Tidak lama dari itu, aku melambaikan tangan setelah mobil sempurna menjauh dari tubuhku. Samar aku melihat Nala dari jendela belakang mobil, menatap resah kearahku.
Aku coba rapihkan baju. Yang memang terlihat sedikit berantakan. aku coba mengatur nafas untuk menurunkan segenap emosi yang sudah menggejolak dalam tubuh ini.
Lamat-lamat aku menatap Ano dari kejauhan. Dia terlihat sedang bermain kartu. dan saat ini aku melihat ada empat orang yang sibuk ikut bermain dengannya. tidak berlama-lama, aku langsung mendekat dengan cukup santai. Tidak boleh ada keributan di sini, aku harus mengubur semua kekesalanku dalam-dalam.
Beberapa meter aku memerhatikan gerak-geriknya, perlahan aku menemukan kejanggalan yang ada dalam permainan itu. Aku melihat ada uang yang di selipkan di bawah meja bundar yang saat itu berada di tengah para pemuda.
Sontak aku sedikit tercengang dengan kejadian itu. Tubuhku terdiam kaku, tidak menyangka dengan tindakan yang saat ini aku lihat.
Ano sedang berjudi. Ya, aku melihat dengan kedua mataku sendiri. Dia sedang asik memainkan kartunya dengan kedua tangan. Sangat jelas, uang itu pasti hasil dari perjudian yang saat ini mereka lakukan.
Dia memakai Hoodie hitam dengan celana jins yang tentunya tidak asing di mataku. Jelas dia sedang tertawa riang menikmati suasana itu.
Sontak aku beranjak melangkah untuk segera menghampirinya. Namun saat aku melangkah. Ano tiba-tiba melemparkan pandangan ke arahku. Sontak aku langsung berpura-pura berbalik badan untuk menyamarkan wajah.
Tidak lama dari itu, aku kembali menatap Ano kearah depan. Dan beruntungnya, dia masih tidak menyadari ke hadiranku. Dia kembali asik dengan teman-temannya.
Lantas, aku langsung kembali berjalan menghampirinya. Dan belum sempat aku melangkah, dia serentak memandang kembali ke arahku dengan tatapan panik.
Kami saat ini, saling memaku menatap satu sama lain. Dia menyadari keberadaanku. Namun beberapa menit Ano menatapku. dia langsung beranjak lari menjauh dariku. Teman temannya, memandang heran kejadian itu.
Sontak aku langsung mengejarnya, dia tampak cepat berlari di tengah trotoar yang tidak terlalu ramai.
“Ano,” seruku kencang sembari terus berlari mengejar tubuhnya yang melangkah tidak kalah kencangnya dariku.
Sesekali dia menatap ke arahku panik. Entah apa yang ada di dalam pikirannya, dia sepertinya benar-benar melakukan kesalahan besar akhir-akhir ini.
“Berhenti,” seruku kesal.
Ano berlari semakin kencang, dia menghiraukan semua seruanku. tidak ada penghalang untuk Ano berlari. Dengan gesitnya iya langsung berbelok menuju gang sempet pemukiman warga.
Sepertinya Ano saat ini berusaha mengecohku dengan kelokan-kelokan gang sempit.
Keringatku mulai bercucuran, nafasku tersengal-senggal. Tubuh Ano masih jauh untuk bisa aku capai. Tidak ada waktu rasanya diam dan beristirahat, jalanan yang sempit ini begitu rumit. sehingga jika aku tidak terus mengejarnya, bisa jadi dia lolos dari kejaranku saat ini.
Jalanan gang yang sangat padat penduduk ini tampak senggang, seperti tidak ada kehidupan di sini. Namun, dengan semangat, aku terus memaksa kaki agar tetap berlari mengikuti arah Ano berlari.
Keheningan malam ini telah kalah dengan riuhnya gertakan hati dan pemikiran. Aku berlari dengan sungguh sungguh, tidak terima rasanya kehilangan jejak Ano.
Samar aku melihat perempatan jalan di hadapan Ano. Awalnya dia tampak kebingungan harus memilih jalan yang mana. Namun tidak mau aku mendekati tubuhnya, dia langsung berlari kearah jalan kanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
langkah si anak pecundang (Selesai)
Teen FictionWARNING!! ❗⚠️ Cerita ini mengandung tragedi yang cukup dalam. Tidak di sarankan untuk yang mempunyai penyakit jantungan. Cerita ini, mungkin bisa di baca, sekali duduk saja. [Budayakan follow sebelum baca] Giwang Nasution, pemuda yang berasal dari...