Dan malam selanjutnya. di tengah heningnya jalanan kota, aku berjalan sendirian menuju pulang.
Saat ini tepat jam sembilan malam. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan terlebih dahulu, sehingga dengan terpaksa aku harus pulang terlambat tanpa ada satupun yang menemani.
kalau kalian mau tau, saat ini aku menyelesaikan perhitungan penghasilan toko. jadi aku butuh waktu lama untuk menyelesaikan semuanya. sedikit kesal, karena pekerjaan ini biasanya di kerjakan Amar. Namun sialnya, hari ini dia mengambil libur mingguan.
Lelah rasanya setelah selesai bekerja, harus berjalan kaki dengan jarak yang lumayan jauh. Namun harus bagai mana lagi, semua ini syarat dari sebuah penghematan yang sedang aku jalankan.
***
Degh...
Serentak aku menghentikan langkah setelah melihat nala sedang asik duduk di kursi yang ada di tepian jalan. dia bersama seorang laki laki. sontak tubuhku membeku di tengah dinginnya udara. sangat tidak terduga, aku melihat nala duduk dengan laki laki yang tentunya sangat tidak asing di mataku.
Dia adalah ano. mataku sangat kenal dengan perawakan itu. Apakah ini alasan di balik terburu-burunya nala untu pulang. Sejak kapan ano mengenal nala, aku tidak pernah memperkenalkanya, bahkan menyebut nama nala di hadapannya aku belum pernah. Jika di pikir-pikir kembali, ketika aku berceritapun aku tidak pernah menunjukan wajah nala, apalagi nomer hanphone.
Tanpa berlama lama, aku memastikan dugaanku itu dengan berjalan cepat menghampri mereka.
Hingga pada akhirnya, Tubuhku berhenti persis di hadapan nala seraya menatap dalam kerahnya. mata nala tampaknya sedikit terkejut dengan kehadiranku yang terhitung tiba tiba. begitupun dengan ano, wajahnya tampak heran dengan kehadiranku.
"Wang, kamu mengenalnya?" lirih ano dengan wajah terkejut.
"Ya, aku mengenalnya ano." Jawabku angkuh sontak menatap ano.
Dada ini mendadak sesak, degup jantungku sungguh tidak dapat di kendalikan. Saat ini aku menerima sayatan yang cukup dalam. tidak menyangka rasanya atas tindakan yang di buat oleh orang yang aku anggap sebagai sahabat itu. Dia tega merubuhkan harapan yang aku bangun jauh.
Wajah tanpa dosanya sangat jelas melengkapi ekspresi manusia itu. bibirnya tampak sok gugup dengan semua kejadian ini. Emosiku mulai memuncak, tubuhku bergetar hebat, mataku memerah menahan kekesalan yang sangat dasyat.
"Apa maksud dari semua ini ano?" lanjutku berseru lantang di hadapan ano.
"Maksudmu apa wang?" jawab ano berdiri di hadapanku.
"Aku tegaskan kembali. maksud dari semua ini apa ano?" Tegasku kembali berseru keras.
"Aku tidak tahu maksudmu apa." Jawab ano bersengut sungut di hadapanku. "salah apa aku Wang? Sehingga tiba tiba kamu membentak tanpa alasan," lanjut ano tidak kalah lantang dengan ekpresi sok tidak tahu apa-apa.
"Bangsat kau ano." Jawabku tidak kalah berapi-api.
Saat itu nala hanya terdiam menatap perdebatan kami berdua. dia sepertinya tidak kalah bingung dengan kejadian ini. namun harus bagai mana lagi, aku sudah terlanjur kesal dengan manusia munafik yang ada di hadapanku ini.
"Justru di sini aku yang harusnya bertanya, maksud dari semua ini apa?" Sahutku tidak mau kalah dengan laki laki sok polos situ.
Namun Sesekali aku menatap nala, dia seperti menahan tangis, tubuhnya mematung dengan tindakanku. hingga pada akhirnya dia menutup kedua telinga untuk melerai keributan aku dengan ano. Matanya tampak basah dengan air mata. Tidak sanggup rasanya melihat gadis itu ketakutan tanpa tahu sebab akibat dari semuanya.
Sontak aku kembali memandang ano. Mungkin akan aku akhiri semua ini, karena saat itu nala sudah terlihat ketakutan dengan tindakanku. Aku tidak ingin membuat nala benci denganku hanya di sebabkan perdebatan bodoh ini.
perlahan aku mendekatkan Wajahku ke arah kuping kiri ano seraya berbisik. "Dia wanita yang selalu aku banggakan di hadapanmu ano."
Tanpa berbasa basi aku langsung menyebrangi jalan untuk segera beranjak pulang. Hidupku terasa hancur, waktu telah memberikan jawaban tanpa persoalan kepadaku malam ini. kesekian kalinya aku tidak pernah menyangka akan seperti ini.
Dan saat ini aku berpikir, apakah pantas orang seperti itu aku anggap sahabat? Dia menusuk harapan secara tiba tiba, dia merusak salah satu pondasi penyemangatku secara tiba tiba dan dia juga merusak kebahagiaanku secara tiba tiba.
Aku pergi bukan berarti aku menyerah dengan semuanya. namun aku berusaha menenanglan nala yang mungkin kebingungan dengan tindakan bodoh tadi.
Lagi pula saat ini aku hanya bermasalah dengan orang yang sempat aku anggap sahabat itu.
***
Anjing...
Anjing...
Bangsat.
Kenapa harus seperti ini, aku tidak tahu akhir dari semuanya akan seperti apa. yang jelas aku benar benar sakit dengan perlakuan ano kepadaku malam ini.
Penghianat seperti dia tidak pantas ada di muka bumi ini. Aku tidak bisa gagal hanya karna orang bangsat seperti dia.
Di sepanjang jalan aku menerima kebisingan di atas kepala. tubuhku bergetar menahan amarah, keringatku bercuran seolah merayakan kekecewaan. beberapa kali aku menyeka air mata yang hampir jatuh dengan kedua telapak tangan.
Semesta sedang tidak memihak kepadaku. Benar kata bapak. selama ini aku hanya mengingat kebahgiaannya saja, namun tidak dengan kepedihanya.
Semuanya belum selesai ano.
____Tarik nafa....
Rilex....Yuk lanjut Nex part selanjutnya 😍
Jangan lupa, comen dong 😂🌙
Jangan lupa tinggalin vote sama comennya:')
KAMU SEDANG MEMBACA
langkah si anak pecundang (Selesai)
Teen FictionWARNING!! ❗⚠️ Cerita ini mengandung tragedi yang cukup dalam. Tidak di sarankan untuk yang mempunyai penyakit jantungan. Cerita ini, mungkin bisa di baca, sekali duduk saja. [Budayakan follow sebelum baca] Giwang Nasution, pemuda yang berasal dari...