Jerit sesak

27 8 0
                                    

°
°
°
°
VOTE SEBELUM BACA
_

      “Apakah kamu ingin merasakan. sakitnya dendam itu nak?” Pria yang tidak di kenali, kembali membuka suara dari arah kejauhan.

     Ser.. ser.. ser..

      Suara langkah kaki itu, terdengar semakin mendekat. Hingga pada akhirnya. Nafas berbau keretek itu, sempurna menyentuh lubang  hidungku. Sontak aku menggelengkan kepala.

     “Berikan kater itu kepadaku,” suara beratnya melempar pembicaraan, kepada pria berambut panjang, yang sejak tadi memegang kater.

     Aku semakin panik. Tubuhku sudah berada di ujung tembok, tidak ada pembelaan, untuk kekelaman ini. Tubuhku bergetar hebat. Seluruh tubuh, sudah basah kuyup, dengan keringatku sendiri.

     Tidak akan ada yang bisa menyelamatkanku, selain keajaiban tuhan.

     Sret… sret… sret..

     Kater itu, terdengar kembali di keluarkan dari wadahnya. Karat besinya tercium jelas, membuat degup jantungku semakin tidak terkendali.

     Pria yang tidak aku kenali itu, tertawa kecil, menatapku bergetar ketakutan. “seperti ini nak, rasa sakit yang ada dalam hatiku ini,” suara beratnya kembali terdengar.

      Aaauu…

      Aahhuuaaa…

     Besi tajam, ujung kater itu, menerpa dahiku. Air mataku serentak merayakan kepedihan ini, kedua tanganku mengepal, menahan rasa sakit. Tubuh seolah menerima goncangan yang cukup hebat. Pedih, Pedih, pedih yang aku rasakan saat ini.

     Benda itu telah berhasil, membuat permukaan kulit dahi sobek, sehingga mengeluarkan darah segar yang cukup banyak.

     Auhhhh…

     Benda itu, terangkat dari permukaan kulit. Entah berapa senti, ia membuat luka di atas dahiku.

     Ampun…

     Ampu…

     Demi kian, isyarat dari tubuhku. Tanganku tidak bisa menutupi darah yang berhasil mengalir, yang hampir memenuhi setengah, bagian wajah. Bahkan, tetesannya telah sampai kebagain bibir yang tersumpal kain.

     Luka telah memberikan rasa asin, pada mulutku. Darah itu mengalir, melewati sela-sela kain. Yang menutup mata, dan juga mulutku.

     “Sakit, nak? Sakit?” pria itu mencengkram bajuku, untuk mengelap darah yang ada di kater itu.

     “Aku mohon, hentikan semua ini,” aku meringis kesakitan, meminta ampun kepada orang itu.

     Namun, semua perkataan samar, tidak di gubris olehnya. ia malah tertawa kecil, melihatku gemetar menahan rasa sakit. Darah ini begitu banyak, menyatu dengan derasnya keringat yang sejak tadi, membasahi wajah dan tubuhku.

     Rasanya, darah yang berada di atas dahi ini sangat mendidih, Kadar asin yang ada di dalam keringat, membuat aku semakin merasakan rasa perih, berlipat-lipat kali.

     “Dendam apa maksudmu, lepaskan aku,” tubuhku meringkuk, gemetar menahan rasa sakit.

     “Teriaklah sebisa mungkin anak muda. Sebelum kamu, bernasib sama, seperti Bapakmu.”

     Degh…

     Bapak? Ada apa dengan bapak?

     Apa hubungan semua ini, dengan bapak?

langkah si anak pecundang (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang