Gerimis kini menerpa sebagian kota bandung. Jalanan basah terlihat sangat indah di sini, orang orang menepi menghindar dari riuhnya air hujan seraya memerhatikan kawasan sekitar. Awalnya aku tidak pernah menyangka akan bekerja di tempat seindah ini, bahkan orang bilang aku sangat beruntung bisa setiap hari menikmati ke harmonisan jalanan braga, namun pada nyatanya aku harus membayar terlebih dahulu ke indahan ini dengan kejadian yang jelas jelas mengancam nyawa.
Tapi tidak apa, dari kejadian itu aku belajar banyakhal, salah satunya memahami bahwa tuhan itu memiliki cara yang istimewa untuk menyadarkan hambanya akan kehidupan yang bukan hanya perihal kebahagiaan saja.
Dan dengan kejadian itu juga tuhan telah berhasil memperkenalkanku dengan manusia hebat yang aku kagumi saat ini, jujur saja semua ini sangatlah istimewa.
***
Jam sudah menjukan pukul 20.27. saat ini aku sedang berada di depan ruku tempat bekerjaku. Tempat tragedi keji yang sempat aku alam kemarin kemarin. Sangat miris, namun semua itu takdir terbaik tuhan.
"Kau belum pulang?" ujar nala baru saja keluar dari ruko.
Sontak aku menoleh. "Belum, aku rasa nanti saja setelah hujan reda." Jawabku tersenyum menatap wajah indahnya.
"Kau sudah makan?" lanjutnya mendekat ke arahku.
Tubuhnya saat ini tepat bersampingan dengan tubuhku, matanya menyapu sekitar seraya memastikan hujan. Sungguh, lagi lagi jantung ini berdegup cukup kencang, entah apa yang terjadi dengan diriku saat ini, rasanya aku mulai gila rasa dengan perempuan ini.
Mata ini tak kalah riuh memandang gadis berambut laki laki yang ada di sampingku, kesekian kalinya aku akan menyebutkan bahwa ke istimewaan ada pada dirinya, tinggi badannya cukup pendek, ya mungkin di perkirakan 55 cm. sungguh manusia ini cukup lucu dengan tubuh sedikit berisi.
"Kamu kenapa wang, di Tanya malah ngelamun." Lanjutnya menatapku dalam dengan ekpresi heran.
"Belum nala." Ujarku serentak menjawab dan berusaha membuyarkan lamunan. "Aku belum lapar nala." Lanjutku semakin gugup.
"Mustahil kamu tidak lapar, aku lihat kamu dari pagi belum makan giwang."
Sebenarnya saat ini aku lapar, namun harus bagai mana lagi, aku harus benar benar berhemat untuk satu bulan kedepan, gajihku masih lama jadi mau tidak mau aku harus makan seadanya, dan lagi lagi mungkin menu saat pulang nanti hanya lauk kerupuk dan kecap saja. Sangat perih, namun itu satu satunya jalan agar perekonomianku tetap stabil.
Tidak apa, semua ini hanya permulaan saja, aku harap setelah gajihan pertama, aku akan memanjakan diriku terlebih dahulu.
"Tidak apa nala, aku sedang belajar menghemat saja." Senyumku menjawab gadis itu.
"Itu bukan berhemat namanya, itu menyiksa dirimu sendiri giwang."
"Gak papa, lagi pula aku tidak lapar nala." Tembalku meyakinkan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
langkah si anak pecundang (Selesai)
Novela JuvenilWARNING!! ❗⚠️ Cerita ini mengandung tragedi yang cukup dalam. Tidak di sarankan untuk yang mempunyai penyakit jantungan. Cerita ini, mungkin bisa di baca, sekali duduk saja. [Budayakan follow sebelum baca] Giwang Nasution, pemuda yang berasal dari...