"Tidak, aku rasa waktunya sudah habis, Sayang...jangan membuatku menunggu lagi,"
Yeonjun tidak main-main dengan ucapannya. Pagi ini memang dia masih mengikuti 'permainan' dan sarapan bersebelahan, berbincang serta melakukan pekerjaan di dapur bersama Karina. Seolah pagi ini dia memberikan yang terbaik dalam 'permainan' itu, bahkan Yeji pun sampai cemas. Apakah Yeonjun benar-benar berubah dalam semalam? Apakah Yeonjun marah padanya? Atau Yeonjun jadi jatuh hati dengan Karina? Tapi kecemasan Yeji terjawab saat mereka menginjakkan kaki keluar villa, Yeonjun menarik tangan Yeji tepat di depan mata Karina.
Karina tertegun melihat Yeji yang hanya bisa menatap diam ke belakang dengan ekspresi cemas. Cemas melihat bagaimana reaksi Karina melihat Yeonjun tiba-tiba malah menariknya, pulang duluan. Hyunjin hanya berdiri diam di samping Karina, menatap nyalang pada sepasang kekasih yang menaiki taksi yang sudah dipesan Yeonjun.
Setelah taksi yang dinaiki Yeonjun dan Yeji pergi, Hyunjin pun berbalik, berencana mengambil tasnya namun dia melihat airmata menetes ke pipi Karina. Hyunjin pun berhenti, menarik nafas panjang karena di sini bukan Karina saja yang merasa hatinya patah. Karina terdiam saat merasakan telapak tangan besar Hyunjin mampir di pucuk kepalanya.
"Sudahlah. Itu memang faktanya ...,"ucap Hyunjin. Karina masih belum menjawab.
"Mereka pacaran," sambung Hyunjin lagi. Saat itu sebuah isakan lolos dari bibir Karina. Hyunjin pun berbalik kembali saat menyadari isakan itu berubah menjadi sedu sedan. Apakah sesakit ini bagi Karina? Ah tentu saja. Dia dibohongi oleh Yeji, jelas dia syok dan kecewa.
"Aku pikir Yeji menyukaimu. Aku bodoh sekali merencanakan double date ini. Aku bodoh sekali tidak sadar akan hubungan mereka. Padahal kalau dipikir-pikir, jelas sekali tatapan Yeonjun berbeda. Aku bodoh sekali. Aku ... aku kesal dipermainkan ... dibohongi ... tapi aku lebih kesal karena aku pasti membuat Yeji kesulitan. Jika saja aku tau dari awal bahwa mereka pacaran, aku tidak akan mengejar Yeonjun Oppa ...," tangis Karina.
Hyunjin tertegun. Karina bukan menangis dan marah karena dibohongi. Lebih dari itu, dia menangis karena dia membayangkan bahwa Yeji selama ini kesulitan. Gadis ini sangat baik.
Lagi, Hyunjin ingin mengulurkan tangannya menarik Karina namun dia teringat kesalahannya dulu. Melihat seseorang menangis, lalu berakhir di ranjang, membuatnya kehilangan kekasih yang sangat dia cintai. Dia tidak bisa lemah lagi melihat airmata perempuan. Akhirnya tangan Hyunjin hanya bisa mengusap-usap kepala Karina. Berdiri diam di sana sampai Karina puas menangis.
"Apa kau kecewa pada mereka?"tanya Hyunjin di perjalanan dari vila ke bandara. Karina menggeleng.
"Aku lebih kecewa pada diriku ...,"jawab Karina sambil menatap pemandangan di luar jendela mobil.
"Memang aku agak kesal karena terlihat bodoh. Tapi aku yakin Yeji tidak berniat mempermainkanku."
"Kau benar. Yeji memang salah tapi niatnya bukan mempermainkanmu."
"Kau pengertian sekali padanya? Katakan padaku...apa kau menyukainya? Karena aku bisa melihatnya dimatamu." Karina menoleh pada Hyunjin disampingnya.
"Jawabannya bisa kau tentukan sendiri," jawab Hyunjin, kali ini dia yang melihat ke luar jendela.
***
Sejak hari itu, mereka semua kembali dalam kesibukan masing-masing, entah itu siklus tur dunia, jadwal comeback, dan acara penggemar yang tiada henti. Hidup mereka pada kenyataannya bukan milik mereka sendiri, melainkan ditentukan oleh tuntutan karier dan harapan jutaan penggemar. Keempatnya tidak memiliki waktu untuk larut dalam akhir double date yang menyedihkan. Mereka semua kini terpisah oleh zona waktu dan jadwal perjalanan yang padat.
Namun, hubungan Yeji dan Yeonjun semakin awet dan mendalam. Yeonjun punya caranya sendiri untuk membuat Yeji merasa disayangi. Sikapnya yang penuh perhatian, caranya membahagiakan sang kekasih dengan berkendara larut malam melalui jalan-jalan Seoul yang sepi, malam-malam yang dihabiskan bersama di apartemennya, berbagi cerita, dan keheningan nyaman yang terjadi setelahnya—setiap momen menambah lapisan pada ikatan yang mereka bangun. Yeji merasa semakin tertarik ke dalam dunia Yeonjun seakan tidak ada lagi jalan keluar.
Selama beberapa saat, Yeji berhasil menyingkirkan Hyunjin dari benaknya. Kenangan tentang apa yang pernah mereka bagi, hubungan yang dulu tampak tak terpisahkan, memudar begitu saja. Yeonjun menjadi tempat teramannya, sosok yang konstan di dunia yang terus berubah di sekitarnya. Yeji membiarkan dirinya percaya bahwa dia terus maju, bahwa hatinya telah pulih.
Namun, hati punya caranya sendiri untuk mengingatkannya tentang kebenaran yang ia coba kubur.
Suatu malam, saat Yeji duduk di apartemen Yeonjun sambil memeluknya, sebuah lagu mengalun lembut dari perangkat elektronik yang terletak di atas nakas. Itu adalah lagu yang pernah dia dan Hyunjin dengarkan bersama, melodi yang menyimpan banyak kenangan. Bunyinya membawa semuanya kembali—cara Hyunjin menatapnya, saat-saat hening yang mereka lalui bersama, dan janji-janji yang tak terucap di antara mereka.
Hati Yeji menegang, kerinduan yang menusuk menembus rasa puas yang telah dia temukan bersama Yeonjun. Dia menyadari, dengan rasa bersalah dan bingung, bahwa dia belum sepenuhnya melupakan Hyunjin. Perasaan yang dia pikir telah dia tinggalkan masih ada di sana, terkubur dalam-dalam tetapi tidak terlupakan.
Saat Yeonjun memeluknya erat, tanpa menyadari kekacauan di dalam dirinya, pikiran Yeji melayang ke Hyunjin. Dia masih bisa mengingat bagaimana mata Hyunjin berbinar saat berada di dekatnya, bagaimana dia bisa membuatnya tertawa seperti yang lain. Kenangan itu, yang dulu manis, sekarang terasa seperti beban yang belum siap dia pikul.
Pada hari-hari berikutnya, Yeji mendapati dirinya terjebak di antara dua dunia. Di satu sisi, ada Yeonjun, yang memperlakukannya dengan kebaikan dan cinta yang telah dia hargai. Di sisi lain, ada Hyunjin, masa lalu yang tidak pernah sepenuhnya pudar. Yeji berjuang dengan perasaannya, terpecah antara kehangatan dari apa yang dia miliki sekarang dan gema yang tersisa dari apa yang telah hilang darinya.
Perjalanan malam dengan Yeonjun berlanjut setiap mereka memiliki waktu luang, percakapan di apartemennya semakin dalam, tetapi hati Yeji tidak lagi damai. Setiap kali tersenyum pada Yeonjun, dia bertanya-tanya apakah dia bersikap adil pada pria itu. Dia bertanya-tanya apakah dia bisa benar-benar memberikan seluruh dirinya pada Yeonjun saat sebagian dirinya masih terikat pada orang lain.
Baru pada suatu malam ketika dia sendirian, merenungkan semua yang telah terjadi, dia menyadari kebenarannya: hatinya belum selesai. Ada beberapa bagian yang masih berserakan, milik Yeonjun dan Hyunjin, dan sampai dia bisa mendamaikan perasaan itu, dia tahu dia tidak bisa sepenuhnya berkomitmen pada salah satu dari mereka.
Saat dia melihat ke luar kota, lampu-lampu berkelap-kelip seperti bintang, Yeji tahu dia harus membuat keputusan. Sudah waktunya untuk menghadapi kebenaran yang selama ini dia hindari, untuk mengakui cinta yang dia miliki untuk Yeonjun dan Hyunjin, dan untuk menemukan cara untuk menyembuhkan bagian-bagian hatinya yang masih hancur.Jalan di depan tidak akan mudah, tetapi Yeji tahu dia tidak bisa terus berpura-pura. Sudah waktunya untuk menghadapi masa lalu, untuk memutuskan di mana hatinya benar-benar berada, dan untuk mencari tahu apakah dia benar-benar dapat melepaskan cinta yang tidak pernah berakhir.
A/N:
Finally update!!!!! Siapa yang nungguin dan kangen ff ini? Maaf ya aku anggurin lama banget. Aku janji aku bakal selesein ini, serius! Dan gimana menurut kalian part ini? Ketauan kan, Yeji masih belum selesai. Menurut kalian gimana ayo? Kita jadiin Yeji sama Yeonjun, atau Hyunjin? Atau sama yang lain aja? Hehe.
YOU ARE READING
Dear You
Fanfiction"Why you still my remedy?" - Hyunjin. "I will never let go what's already mine," - Yeonjun "Is this a love game for you?" - Yeji Complicated love triangle between 4th generation idols.