Mereka masih dalam gelap yang membungkus dunia, di malam yang sama saat Harry mendapatkan senyum ketulusan dari wanita yang belum dewasa. Tapi taukah dia bahwa Jane telah memberi segenggam kepercayaan padanya?
Jane mendongak, melihat warna mata Harry yang tak terlihat hijau di kegelapan. Kakinya yang tadi melangkah kini terdiam, memegang jas hitam yang Harry berikan untuk punggung Jane. Tapi lelaki itu masih bersikap enggan untuk peduli pada perasaan Jane yang menghangat di malam yang berangin.
Mereka melangkah kembali, dalam diam yang menyamarkan anomali. Memberi sejumput pikiran peduli serta mematikan rasa benci yang kini tak menimpali.
Kembalinya mereka dalam percakapan, meski hanya ucapan terimakasih yang terlontar dari mulut penuh kabut milik Jane. Harry mengangguk, menerima ucapan terimakasih yang masih terasa kaku itu, mungkin seumur-umur ia baru tiga kali mendapatkan ucapan seperti itu dan Jane mengucapkannya dengan tulus. Itu membuat hatinya penuh akan lelehan rasa bahagia. Ia sama sekali tak menyangka jika akan sangat mudah mendapatkan ketulusan dari wanita ini, istri yang belum sepenuhnya menjadi miliknya meski sangat besar keinginan untuk merengkuh keseluruhan diri dari Jennifer McClean.
"Minggu ini aku akan ke USA," ucap Harry melihat bayangan dirinya di depannya.
Lingkaran bola matanya kembali bergerak ke atas, "Untuk?"
"Wisudaku, kau tidak tahu?" Harry mendecih, menatap Jane seolah merendahkan. Selanjutnya ia menatap ke depan, "Aku meninggalkan New York dan berangkat ke London hanya karena pernikahan bodoh ini."
"Kapan kau akan berangkat?"
"Dua hari lagi."
Hening.
"Kau akan merindukanku, tidak?" Tiba-tiba saja kata-kata lugu itu terlontar dari mulut Harry, setidaknya selama memikirkan tentang kepergiannya ke New York, ia benar-benar berpikir apakah Jane akan merindukannya atau tidak.
"Mungkin."
Dan jawaban seperti itu membuat hatinya sedikit lega. Maksud Harry, jika saja Jane mengatakan tidak, ia pasti akan stress. Tunggu dulu... perasaan ini, kenapa harus ada? Untuk apa Harry harus sedih jika Jane tidak merindukannya? Untuk apa juga tadi Harry khawatir mencari Jane sampai ke sungai Thames seperti ini dan menenangkan hatinya yang sedih? Apa jangan-jangan...
"Tidak!" Hentakan katanya membuat Jane terkejut, sedetik kemudian ia merona karena tau teriakan kata tanpa sebabnya membuat gadis yang berjalan di sampingnya bingung. Harry tertawa kikuk, mengkilah bahwa ia hanya terbawa emosi dan tiba-tiba saja berteriak mengatakan itu. Di luar dugaan Jane terkekeh lembut dan ini membuat hatinya yang bahagia makin terasa lebih bahagia. Pria yang akan lulus dari Universitas Colombia ini merasa memenangkan hati Jane.
Suasana kembali hening, memberikan sinar lampu jalanan menyeruak menguning. Jane terhenti bergeming, memperhatikan pria yang kini di sampingnya sebagai pengiring. Perlahan tenggorokannya kian kering, berharap jika untaian kata mampu membuatnya berteriak melengking. "Jika kau kembali dari New York, aku siap hamil."
Malam yang berangin membuat Harry terdiam. Desiran angin yang semakin kencang, nuansa malam dengan lampu neon di sisi jalan serta pemandangan sungai yang tenang benar-benar membuat Harry bergelimpungan dalam rasa bahagia. Kebahagiannya bagai membangkitkan Paul Celan dari mimpi buruknya, lebih dari itu- Harry bahkan bisa membuat penyair Rumania itu tak lagi menulis kata-kata miris.
"Terimakasih, Jane."
I will be waiting, I will be trying
Don't tell me you leave me for my sake
If you love me
If we share the same mind
Please stay my heartUntil it beats.
-:-
"Hah, kau serius? Jangan terburu-buru, Jane." Lengkingan suara Bethany dari sambungan telepon membuat Jane sedikit menjauhkan telenganya dari telepon genggam. Ia berpikir kembali, tapi tetap yakin.
"Tidak apa-apa, memang sudah kewajibanku sebagai istri, kan?"
"Benar juga, sih. Oh ya aku akan berangkat ke New York! Ada fashion show dari brand terkenal mengontraku! Ya ampun aku senang sekali, Jane!"
Jane ikut senang walaupun jarang bertemu dengan Bethany, "Brand apa?"
"Vercase, akan berangkat besok pagi-pagi sekali."
Mengingat tentang pembicaraan mereka, Jane teringat Harry. Baru tadi pagi ia telah berangkat ke New York, "Baguslah kalau begitu! Seharusnya kau ikut ajang Miss Universe, Beth."
"Haha kau bercanda? Aku sama sekali tak memikirkannya. Mengikuti Miss England saja tidak pernah terpikirkan."
"Aku serius, kau cantik dan cerdas. Mirip Stefania Fernandez."
"Oh Miss Universe tahun 2009 dari Venezuela itu ya?"
Jane mengangguk, "Iya."
"Kalau dipikir-pikir kau juga pantas, Jane."
"Lelucon lucu, Beth. Tinggiku hanya 165 cm."
"Hey, kau ingat Olivia Culpo? Pemenang Miss Universe paling cantik sepanjang abad modern ini."
Ah ya, Jane ingat. Bethany dan dirinya terbiasa mengikuti berita seputar Miss Universe seperti ini.
"Tingginya juga hanya 165 cm. Mirip denganmu. Lagipula Ayahmu mengenal Donald Trump, kan?"
Teriakan dari bawah tangga terdengar. Perlahan teriakan dan langkah kaki itu kian dekat, dan banar saja saat Ibu mertuanya mengetuk pintunya pelan.
"Beth, nanti kutelepon lagi ya. Hati-hati untuk besok."
Wanita ini bangkit dari ranjangnya, menguncir rambutnya asal sebelum membuka pintu dan melihat Ibu mertuanya sudah berdiri membawa kotak susu.
"Ada apa?"
Anne menyodorkan kotak susu tersebut, "Untuk menyuburkan rahim, juga menyehatkan kandungan." Senyum mengembang saat Jane menerimanya dengan tatapan bingung.
"Tapi aku belum ha-"
"Hamil atau belum, untuk wanita yang telah menikah sepertimu bagus untuk diminum." Selanjutnya Anne beranjak mengelus puncak kepala Jane. Tidak seperti pikirannya yang membayangkan jika keluarga ini akan berbuat jahat padanya, ternyata semuanya menyayanginya tulus. Ia jadi merindukan Ibunya.
"Thanks," Jane membalas senyum Anne sebelum ia pergi.
.
.
.
.
.
.
Maaf scenes Harry-Jane nya dikit, Di chapter selanjutnya mungkin gak ada scene Jane-Harry tapi bakal full chapter Bethany-Harry *senyumlicik* pokoknya bakal ada kejadian di antara mereka deh. So stay tune ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT A MAMA // h.s (under editing)
FanfictionHanya ada Prince Harry dan Princess Jane Copyright © 2015 by NamLayli