Pagi itu di ruang makan keluarga Styles, semuanya berkumpul- mulai dari Ayah, Ibu dan juga Gemma dan Harry yang baru saja berjalan menghampiri mereka dengan masih mengenakan piama. Dalam langkahnya ia sesekali mengucek matanya yang masih terasa belum segar, kemudian ia menarik kursi di depan Ibunya- di samping kakaknya.
"Morning," ucap Harry malas. Ia mengambil sandwich yang hanya berisi sosis miliknya.
"Mana Jane?" Ayah Harry bertanya, semuanya menoleh pada Harry seakan menanyakan hal yang sama.
"Sebentar lagi turun."
Suara bel pintu terdengar, semuanya saling beradu pandang karena bingung siapa yang datang di jam delapan pagi begini? Harry segera mengambil keputusan, ia bangkit dari kursinya, "biar aku yang lihat."
Tak selang beberapa detik Harry pergi menuju pintu depan, Jane muncul dengan tampilan segar. Gaun terusan berbahan katun dengan motif bulatan cokelat yang dipakai Jane nampak pantas dipandang di pagi hari. Jane berjalan tertunduk, menyapa keluarga ini dengan aura canggung dan duduk di depan Gemma.
"Bagaimana malam mu, sayang?" Anne- Ibu Harry bertanya sambil memberikan satu potong roti ke piring Jane.
Pupil mata Jane bergerak, ia menunduk tapi tetap menatap Ibu yang kini jadi mertuanya, "b-baik."
"Sepertinya kau sangat dimanja Ayahmu, ya?" Suara dingin itu datang dari Gemma, ia melihat Jane yang bagai kupu-kupu kecil terperangkap di sarang lebah. Entahlah, tapi Jane berpikir bahwa Gemma memberi tatapan sedikit membenci pada Jane?
"T-tidak. Dia tegas pada siapapun di rumah, entah Ibu atau adik lelakiku."
"Sudahlah, Gem. Dia sekarang adik iparmu." Ayah Harry bertingkah bijaksana, sedangkan Gemma mendengus.
"Oh ya, bagaimana dengan Nick Clegg yang berencana menggunakan dana £227 juta yang berasal Deustche Bank untuk membeli peralatan kesehatan itu? Apa akan dimusyawarahkan juga?" Gemma memulai pembicaraan kembali.
"Tentu," pria tua ini meminum kopinya. "Dia tak bisa seenaknya meskipun Wakil Perdana Menteri."
Obrolan terus berlanjut dengan bagaimana Pemimpin Partai Buruh- Ed Miliband kalah dari David Cameron di periode tahun ini. Jane sama sekali tidak tertarik dengan obrolan politik, sungguh. Dia tak mengerti dengan sistem monarki negara ini, dari mulai parlemen yang bersebrangan namun tetap dipersatukan, simbolis Kerajaan yang tak berguna- maksud Jane, jika yang memimpin negeri ini adalah Perdana Menteri, untuk apa ada Ratu yang hanya melambaikan tangannya ke publik? Kenapa sistemnya tidak diubah seperti kerajaan-kerajaan di Timur Tengah saja? Dia perlu bertanya pada Harry mungkin- eh tunggu, dia tidak ada di sini?
"Permisi, Harry tidak-"
"Dia sedang ke depan, Sweety. Melihat tamu." Pertanyaan Jane diserobot oleh Ibu mertuanya, pipi keriput wanita itu kendur meski senyum tulus disunggingkan untuk Jane.
Di rumah yang sama, Harry menatap gadis di depannya. Dengan gayanya yang sok detektif, ia bersandar pada bingkai pintu dan bertanya sembari menaikan satu alisnya, "siapa kau?"
Gadis di depan Harry diam, tingginya yang mungkin sama dengan Harry membuat Harry berpikir bahwa gadis ini adalah model celana dalam- dilihat dari betapa sempurna bentuk tubuhnya- maksud Harry, gadis ini langsing, tinggi dan ah semuanya sempurna. Sepertinya nikmat untuk ditiduri, pikir Harry.
"Aku Bethany, teman dari Lady Jennifer."
Gelagatnya tanpa curiga, Harry mengangguk sambil berkata "oh" dengan nada panjang. Belum sempat ia menjabat tangan Bethany untuk berkenalan, di belakang gadis ini terlihat pria gagah berjalan menghampiri. Tak perlu waktu lama untuk Harry menunggu penjelasan dari Bethany siapa pria yang menggunakan kemeja denim itu, ia tau dan ingat- pria itu pacarnya Jane yang waktu itu diusir pulang oleh Ayah Jane. Miris.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT A MAMA // h.s (under editing)
FanfictionHanya ada Prince Harry dan Princess Jane Copyright © 2015 by NamLayli