel pelajaran karena biasanya pemuda itu akan cenderung bolos.

rivan memang anak dari pemilik sekolah itu sebabnya dia bebas melakukan apa saja, namun sekarang justru pemuda itu malah tampak duduk santai dibangkunya mendengarkan seluruh materi yang dipaparkan oleh sang guru didepan sesekali melirik vanya dan menatap gadis itu lama.

"baik anak-anak, hari ini kita sudah memasuki bab seni lukis ya? sekarang bapak ingin membagikan nama-nama ketua kelompok" ujar guru itu sambil memegang sebuah buku absen, dia akan mengacak nama para murid-murid yang akan dijadikan sebagai ketua kelompok

"untuk kelompok satu, ketuanya biar dimulai dari nilai yang paling tinggi saja" sebagai murid bernafas lega karena mereka tidak rela untuk dipilih menjadi ketua kelompok

"vanya" gadis yang disebut namanya itu segera mengangkat tangan "kamu jadi ketua kelompok satu ya" vanya hanya mengangguk pasrah, jujur ia tidak mau menjadi ketua kelompok

"untuk kelompok kedua, fanny" fanny berdecak kesal mendengar itu "nyesel banget nilai gue lumayan tinggi" batin gadis itu merutuki nilainya

"kelompok ketiga, novan"

"kelompok keempat, zico"

"pak! jangan saya dong jadi ketuanya" zico, pemuda berambut keriting itu mencoba untuk protes sambil memanyunkan bibirnya cemberut

"ga mau atau kamu ga usah punya kelompok?" terpaksa pemuda itu hanya menghela nafas kasar kemudian mengangguk

"dan kelompok terakhir, zoya" ucap sang guru kemudian menaruh buku absennya dimeja

"untuk ketua kelompok, bapak suruh kalian untuk menunjuk salah satu teman kalian yang akan dimasukkan ke kelompoknya masing-masing" pinta sang guru menatap vanya "gimana vanya? kamu akan menambahkan siapa? tidak boleh lebih dari empat orang" tanyanya

vanya diam sejenak sambil mengedarkan pandangannya, sebagian besar teman kelasnya menatap muka memelas untuk dimasukkan ke kelompoknya dikarenakan gadis itu sangat ahli dalam menggambar maupun melukis

"nazwa pak" beberapa teman kelasnya menurunkan bahu lesu sambil mendengus, sedangkan nazwa sudah berjingkrak kegirangan

"baik, untuk fanny?"

"arlina"

"novan?"

"belinda"

"zico?"

"juliet"

"zoya?"

"dito"

semua ketua kelompok pun mulai menyebutkan nama-nama teman kelas mereka yang akan dimasukkan ke kelompoknya masing-masing sampai giliran pilihan terakhir dari vanya

"kini tersisa lima orang yang belum disebutkan namanya, ada aerin, jamal, dewa, rara, rivan. kamu akan memilih siapa?" tanya sang guru itu

vanya meremas jari-jarinya ragu saat melihat muka mengancam aerin sedangkan rivan hanya menampilkan ekspresi datar kepadanya

"gue yakin, pasti tu cewek murahan milih gue" barin rivan tersenyum miring

"awas lu nya ga milih gue, gue buang lu keselokan" batin aerin menatap vanya garang

Vanya XellynciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang