Pedih

18 7 0
                                    

Mobil terdengar berhenti, setelah di perkirakan, Empat puluh menit perjalanan. Pintu mobil terdengar terbuka lebar. Saat ini, dua orang yang menghimpitku, telah sempurna keluar dari dalam mobil. Sontak, aku kebingungan. Di mana aku saat ini, semua terdengar sunyi. Angin tidak sedikitpun memberi arahan akan keberadaanku saat ini.

      Malam sudah di perkirakan datang. Suara jangkrik telah memberikan sedikit gambaran kepadaku. Udara dingin sayup aku rasakan, setelah pintu mobil terbuk.

     “Mari, seret anak ini,” seru pria yang menanyakan alamat kepadaku tadi. Terdengar jelas di telingaku, memberikan aba-aba.

     Aku sangat ingat jelas. Itu suara dari pria yang mempunyai rambut panjang.

      “Baik, kita seret sama-sama,” jawab pria berambut pendek, menarik tubuhku, untuk keluar.

     Setelah di pastikan tubuhku keluar dari perawakan mobil. Kedua pria itu menyeret tubuhku. Gesekan tanah telah aku rasakan. Hal ini, memberikan gambaran kepadaku. Bahwa saat ini aku sedang berada di salah satu hutan.

      Ya, hutan, Ini pasti hutan. Aku mendengar suara decak desis serangga yang memenuhi kedua telingaku. Aku tidak tahu, ini di mana. Dan aku tidak tahu, apakah aku masih berada di kota Bandung, ataukah di kota yang berbeda.

     “aw, aah,” lirihku mendesah, menahan rasa perih atas gesekan tanah yang tidak rata. Kebagian kulit kaki.

     “Mau di simpan di mana anak ini,” seruku pria berambut pendek, seperti melempar pertanyaan kepada seseorang yang bermeter-meter jauhnya.

     Gemuruh gesekan dedaunan, saat ini aku dengar dengan jelas. Aroma tanah basah, telah berhasil menusuk kedalam penciuman hidungku. Semua terasa kelam, Aku tidak bisa bertindak apapun selain pasrah dengan keadaan.

     Pandanganku gelap, kesekian kalinya aku sulit menyangkal, bahwa pandangan ini sangat gelap. Aku tidak tahu, kegelapan ini akan berakhir di mana.

      Kekejaman mereka mungkin akan berakhir dengan pengakhiran hidupku. Separah itu, separah kegelapan yang saat ini menerpa kehidupanku.

     Satu meter aku di seret di atas tanah. Namun kali ini, perasaan tubuhku berbeda. Tidak lagi tanah yang aku rasakan. Namun lantai kasar, yang bergantian menerpa kulit kakiku.

     Dedaunan kering, sangat berserakan di sini. Dan saat ini. Aku meyakini, bahwa ini rumah tanpa penghuni.

      Tubuhku masih di seret oleh dua pria itu. Entah akan berakhir di tempat mana. Dan entah akan berakhir bagai mana aku saat ini.

     “Letakan di sini,” suara berat itu terdengar asing. Bukan pria berambut pendek, maupun panjang. yang sejak tadi aku kenali.

     Bruk…

     Tubuhku di lemparkan, sehingga mengenai dinding ruangan.

     Aaaah

    Suara dari balik kain yang membalut mulutku, kembali bergeming menahan rasa sakit.

    Suara dari balik kain yang membalut mulutku, kembali bergeming menahan rasa sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
langkah si anak pecundang (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang