Song of this chapter: A Thousand Years by Christina Perri.
Jane mengurung dirinya di kamar, tepat di ujung kasur dekat jendelanya ia duduk— memandang ke luar, tempat dimana ia merasa bebas, tidak ada tekanan dari Ayahnya ataupun keluarganya. Pikirannya terbawa arus angin malam yang membelai lembut kulit halusnya, menusuk masuk ke pori-pori yang tertutup menjadi lebih rentan terhadap debu-debu kecil yang belakangan membuat benjolan jerawat kecil.
Jane menghela napas, merapatkan blazer cokelatnya hingga serat-serat kainnya melebar kendur. Ia ingin lari, tapi kakinya seolah dipasung— memaksanya untuk tetap berdiam diri dan menunggu takdirnya di gereja besok. Tempat dimana ia akan diserahkan kepada Duke itu— pada keluarga yang menguasai parlemen bangsawan, pada keluarga yang kacau karena menuntut image bagus dari setiap sudut yang terlihat. Dan Jane akan masuk menutupinya. Menutupi celah itu dengan menikahi Harry.
Tanpa sadar airmatanya lepas dari kedipan kasar. Meluncur mulus sampai ke tepi bibir atasnya yang terbungkus gincu cherry. Jane menunduk, mengusap tangannya yang terasa dingin di musim semi— di musim yang biasanya penuh dengan mekaran bunga dan pohon-pohon, musim yang seharusnya bisa menghangatkan hati setiap manusia kini menjadi musim paling menyebalkan untuk Jane.
"Aku benci diriku sendiri." Gumaman nya tertelan isak pelan tangisannya sendiri. Ia berkali-kali memukul pahanya dan menangis menunduk menyesali takdirnya sebagai putri bangsawan, putri seorang Viscount kolot Paul McClean.
-:-
"Astaga! kau sangat cantik, Lady Jane." Nona Pho memberi polesan blush on untuk yang terakhir kalinya. Wanita separuh Vietnam ini merapikan penutup wajah yang dipakai Jane agar lebih tertata sempurna. Dari kain tulle yang transparan menutupi wajah Jane, sangat terlihat kalau ia memberi raut wajah sedih bagai tawanan yang putus asa ketika dijatuhi hukuman mati. Bukan— bahkan Jane lebih menginginkan dirinya mati daripada menikah dengan orang yang tidak dicintainya.
Gereja Westminster Abbey, London.
Para tamu undangan kalangan atas ini berdiri. Menoleh ke belakang dimana Jane berjalan membawa seikat bunga hydrangea putih bersama Ayahnya di sampingnya— menggenggam tangannya. Ia sangat gugup, sesekali ia menarik napas dalam agar tidak membuat tubuhnya bergetar dan oleng. Ia berjalan anggun dengan gaun yang menjuntai menyapu lantai— di sana, sejauh dua meter tepat di depan matanya Harry dengan tuxedo hitam dan kemeja putihnya sedang berdiri menanti Jane. Lelaki itu nampak gagah menanti Jane datang dan menyerahkan tangannya untuk digenggam, dalam hati pria ini mungkin berpikir bahwa tak kan ada lagi yang bisa menandingi kecantikan wanita bermahkota yang sedang berjalan di depannya. Lihat gaya rambut yang hanya diikat ke samping kanannya, lihat tatanan make up yang begitu sederhana melekat pada wajah Jane, lihat gaun yang begitu pas dipakainya— semuanya hanya terlalu indah. Harry terlalu sulit menafsirkan keindahan wanita yang hari ini akan menjadi Istrinya.
Jane sampai tepat di depan Harry— di satu tangga lebih rendah dari Harry. Paul yang berada di samping Jane menyerahkan tangan anak perempuannya untuk digenggam Harry dan berjalan menghadap pendeta setelah pendeta itu sendiri memberi kalimat-kalimat pada Paul apakah ia bersedia jika anaknya diserahkan pada Harry Styles, paul tentu menjawab ya. Jane terlihat sangat-amat gugup saat Ayahnya duduk meninggalkannya. Di depannya kini hanya ada pendeta dan orang pembawa cincin— bibi dari Harry.
Sang pendeta berkhotbah selama tiga menit tentang bagaimana menjalin rumah tangga dan mengasihi pasangan satu sama lain. Dan tiba saatnya hal yang paling sakral dimulai. Saat sang Pendeta menghadap Harry dengan al-kitab di tangannya, "Kepada saudara Harry Styles maukah saudara menerima wanita ini sebagai Istri yang dijodohkan oleh Tuhan dalam pernikahan yang kudus? Maukah saudara mengasihi dia, menghibur dia, menghormati dan memelihara dia baik pada waktu sakit maupun pada waktu dia sehat, serta melupakan orang lain tetapi hanya mengasihi dia saja, selama saudara berdua hidup di dunia ini?"
Harry mengambil napas pendek, lalu menjawab, "Ya, saya mau."
Pendeta memberi pertanyaan yang sama pada Jane, detik itu juga Jane berkhayal bagaimana jika ia mengatakan tidak dan lari meninggalkan gereja ini. Sudah pasti seluruh dunia akan menggunjing keluarganya dan mencari dirinya sampai ketemu— hidup atau mati.
Jane menahan napas, sang Pendeta menunggu sedangkan Harry menoleh ke arahnya. "Y-ya, saya mau."
Gelak tawa anggun nun bahagia keluar dari mulut para bangsawan yang memenuhi gereja tempat Prince William dan Princess Chaterine diadakan dulu. Semuanya bergembira, terlebih Anne Styles— Ibu dari Harry yang mengelap sudut matanya dengan tissue karena terlalu terharu. Ini benar-benar babak baru bagi kehidupan Harry.
Kembali pada sang pengantin yang kini bertukar cincin. Harry menatap Jane lekat saat jari manisnya terpasang cincin emas, pria itu tak henti mengagumi betapa cantiknya Jane dengan balutan gaun pengantin. Ia baru pertama kali bisa merasakan aura kebaikan dari seorang gadis— yang nantinya mungkin akan tersakiti, Harry tidak tau tapi ia tidak terkontrol, ia seorang yang brutal, egois dan keras kepala namun juga punya rasa bersalah.
Kain penutup wajah Jane dibuka Harry, lelaki ini makin takjub— meskipun tanpa senyum Jane tetap nampak indah, seperti hamparan bunga tulip di tanah Belanda sana.
Harry menunduk, bersiap mencium bibir Jane. "Ini hanya sebentar, nanti malam kita lanjutkan lagi di ranjang." Bisiknya dengan nada seduktif, Jane bergidik namun tetap membiarkan pria ini mengecup bibirnya sangat singkat. Hanya menempel dan dilepaskan, tapi kesannya seperti ada tanda manis yang tertinggal di sana— di bibir Jane yang kini mengecap rasa dari bibir Harry yang telah menjauh.
Nyanyi-nyaian dikumandangkan. Dengan ini, Jane dan Harry resmi menikah. Jane telah terlepas dari keluarganya dan menjadi seorang Styles, seorang keluarga dari bangsawan kelas atas. Semuanya di luar nalar pikirnya, ia menikahi Harry, menikahi orang asing— orang yang sama sekali tidak dicintainya, ia akan hidup dalam rasa hambar dan kewajiban yang salah. Tuhan tolong anakmu yang seakan telah mati ini.
.
.
.
.
.
Going to late update after this chapter. Maaf banget yah.
Thanks dan silahkan divomments.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT A MAMA // h.s (under editing)
FanfictionHanya ada Prince Harry dan Princess Jane Copyright © 2015 by NamLayli