18

1.2K 97 11
                                    

Pagi yang cerah setelah beberapa hari terakhir hujan selalu datang menghampiri. Nab sudah selesai menyiapkan sarapan. Dua piring nasi goreng dan air lemon hangat menemani pagi mereka. la dan Fahran tampak menikmati sarapan tersebut. Sejak insiden pelukan di sepertiga malam tadi, Fahran terus saja menatap Nab. Laki-laki itu dapat melihat semburat merona alami yang muncul di permukaan pipi istrinya. Gadis itu makan dengan sama sekali tidak menatap padanya. Beginilah jika menikah dengan gadis belia tidak berpengalaman dalam percintaan dan kontak fisik, melihatnya yang begitu malu-malu benar-benar sangat menggemaskan.

Padahal hanya sebatas pelukan. Tidak lebih. Bukankah ia juga tidak berpengalaman dan posisinya sama dengan Nab? Mengapa ia tidak merasa canggung sedikit pun, hm.. canggung sih tapi tidak seburuk Nab. Pikir Fahran. la jadi senyum-senyum sendiri.

"Nab, hari ini Nab ada planning apa?" Tanya Fahran memecah kesunyian.

"Kalau Kakak tidak sibuk bisakah hari ini kita mengunjungi Mama dan Papa ?"

"Astaghfirullah, maaf Kakak lupa, Nab! Insya Allah hari ini kita akan kesana" Fahran berkata mantap. Nab mengangguk.

"Terima Kasih," Nab terus saja menunduk.

" Nab, kenapa Nab berbicara tidak melihat kearah Kakak?" Fahran mencoba menggoda Nab. Gadis itu mendongakkan kepalanya.

"Tidak, Nab lagi fokus pada makanan" Nab menyendok makanannya ke mulut. la kembali melihat ke sembarang arah. Sungguh ia sangat grogi saat ini.

"Pipi Nab indah sekali. Apa Nab menggunakan blush on?" Fahran tidak henti menatap Nab.

"Ha? Benarkah?" Nab melirik ke cermin yang ada disamping meja makan.

"Nab tidak menggunakan apapun Kak" sergah Nab.

"Ada, warnanya semakin merona, sini coba kuperiksa dulu" Fahran bangun dan menyentuh pipi Nab yang berada
dihadapannya kemudia mengusapnya ringan. Nab semakin tak karuan.

"Ka, kak.."

"lya, kenapa?"

"Nab mau cuci piring dulu" Nab bangkit dari duduknya dan bergegas menuju tempat cuci piring.

"Nab, piring kotor nya di sini. Nab mau mencuci apa di belakang?" Nab kembali menemui Fahran dan mengambil piring kotor tanpa melihat kearahnya.Nab  semakin menggemaskan. Fahran puas sudah menggoda Nab, ada kesenangan di hatinya ketika melakukan ini.

....

"Assalamu'alaikum Mama Papa" Ucap Nab dan Fahran serentak.

"Masya Allah, anak mantu Mama datang. Masuk nak!" Mama Via mempersilakan semuanya masuk. Mereka pun melangkah masuk ke dalam rumah.

Nab mengikuti Mama Via menuju dapur sedangkan Fahran mengikuti Papa Nayan duduk berbincang di ruang tamu.

"Nab apa kabar nak? Sehat?" Mama Via bertanya ketika Nab mulai menuangkan
air ke cangkir teh.

"Alhamdulillah Ma, Mama bagaimana? Nab begitu merindukan Mama" Nab bergerak dan memeluk Mama Via.

"Mama dan Papa sehat, kami juga begitu Nab, rumah terasa sangat sepi tanpa Fahran nak"

"Maaf Ma, Nab dan Kak Fahran tidak berbakti. Kami tidak sering-sering menjenguk Mama dan Papa" Nab berkata lirih.

"Tidak nak, Mama paham sekarang posisi kalian sudah berkeluarga. Suamimu juga sibuk bekerja. Jarak rumah Nab dan kediaman Mama tidaklah dekat. Nab harus taat pada suamimu" Mama mengusap-usap sayang kepala Nab.

"Sudah, ayo kita antarkan minuman dan cemilan ke depan. Nanti airnya berubah menjadi dingin lagi" Ajak Mama Via kemudian. Nab mengangguk.

Nab mengambil teh dari nampan dan meletakkan satu persatu di hadapan Papa Nayan, Mama Via dan Fahran. Pandangan mata Fahran tidak lepas dari jari lentik Nab, kemana saja jemari itu bergeser, ke situ pula arah matanya melihat. Kue-kue kering dan bolu tape Mama Via juga disuguhkan oleh Nab. Kemudian Nab mengambil tempat duduknya di sisi kanan Fahran.

"Nab sehat nak?" Tanya Papa Nayan.

"Alhamdulillah Pa" jawab Nab.

"Bagaimana, apa sudah ada tanda-tanda hadirnya cucu Papa?" Tanya Papa Nayan santai sambil mengambil kue kering dan memakannya. Deg. Nab tegang mendengar pertanyaan spontan Papa Nayan.

"Doakan kami Pa, semoga Allah berkenan menitipkan amanah-Nya kepada kami" Ucap Fahran, mendengar jawaban Fahran yang begitu tanpa beban, Nab pun melihat ke arah Fahran. berbeda dengan Fahran, laki-laki ini juga tampak santai menjawab sambil menyeruput air teh nya.

Sebenarnya ia juga canggung mendengar pertanyaan Papa Nayan. Bagaimana mau punya anak, ia bahkan belum memberikan nafkah batin kepada istrinya itu. la juga melihat gelagat Nab yang masih belum enjoy ketika mereka bersama. la tidak ingin memaksa. Semua memang butuh proses. Mungkin belum ada cinta di hati Nab untuknya. Sedangkan ia? Sudahlah, ia juga masih kebingungan dengan perasaannya sendiri.

Papa Nayan mengangguk-angguk.

"Mama juga turut mendoakan semoga kalian segera Allah berikan amanah keturunan yang shalih shalihah dan pernikahan yang diberkahi oleh Allah SWT, rumah tangga kalian senantiasa Sakinah mawaddah wa rahmah, nak!" Mama Via mendoakan dengan tulus.

"Aamiiin ya Rabb" Mereka semua mengaminkan.

Anak dan orangtua tersebut berbincang-bincang seru seperti sudah setahun saja tidak bertemu, tanpa terasa adzan maghrib berkumandang. Papa Nayan dan Fahran bersiap shalat ke mesjid terdekat. Nab mengikuti Mama Via menyiapkan makan malam.

"Nak, kamu nginap di sini kan?" Tanya Mama Via

"Nab ingin sekali Ma, Nab tanya kan dulu sama Kak Fahran, semoga besok agenda Kak Fahran kosong" Mama Via mengangguk.

"Kalau Nab memang menginap, nanti Nab tolong ganti seprai yang berada dalam kamar dan Nab rapikan sedikit, sebenarnya setiap hari Mama merapikan kamar Fahran sekalian melepas rindu. Hanya saja sepreinya belum Mama ganti, nak!" Ucap Mama Via.

"Baik Mama, habis membantu Mama menyiapkan makan malam, Nab akan menganti seprei di kamar" Nab berkata dengan tersenyum gugup. Bagaimana jika suaminya tiba-tiba memeluknya lagi. Atau bahkan melakukan hal yang lebih dari itu. Membayangkannya pipi Nab kembali bersemu.

....

Papa Nayan dan Fahran telah kembali dari mesjid, makan malam pun telah selesai terhidang di meja makan. Ada cumi-cumi saos padang, ayam bakar (yang memang sudah di marinasi sebelumnya oleh Mama Via sebelum kedatangan Fahran dan Nab), sayur asem, lalapan, sambal bawang dan beberapa menu lainnya. Tak lupa air kelapa dan pudding sutra juga menemani makan malam mereka.

"Masya Allah, mewah sekali dan tampak sangat lezat makanan-makanan ini, Ma" Puji Fahran yang berbinar-binar melihat hidangan yang ada di meja makan. la sudah tau persis bagaimana rasa masakan Mama nya. Sudah pasti enak.

"Alhamdulillah, makan yang banyak nak. Ini tadi juga dibantu Nab, tidak sepenuhnya Mama yang masak"

"Wah, kalau masakan Nab, Fahran juga sudah tidak meragukannya lagi Ma, sudah setiap hari Fahran merasakannya" Puji Fahran sambil melirik ke arah Nab. Mau tidak mau, mendengar pujian suaminya, Nab kembali tersipu. Sudah berapa banyak hari ini ia tersipu, tidak terhitung jumlahnya.

Selesai makan, Nab menemui Fahran di teras rumah. Suaminya tengah menunggu Papa yang sedang berwudhu', mereka akan bersiap ke mesjid untuk menunaikan shalat isya berjama'ah bersama.

"Kak.." Panggil Nab.

"Iya, ada apa Nab?"

"Besok Kak ada agenda apa?"

"Alhamdulillah kosong"

"Hm, kita sudah lama tidak berkunjung ke sini, bagaimana kalau kita menginap Kak?

"Ide yang bagus, baiklah kita akan menginap di sini, Mama seperti nya juga
sangat merindukan Nab"

"Alhamdulillah, terima kasih Kak" Nab sangat mendengar persetujuan.

....

Nabirra dan segala dunia nyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang