8. Perjodohan

10.8K 384 19
                                        

Kalau ada typo bilang

Untuk beberapa chapter yang sengaja aku potong udah aku publis full yaww, jangan lupa baca ulang!

***

"Gris, bagaimana jika kita mulai pembahasan soal pertunangan antara Elang dan Ariana?"

Sontak pegangan tangannya pada sendok kecil yang tengah memotong Mango cheese cake terlepas. Arabel terbelalak kaget mendengar ucapan Jordan, tapi buru-buru ia menetralkan raut wajahnya, dan tersenyum canggung karena semua orang menoleh kearah dirinya.

"Maaf, tanganku licin."

Semua ini di luar dugaan Arabel, bagaimana mungkin mereka dijodohkan, padahal Elang sendiri sangat menentang adanya sebuah pernikahan. Lagi pula ia rasa hubungan Elang dan Ariana hanya sebatas teman masa remaja, dan semakin merenggang saat usia mereka bertambah.

Tapi melihat respon Elang yang biasa dan terkesan santai, membuat Arabel yakin jika pria itu sudah mengetahui rencana ini. Lalu kenapa Elang tidak memberitahunya sama sekali, bahkan topik tentang perjodohan tidak pernah keluar dari mulut kakaknya.

Selanjutnya bagaimana hubungan Arabel dan Elang? Apakah akan usai setelah ini.

Dadanya terasa sesak ketika membayangkan pria itu bersanding di pelaminan dengan wanita lain, lalu semua yang ia korbankan selama ini akan sia-sia? Bahkan ia sudah menyerahkan seluruh jiwa raganya pada Elang, dan hanya rasa sakit yang pria itu torehkan selama ini sebagai balasan.

Tidak cukupkah Elang yang tidak mencintainya, lalu sekarang ia harus melihat pria pujaannya bersama wanita lain?

Saat Arabel menoleh kearah Elang, pria itu hanya menatap diam kearahnya. Seolah semua ini bukan apa-apa. Apakah benar-benar tidak ada ruang untuk Arabel di hati pria itu?

Apakah ini pertanda jika Arabel benar-benar harus mundur atas cintanya?

Jika memang benar seperti itu, mau tidak mau Arabel harus pergi. Meninggalkan semua kisah cinta sepihaknya. Dan mengubur semua harapannya yang masih abu-abu.

"Ra...." Ela mengelus pelan punggung tangan Arabel. Mencoba memberi sedikit kekuatan untuk sepupunya.

"Ak-Aku baik-baik saja." Arabel merasakan tenggorokannya tercekat. Ia menahan laju air matanya yang hendak terjun kebawah, dengan sedikit mengadah keatas.

"Mau pergi dari sini?" tawar Ela yang siap mengantarnya kemanapun. "Aku akan membuat alasan, agar kita bisa pergi."

"Tidak perlu," bisik Arabel lirih.

"Kau semakin sakit hati jika mendengar ocehan mereka Ra, hatimu jauh lebih penting sekarang." Ela merasa kesal ketika melihat Arabel yang pura-pura kuat seperti ini.

Ela juga merasa sedih dan terkejut secara bersamaan. Bagaimanapun ia tau suka duka yang Arabel lewati selama ini. Dan betapa besar keinginan wanita itu agar Elang bisa membalas semua perasaannya.

"Sebentar, aku hanya ingin memastikan lagi. Mungkin kita salah mendengar tadi." Arabel melepas genggaman tangan Ela yang hendak menyeretnya pergi.

Ela menganga tidak percaya. "Apa? kau bahkan berfikir jika semua ini tidak nyata."

"Ela sebentar saja, setelah ini kau bebas mau mebawaku kemana." Suara Arabel terdengar sangat lirih, ia juga tidak mau jika Iris mendengar semua pembicaraan mereka.

Akhirnya Ela mengalah. Perempuan itu kembali duduk, dan memperhatikan dua sejoli yang asik menggenggam tangan. Lebih tepatnya Ariana yang sejak tadi memegang tangan Elang. Bahkan sejak tadi pun ia sudah gemas ingin mencakar dua manusia itu, apalagi Elang yang sepertinya tidak memikirkan perasaan Arabel sama sekali.

Sang SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang