[19]

320 44 8
                                    

Matahari kian meninggi, di putaran jalanan banyak pejalan kaki yang mengelap keringat yang tidak seberapa, mobil-mobil terparkir di sebuah taman bunga tulip yang hanya buka saat musim semi. Jane berada beberapa meter dari taman tersebut, berdiri di depan sebuah rumah kecil berdinding batu kokoh namun usang bersama seorang anak lelaki.

"Apa kabar Jane?" Dia tersenyum, memadamkan ketegangan di wajah Jane dengan menyipitkan matanya yang indah. Matanya yang tadi melihat Jane teralihkan, pagar di depannya belum di buka, Zayn mendorong pagarnya dengan satu gerakan, meneriakan Ayahnya yang seketika terhenti menggeregaji kayu. "Mau berdiri terus?" Kedua alis Zayn naik.

Jane menghela napas, tersenyum sambil menggelengkan kepalanya pada Zayn. Sejenak ia merasa terkelupas dari kulit lamanya, bereinkarnasi menjadi seorang dewi Yunani yang punya kekuatan penuh saat menginjakan kakinya di pinggiran London. Jane tidak menyangka jika kedatangannya disambut oleh Zayn— anak dari seorang yang ia biasa panggil Paman Yaseer saat ia masih kecil. "Apa kabar?"

Zayn terkekeh, "Nanti sajalah, Jane. Masuk dulu." Tangannya terulur menerobos celah gerbang yang terbuka seperti mengatakan 'silahkan masuk, nona'  Jane tertawa, melangkah memasuki gerbang dengan sambutan Paman Yaseer yang menghampirinya.

"Ya ampun! Lihat siapa ini? Tuan Puteriku sudah sangat cantik!" Yaseer memeluk Jane, melepaskannya dan menggiring Jane masuk, sebelumnya ia mengambil tas dorong kecil Jane yang sebenarnya tidak mengganggu.

Satu kata saat Jane memasuki rumah ini adalah; nyaman. Matanya gatal menjelajahi sekeliling ruang utama rumah ini, koleksi miniatur menara-menara terpajang di pojok dinding, terlalu sepi dengan cat warna kelabu yang redup juga langit-langit yang teduh dengan lampu berbentuk bunga mawar yang kuncup. Terlihat beda saat Paman Yaseer masih bekerja di rumahnya lima tahun lalu. Kali ini perhatiannya teralihkan dengan Zayn yang membawa cangkir berisi kopi hitam. "Dari arab," katanya sambil mendudukan diri.

"Arabika?" Jane mengangkat gagang cangkir, membawanya untuk mencium aroma berasap yang menguar tajam dari kopi yang masih panas. Jane memejamkan mata, menikmati aroma kopi ini seolah sedang menghisap ganja. Matanya terbuka, "Ya Tuhan! Ini nikmat!" Dengan begitu ia mencicipinya.

"Ya, aku tau. Nah ada apa datang kemari? Bagaimana pernikahanmu? Apa kau berhenti kuliah? Atau uhmm... apa Gemma Styles itu sangat cantik?"

"Apa itu disebut pertanyaan?" Cangkirnya kembali diletakan di meja. Jane menghela napas, "Aku punya masalah dengan pernikahanku makanya aku kemari."

"Sepertinya buruk," Timpal Zayn.

"Ya, tidak terlalu." Jane menggidikan bahu, memandang Zayn dengan tatapan sayang seorang kakak. "Dulu kau masih sangat kecil, apa kau sudah lulus?" Jane berusaha mengalihkan pembicaraan. Itu berhasil karena remaja ini mulai berceloteh tentang kelulusannya dan nilai-nilai akhirnya yang membaik, Zayn sesekali menggunakan tangannya untuk menggambarkan suasana hidup saat ia menirukan guru yang dibencinya memberinya ucapan selamat dengan gaya konyol.

"Dasar kau!" Jane tertawa, gadis itu hampir merebahkan diri di sofa saking terlena dengan guyonan Zayn yang nyatanya lebih menghibur daripada menonton serial Hannah Montana. Suasana ini membuainya, seperti ia yang menjadi bunga rapuh dan tertiup angin— terbawa ke suatu tempat yang lebih indah dari sebelumnya meski tempat lama telah memberinya kehidupan hingga akhirnya ia terlepas— tidak benar-benar terlepas– Jane tidak yakin tapi perasaannya berubah lagi. Sesak di dadanya tak tergantikan meski Zayn menceritakan kejadian lucu lainnya, pikirannya menjamah api yang seharusnya benar-benar harus ia hindari.

Zayn menyadari perubahan raut wajah Jane, dia tidak segera bertanya ada apa namun lelaki itu tau jika yang Jane butuhkan hanya sebuah ruang untuk berpikir. Di dalam dapur Ayahnya terlihat sibuk dengan mayonaise yang biasanya Jane sukai, Zayn mengambil itu sebagai sebuah alasan. Ia pergi ke dapur setelah mengatakan, "Jika kau butuh seseorang untuk mendengarkan, panggil aku di dapur. Jangan sungkan." Zayn mengerling, membuat Jane memandangnya geli.

NOT A MAMA // h.s (under editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang