22. Kali ini saja

1.8K 97 7
                                    

***

Arabel dapat merasakan usapan lembut di pipinya yang membuat perempuan itu perlahan membuka mata yang semula terpejam. Pandangannya yang agak kabur semakin jelas, hingga ia dapat melihat jelas wajah Elang yang tengah menatap intens dirinya. Arabel sontak menjauh, ia memundurkan kepalanya agar Elang tidak lagi dapat menyentuh wajahnya.

"Ayo turun, kau harus beristirahat sekarang," ucap Elang dengan nada tenangnya. Pria itu terus memperhatikan Arabel hingga membuat wanita itu sedikit risih.

Mata Arabel beralih menatap sekelilingnya, dari balik kaca mobil ia dapat melihat sebuah rumah besar yang sama sekali tidak Arabel kenal bahkan lihat sebelumnya. Rumah itu di kelilingi pagar tinggi dengan pintu gerbang berwarna hitam, yang terdapat aksen berbentuk lingkaran di tengahnya.

Rumah ini seperti terletak sangat jauh dari jalan raya, karena Arabel melihat kebun teh yang sangat luas di pinggir jalan tempat mobil Elang terparkir walaupun saat ini langit sudah gelap.

Arabel kembali melihat Elang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Arabel kembali melihat Elang. "Kau membawaku kemana? Aku ingin pulang ke apartemen ku." Arabel menolak dengan tegas. Wanita itu memberontak dan berusaha membuka pintu mobil yang terkunci. Dia tidak bisa lagi bersama Elang, karena Arabel tahu, dia akan kembali luluh jika Elang terus berada di sekitarnya, dan itu akan semakin menyulitkan Arabel nantinya.

"Gedung apartemenmu di penuhi wartawan, kau tidak akan bisa melewati mereka. Mau tidak mau kau harus tinggal sementara disini." Elang mencoba memberi pengertian, pria itu menatap hangat ke arah adiknya. Turut prihatin dengan kejadian yang menimpa Arabel.

Arabel terkekeh sinis, ia merasa lucu dengan sikap Elang yang tiba-tiba kembali baik dengannya. "Aku bisa cari tempat tinggal lain, aku sudah tidak sudi berada di sekitarmu!" Arabel berucap penuh dendam.

"Dimana kau akan mencarinya?" Elang menjawab telak. Benar dimana Arabel akan mencari tempat itu? Sedangkan untuk keluar dari apartemen pun ia harus menunggu waktu yang tepat. Meminta bantuan Kriss? Arabel rasa tidak mungkin, bukankah peringatan ibu temannya itu sudah menjadi pengahalang bagi dirinya untuk tidak kembali menghubungi pria itu.

Melihat keterdiaman Arabel membuat Elang kembali bersuara. "Kau harus sedikit menurunkan egomu Arabel, kali ini saja ikuti perkataanku. Tidak ada yang bisa membantumu kecuali aku sekarang. Ingat, kau tidak memiliki siapa-siapa. Setelah semua reda, kau bisa pergi, aku tidak akan menahanmu lagi." Pria itu beralih menggenggam tangan Arabel, meyakinkan perempuan itu bahwa hanya dirinya saat ini yang bisa ia andalkan.

Arabel sedikit tersentak ketika Elang menggenggam tangannya, seperti biasa, terasa hangat. Jika Elang tidak pernah melakukan hal buruk padanya, mungkin Arabel dapat langsung percaya, tapi apakah ucapan pria itu dapat ia pegang kembali, setelah semua yang terjadi. Arabel bahkan masih meyakini jika kakak angkatnya itulah dalang dari semua kekacauan ini.

Dengan kasar Arabel melepaskan genggaman pria itu. "Aku sudah tidak dapat mempercayai ucapanmu setelah semua yang terjadi!" Bisakah pria itu berhenti mempermainkan dirinya seperti ini, sikap Elang selalu berubah setiap saat.

"Aku hanya menyediakan tempat tinggal untukmu sementara Arabel, memangnya apa yang bisa aku lakukan di sana? Aku juga tidak akan datang kesini setiap saat karena beberapa wartawan juga pasti akan mengikuti diriku. Kau tidak perlu khawatir tentang apapun." Elang mengusap lembut kepala Arabel, terlihat sangat menyayangi adiknya itu, entah ini hanya pura-pura atau Elang memang benar bersikap baik.

Mata Arabel melihat ke arah Elang, pria itu terdengar sangat tulus sekarang. Tapi apakah ia dapat memegang ucapannya dan tidak lagi menyakiti Arabel. "Aku-"

"Aku tidak akan pernah menyentuhmu lagi jika itu yang kau khawatirkan." Elang menambahkan. Pria itu bahkan melontarkan semua kalimat tadi tanpa ragu.

Sementara Arabel masih berperang dengan pikirannya. Jelas hati Arabel sangat meyakini semua perkataan Elang barusan, tapi otaknya tiba-tiba memutar semua ingatan buruk yang pernah Elang lakukan pada dirinya. Bisakah Arabel mempercayai pria itu semudah ini, setelah betapa kejamnya Elang memperlakukan dirinya.

"Kau bisa tinggal di sini semalam saja, besok kau putuskan, mau tetap disini atau mencari tempat lain." Elang masih berusaha, mata Elang terlihat menatap Arabel prihatin, tapi kenapa Arabel merasa jika pria itu tengah mengejek keadannya.

"Kali ini saja, percaya padaku Arabel," Ucap Elang bersungguh-sungguh.

Dengan sentakan kasar Arabel menepis tangan Elang. "Kau pikir aku akan semudah itu menuruti perkataanmu?!" Perempuan itu berteriak nyaring. Perasaan sedih, kesal, marah, dan juga kecewa yang ia pendam sejak kejadian kemarin semakin menumpuk hingga ia tidak lagi bisa menahannya sekarang.

Dan sebenarnya drama apa lagi yang pria itu mainkan sekarang? Tidak bisakah Elang menunjukkan wajah aslinya saat ini, Arabel sudah sangat muak menghadapinya. Berpura-pura baik dan mengulurkan tangan untuk membantu Arabel? Rasanya ia sudah tidak sudi lagi menerima hal itu walaupun jika saat ini nyawanya berada di ujung tanduk. Lebih baik ia mati dari pada harus kembali memberi makan ego kakaknya yang kerap menarik ulur dirinya.

"Buka pintunya sekarang!" Titah Arabel marah. Ia harus segera pergi dari sini atau dirinya akan kembali luluh dengan bujukan Elang. "Bajingan! Kubilang buka pintunya!"

Raut wajah Elang yang semula tenang berububah mengeras dalam sekejap mata, rahang pria itu terlihat semakin tajam dengan tatapan matanya yang mengerikan. "Kau memang lebih suka aku bertindak kasar Arabel!" desis pria itu tajam.

Tanpa disangka Elang membuka kunci mobilnya, dan pria itu langsung keluar dari mobil. Arabel yang melihat kesempatan itu langsung membuka pintu itu dengan cepat. Tapi ketika kakinya baru saja menginjakan tanah, tubuhnya langsung ditahan oleh Joe yang ternyata sudah menunggu mereka di samping mobil. Arabell bahkan tidak menyadari kedatangan pria itu kemari.

Arabel tersentak kaget, ia memberontak keras. Matanya menatap Joe dengan tatapan memelas, seolah meminta pria itu untuk membantunya kabur dari Elang. Tapi Joe hanya menggeleng pelan, pria itu tidak dapat berkutik di hadapan Elang sekarang.

"Kau lebih aman disini." Hanya itu yang keluar dari mulut Joe, sementara tangannya semakin kuat menahan tubuh Arabel yang hendak kabur.

"Kali ini saja, tolong aku," ucap Arabel memelas, ia berharap Joe ada di pihaknya sekarang.

Joe menggeleng. "Maafkan aku."




Sang SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang