[14]

376 53 8
                                    

Lelaki ini berbaring menyamping dengan mata terbuka, hembusan napasnya sengaja diperlambat agar tak membangunkan dewi cinta di sampingnya. Ia tersenyum, membelai pipi Jane halus dengan satu tangannya. Jika diingat-ingat, Harry tidak pernah bangun jam lima pagi begini— apalagi demi melihat Jane yang diterangi gemerlap lampu kamar yang begitu sayup.

Ketika ia mendengar lenguhan Jane, ia agak menjauh melepaskan belaiannya. Selimut mereka masih di sana, Harry ingat kejadian paling membahagiakan di hidupnya itu— seperti burung-burung yang melepas penatnya dan membawanya jauh hingga tak bisa kembali, ia sadar bahwa ia lelaki pertama yang bersetubuh dengan Jane. Gadis itu memberikannya ikhlas untuk Harry, dan sudah banyak terhitung bahwa ia makin terpikat oleh Jane. Dia yang akan menjadi Ibu dari anak-anaknya.

Hampir setengah jam, namun posisinya tak berubah. Ia masih betah melihat Jane yang berhadapan dengannya, matanya tetap indah walau tertutup, bibirnya lebih menggoda ketika seperti ini. Oh Tuhan, ia mabuk kepayang.

Sekali lagi Jane melenguh, kali ini sedikit merubah posisinya dan Harry sadar jika Jane akan bangun. Segera saja ia menutup matanya— berpura-pura tertidur saat Jane mengerjap sambil menarik selimut yang menutupi tubuh tanpa busananya. Alisnya mengkerut, jarak yang begitu dekat dengan Harry membuat Jane refleks menjauh dan bangun, membawa serta selimutnya yang tertarik. Jane menggenggam erat selimutnya di bagian atas dada, mengibas rambutnya lalu melihat Harry yang dipikirnya masih tertidur.

Baru saja Jane berpikir untuk beranjak dari kasurnya, tapi urung karena jika ia beranjak dan membawa serta selimutnya— itu akan meninggalkan sesuatu yang memalukan, artinya Jane akan membuat Harry telanjang di tempat tidur. Maka ia mengalah, berjalan tanpa busana mencari pakaiannya di bawah kasur, memakainya kembali dan berjalan ke kamar mandi. Jane belum peka jika Harry yang dikiranya masih tidur kini tersenyum, ia merasa dipedulikan oleh gadis berambut gelap itu— untuk yang kesekian kali, hatinya menghangat karena rasa bahagia.

Di jam berikutnya, saat rambut basah Jane belum disisir, Harry benar-benar tertidur. Meninggalkan Jane di dapur untuk membuat sarapan sendiiri— ini masih jam setengah tujuh, penghuni rumah belum ada yang bangun.

Hidung mancungnya ia arahkan ke sosis yang diletakan bersama bacon dan telur goreng di piring, gadis itu mencium aroma sedap kemudian bersiap membawanya ke kamar— mereka akan sarapan berdua saja. Ini akan menjadi sangat manis, setidaknya itu harapan Jane yang sedang menenteng dua piring. Gadis itu berhenti, menaruh satu piring di nakas, didorong sedikit untuk memberi tempat pada piring satunya. Dilihatnya Harry dari samping ranjang, melihat dia dengan tidur sambil menganga. Oh, sungguh menggemaskan. Jane terkikik tertahan, berjongkok di bawah memperhatikan Harry. Beberapa detik, Jane menempatkan kedua tangannya bersila di kasur— ia masih berjongkok, dengan senyuman karena memandang pria dewasa tapi masih kekanak-kanakan ini. "Kau sebenarnya baik, tau!" Jane berbisik, memajukan dagunya kemudian menutup mulutnya karena tertawa.

Jane merasa terhibur, hanyut dalam kenangan bagaimana kesannya dulu terhadap Harry. Jane ingat saat Harry melarangnya jatuh cinta, lalu berlagak sebagai orang yang sok kenal karena berbicara tentang jerawat Jane. Dia terkikik senang kembali, kemudian bangkit untuk mengambil teh yang masih tertinggal di dapur. Langkahnya sangat ringan.

Pria itu mengerjap, tapi karena masih mengantuk ia tak kunjung bangun. Harry memeluk bantalnya, mengecap-ngecap mulutnya seperti anak balita yang lucu. Di beberapa menit kemudian Jane hadir membawa tehnya— ada dua, ia kembali meletakannya di nakas. Tepat saat itu pula, Jane melihat tingkah menggemaskan Harry. Ia menggeleng-geleng dalam hitungan lamban, tangannya berayun mengarah pada tubuh Harry. Menggucangkannya beberapa kali sampai ia membuka mulut dan bilang, "Ada apa? Aku masih mengantuk." Suaranya serak— terdengar seksi.

"Aku membuatkanmu sarapan, bangun!" Jane mengguncangkan tubuh Harry lebih kuat, Harry melenguh merenggangkan badannya.

"Sarapan? Kau membuatkan untuku?" Lalu dia menjawab ya dengan anggukan, malu-malu ia melihat tubuh Harry, selimutnya hampir tersingkap. Ia ingin beranjak namun Jane mencegatnya dengan alasan bahwa selimutnya akan memperlihatkan bagian intimnya. Meskipun sempat melihat serta merasakannya, tetap saja Jane merasa tidak -belum- berhak. Ia masih kurang percaya diri.

"Baiklah, ambilkan sebuah celana dalam dan kaus oblong hitamku." Harry terduduk, memberi perintah yang langsung dituruti dengan wajah kesal Jane. Menurut Harry, Jane semakin bertambah imut.

Tanganya melemparkan celana dalam bermotif loreng serta kaus oblong yang Harry minta, "Aku keluar dulu dan kau pakai itu." Jane berteriak, dia melanjutkan setelah berada di luar kamar, "Panggil aku jika sudah selesai!"

Sebelum memakai celana dalamnya, ia menoleh ke arah nakas yang terdapat dua piring berisi paket lengkap sarapan dan dua teh hitam. Senyumnya bergemerlap, mengeruk kebahagian lainnya saat ia bertanya pada dirinya sendiri, "apakah Jane mencintaiku?" Jika benar, hidup Harry tak memerlukan apapun lagi. Tak perlu bantuan Ayahnya untuk masuk ke kantor kejaksaan untuk segera praktek, ia bisa sendiri— sekali-sekali ia ingin menjadi mandiri.

"Aku selesai, Jennifer Styles!" Harry menyeru, melongok pada bagian pintu yang perlahan terbuka. Memperlihatkan Jane dalam cengkraman malu dengan embel-embel Styles di belakang namanya. Ia berjalan mendekat, mengambil satu piring untuk diberikannya pada Harry, "Duduk." Lelaki itu menepuk ranjang di sebelahnya, menyuruh Jane untuk segera duduk.

"Aku benci menurutimu." Meski berkata begitu, Jane tetap mengambil tempat di samping Harry. Lelaki itu menggeser sedikit tempatnya agar Jane tak merasa kesempitan. Satu piring bagiannya ia ambil, garpu dan pisau telah tersedia di sana. Jane memotong sosisnya menjadi dua, melahap satu bagian yang lain secara utuh.

Lelaki itu kembali terpikat, berharap jika hari-hari berikutnya ia akan terbangun dalam suasana seperti ini— melihat Jane yang terlelap kemudian dibuatkan sarapan dan bercengkrama. Ia mengagumi Jane seperti ia mengagumi Pablo Picaso, ia akan lebih senang jika saja orang tua itu hidup di jaman modern ini dan mengatakan hal-hal semacam kekaguman pada kecantikan Jane, sesuatu yang berupa pujian seperti; "Oh! Oh! Lihat dia, sangat cocok menggantikan Mona Lisa!"

Harry tersenyum, memandang Jane sambil mengunyah baconnya. Detik itu juga Jane berbicara, "Bethany pulang ke London hari ini, kau mau menemaniku menjemputnya?" Wajahnya penuh kepolosan, sementara Harry terkejut sampai-sampai berhenti menyuapi bacon ke mulutnya, garpu masih terlahap di sana.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Aku makin seneng deh sama couple Jane Harry kyaaaaaa*fangirling* mereka cocok>_<

Vomments yuk, maaf dikit tulisannya.

NOT A MAMA // h.s (under editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang