Anak ayah bunda

179 14 16
                                    

"Gimana ini pak ruben ini sudah 2 minggu lebih tapi saya belum bisa bertemu dengan anak saya" sahut wanita itu "ya buk sabar ini saya masih urus kan" sahut ayah menjawab orang di seberang sana, "pokok nya saya gak mau tau pak betrand Peto harus di sidang 2 hari lagi" ayah tak menanggapinya 'KLIK' ponsel itu di tutup paksa dari seberang sana. "Siapa yank" tanya bunda yang tiba-tiba muncul di belakang ayah "aku mau ngomong sebentar sama kamu boleh?" pertanyaan ayah hanya di jawab anggukan kepala oleh bunda. Ayah dan bunda menuju balkon atas rumah "tadi yang telfon itu mama" sahut ayah dengan suara sepelan mungkin agar onyo tak mendengarkan nya "hah mama ngapain mama telfon kamu yank" tanya bunda semakin penasaran "mama dan papa minta hak asuh mereka yank mereka ingin mengambil anak kita" jelas ayah dengan suara parau bunda menitihkan air mata nya "yank kamu gak bercanda kan kamu lagi gak ngeprank aku kan yank jawab" mengguncang tubuh ayah gelengan kepala ayah membuat dunia bunda sedikit goyah, "ada apa yah" sahut onyo bunda sontak menoleh ke putra nya berharap sang putra tak mendengar percakapan mereka tadi "hmm gak papa kok nyo ayah bunda cuma lagi ngobrol biasa kok nyoo percakapan orang tua, udah ya onyo main gih sama dedek nya di taman ayah sama bunda lagi mau ngobrol dulu ya sayang" tutur bunda dengan nada lembut walaupun sebenarnya ia menahan sedih yang tak bisa ia ungkapkan. Onyo pun pergi bunda kembali menatap mata ayah "terus gimana yank" tutur bunda "mereka minta lusa ini kita sidang di pengadilan untuk perebutan hak asuh onyo" sahut ayah menatap langit biru dengan mata yang sudah berkaca-kaca begitu juga bunda dunia nya hancur seketika baru saja ia mendapatkan sosok seorang anak laki-laki yang ia idam-idam kan sejak dulu terus begitu ia dapat kenapa semesta harus merenggut kembali dari nya bunda masuk ke kamar sedang kan ayah kembali syuting, bunda menangis sejadi-jadinya di dalam kamar yang sudah ia kunci "kenaaapaaa kenaaapaa mereka jaaahaat kenaaapaa mereka semua gak pingin aku bahagia salah aku apaaa aku hanya ingin punya anak laki-laki apa itu salah apa itu sebuah kesalahan hah kenapaaaa" bunda melempar barang-barang yang di hadapan nya mulai dari bantal, guling, selimut apapun yang ada di hadapan nya ia lempar ke lantai kamar. Onyo bercanda tawa dengan sang adik nya ia tak tau bahwa sang bunda sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja "ada apa ya sama ayah bunda apa yang mereka sembunyikan dari ai" batin onyo dengan hati yang bertanya-tanya apa yang sedang terjadi sama ayah dan bunda nya, sementara ayah sekarang sedang perjalanan pulang sesampainya di rumah ia di cegat oleh sang putra "kenapa yah kok ayah sedih gitu ntar kalau ayah sedih ai ikut sedih yah" tunduk onyo "gak nyo gak ada yang sedih kok ayah cuma capek aja baru pulang kerja oh ya bunda mana nyo" alih ayah "mmhh bunda di kamar yah dari tadi gak mau keluar onyo udah coba ketuk pintu nya tapi sama bunda gak di bukain" tutur sang anak dengan nada sedih. Ayah pun naik ke atas meninggal kan sang anak sendiri di sana dengan segudang pertanyaan "ada apa sama ayah bunda apa ada yang mereka sembunyiin dari onyo" batin onyo bertanya-tanya ayah menghampiri bunda yang berada di kamar tok tok tok "siapa" teriak bunda dari dalam "ini aku yank" teriak ayah dari luar kamar bunda membuka setengah pintu kamar nya, "boleh aku masuk" pertanyaan ayah di jawab anggukan kepala oleh bunda ayah pun masuk dan kembali menutup pintu namun ia lupa mengunci pintu nya "yank gimana aku gak sanggup pisah sama onyo aku gak mau anak itu di ambil kenapa semesta tak mengizinkan kita bahagia walau sebentar saja" tutur bunda dengan suara sedih ayah merangkul bunda dan memenangkan nya tanpa mereka sadari ada sosok anak lelaki yang mengintip di balik pintu anak itu mendengar semua nya mendengar percakapan mereka berdua yang seharusnya di rahasiakan ke anak itu tapi sayang anak itu sudah mendengar semuanya. Onyo berlari ke dalam kamar dan mengunci pintu nya ia pun sama seperti ayah bunda nya ia menangis tanpa suara dunia nya hancur "kenapa onyo gak lahir dari rahim bunda aja sih kenapa onyo bukan anak kandung mereka sih onyo pingin punya keluarga utuh seperti ini onyo gak mau pisah dari keluarga ini onyo sayang sama keluarga onsu onyo gak mau pergi dari sini onyo mau nya di sini sama ayah bunda cici nia onyo gak mau kehilangan kasih sayang yang onyo damba-damba kan dari dulu kenapa ai bukan anak mereka sih kenapaaa ai benci dengan keadaan ini ai benciiiii" menjambak rambut nya kasar, sementara ayah dan bunda yang sudah agak tenang di kamar mereka pun keluar dan mencari keberadaan anak-anak nya walau mereka sedih mereka gak boleh kelihatan sedih di depan anak-anak apalagi cici dan onyo "cii" teriak ayah "ya yah" menghampiri ayah "sayang koko onyo mana tadi bunda suruh main sama you sekarang kokoh mana" tanya bunda lembut ke thalia yang berada di gendongan ayah "gak tau bund ai tadi main sama mbak ina di taman belakang" tutur anak itu ayah dan bunda berpandangan. "Ya udah you lanjut main ya sayang sama mbak dulu ya ayah sama bunda mau cari onyo dulu" ucapan bunda hanya di balas anggukan oleh sang putri thalia pun turun dari gendongan sang ayah dan berlari menghampiri mbak ina yang sudah berada di belakang taman, sementara ayah dan bunda mencari sang anak "yank kemana anak itu" ayah mencoba mencari keluar rumah siapa tau onyo keluar rumah tapi sandal dan sepatu yang sering di gunakan untuk keluar lengkap tersusun rapi di rak ayah kembali masuk menghampiri bunda yang menunggu nya di sofa "ada yank" ayah menggeleng bunda menghela nafas kasar "wen" teriak bunda ke aunty wendy "apa ci" sahut aunty "liat onyo gak" aunty menggeleng "gak tau ci ai jagain nia di belakang ama thalia gak tau kalo onyo" jawaban aunty membuat bunda dan ayah semakin cemas, "di mana dia" batin ayah "bentar aku cek ke kamar nya siapa tau dia pulang sekolah langsung ke kamar" bunda pun bergegas ke kamar onyo "nyoo sayang you di dalam" mengetuk pintu kamar onyo namun tak ada suara dari balik pintu "apa gue cek CCTV ya" akhirnya bunda mengecek CCTV rumah. Ternyata onyo dari kamar mereka dan langsung masuk ke kamar nya "apa onyo denger semuanya ya" batin bunda, ayah menghampiri bunda di ruang CCTV rumah "gimana yank menemukan sesuatu" tanya ayah cemas "kayak nya onyo denger pembicaraan kita tadi deh yank" sahut bunda membuat ayah semakin cemas. Ayah mengetuk pintu onyo "nyo you di dalam sayang king" mengetuk pintu onyo "onyo bukain nak ayah sama bunda mau ngomong sama you kami tau you di dalam nyoo" onyo membuka handle pintu dengan mata yang sudah memerah "you kenapa sayang you nangis" mereka berdua masuk ke kamar onyo dan mengunci nya, "nyoo kenapa sih cerita sama ayah you tau kan ayah paling gak suka anak ai nutupin sesuatu dari ai ai kan selalu bilang you harus jujur sama ayah bunda kenapa cerita sayang" mengusap pipi onyo yang masih meneteskan air mata onyo pun duduk di tepi kasur menatap intens mata ayah bunda "kenapa sih yah onyo bukan anak kandung kalian kenapa sih ai bukan anak ayah bunda kenapa ai gak di lahir kan dari rahim bunda ai maunya jadi anak ayah bunda" tunduk onyo dengan muka sedih ayah dan bunda berpandangan "jadi you denger semuanya nyo" tanya bunda anggukan kepala onyo menjadi jawaban bagi ayah dan bunda yang sedari tadi memandang nya. "Iya ai tadi denger semuanya kenapa sih yah you bukan ayah kandung ai kenapa sih yah ai bukan anak you ai pingin jadi anak kandung you seutuhnya yah" menitihkan air mata "nyoo semua sudah di gariskan sayang kita gak bisa menentukan takdir kita semua sudah di atur sama yang di atas kalau onyo pergi onyo akan tetap jadi anak ayah bunda itu tidak akan merubah apapun" ayah menjelaskan secara perlahan "tapi yah ai mau jadi anak ayah bunda aja" menatap wajah sang bunda ayah mencoba menjelaskan bahwa hubungan keluarga tak semestinya sedarah, onyo menitihkan air matanya ayah kembali menghapusnya "meskipun you nanti kembali ke sana you tetap menjadi anak kami nyo anak kebanggaan ayah bunda kokoh hebatnya thalia thania jadi you jangan sedih lagi ya nyo" ayah meyakinkan onyo bahwa semua akan baik-baik saja walaupun jika nanti hasilnya tidak sesuai dengan harapan mereka, akhirnya hari yang di tunggu mereka tiba hari ini adalah hari persidangan perebutan hak asuh onyo di ruang sidang onyo hanya menatap ke bawah ia tak mau memandang ayah maupun bunda nya ia tak sanggup menatap mereka dan ia juga tak menatap papa dan mama nya karena ia tak mau membuat mereka terlalu berharap pada nya. "Dan hasil persidangan perebutan hak asuh BETRAND PETO PUTRA ONSU jatuh kepada" ayah menggenggam erat tangan bunda dan mengelus nya pelan "bapak ferdi peto" bunda menangis sejadi-jadinya ayah membawa bunda keluar dan menenangkan nya sementara mama mendekati betrand "nak kita akan pulang hari ini juga ya mama udah pesan tiket untuk kita pulang ke NTT" onyo tak menjawab pertanyaan mama ia berlari keluar dari ruangan persidangan menghampiri ayah dan bunda nya onyo pun sama ia menangis ayah mendekap nya "onyo gak boleh nangis ya sayang ini sudah menjadi keputusan dan jalan takdir kita berhenti sampai di sini nyo ma'afin ayah ya sayang" mengecup kepala onyo onyo mendekati bunda yang mata nya memerah. "Bund yah ai tetap jadi anak kalian kan ai tetap jadi kesayangan ayah bunda kan ai tetap jadi my lion nya ayah kan ai masih jadi baby boy nya bunda kan ya kan yah jawab" ayah tak merespon hanya anggukan kepala nya yang menjadi jawaban dari pertanyaan anak nya itu, "kak ayo" sahut mamah "jangan panggil aku kakak panggil aku etan aja" sahut onyo dengan intonasi penuh tekanan "karena panggilan itu hanya milik ayah bunda nya onyo dan jangan panggil onyo juga panggil etan" onyo melangkah tanpa melihat mereka onyo kembali ke rumah onsu untuk mengambil barang-barang nya. "Onyo mau kemana" tanya thalia membuka pintu onyo onyo tersenyum "onyo pergi ya sayang you harus ting-ting ya di sini gak boleh tetot harus nurut sama ayah bunda ya" thalia mengangguk "onyo kemana" tangan nya meraih foto mereka berlima ia mengusap nya air mata nya yang tidak sengaja menetes di atas pigura itu onyo mencium lama kepala thalia "mau ikut onyo" pinta thalia yang sedari tadi membuntuti nya "ai mau sama onyo" ucap nya lagi tapi kali ini dengan air mata yang berlinang "tuhan mengapa takdir ku seperti ini" batin nya, ia masuk ke kamar mandi setelah keluar dari kamar ternyata thalia sudah hilang ia pun langsung turun ke bawah sudah ada thalia yang di dekap ayah dan thania di dekapan bunda ada aunty wendy dan uncle jordi yang sedari tadi menahan tangis nya mereka semua nampak sedih melepas jagoan mereka ayah bunda dan seluruh anggota onsu mengantar onyo ke mobil "ayah onyo pamit ya makasih untuk semua kasih dan sayang yang ayah kasih ke onyo bunda makasih udah mau menjadi ibu yang baik buat onyo udah mau masakin onyo makanan yang enak-enak onyo bahagia bisa masuk ke keluarga kalian" ayah memeluk erat sang putra onyo mendekap ke bahu yang selama ini menjadi sandaran hidup nya "semoga bahagia lion King dan putra mahkota nya ayah" melepas dekapan onyo "tapi onyo bahagia nya sama kalian" ayah sebenarnya mendengar apa yang di ucap oleh onyo tapi ia tak mau membuat anak itu semakin bersedih jika ia menjawab nya. "Ai tetap jadi baby boy nya bunda ya kan bunda" menatap bunda bunda memeluk nya erat "iya sayang you akan tetap jadi baby boy nya bunda bahagia selalu ya thanos nya bunda" mengusap kening onyo ia tak peduli dengan air mata nya yang terus menetes dari mata nya onyo mendekat ke thania "bontot gak boleh tetot ya" thania mengangguk gemas ia beralih ke thalia yang menangis terisak "mau ikut onyo" isak nya "onyo pasti kembali kok demi cici dan bontot" janji nya entah ia bisa tepati atau tidak, onyo melangkah kan kaki nya ke mobil sesekali memandang ke belakang menatap orang yang memberi nya kasih sayang yang lebih thalia berlari menghampiri memeluknya sangat erat membuat semua orang terharu "onyo pergi ya semua" melambaikan tangan "selamat tinggal" kata penutup itu seolah menjadi awal luka bagi ayah dan bunda. Thalia sedang berada di kolam pikiran nya kosong ayah menghampiri nya "cii you lagi apa sayang" tanya ayah ke princess kecil nya "kemarin ai di ajarin berenang sama onyo di sana" menunjuk kolam kosong itu "onyo baik yah ngajarin cici sampai bisa" seolah mengingat kembali kebaikan koko nya "tapi onyo harus pergi sayang" jawab ayah tak kuasa menahan sedih tapi ia harus memberi thalia pengertian, thalia menarik tangan ayah memasuki kamar sang kakak cici menemukan secarik kertas di bawah foto mereka berlima "ayah ini surat apa" ayah pun membukanya, teruntuk ayah bunda: yah terimakasih sudah menjaga onyo selama ini walaupun onyo bukan anak kandung kalian tapi onyo merasa kalau ai sedarah sama thalia dan thania ayah,,, bunda,,, jika saja dapat kurangkai semua kata di dunia ini tak akan mampu untuk mengungkapkan rasa cinta onyo ke kalian rasa sayang dan rasa cinta ku ke ayah, bunda, cici dan nia tapi yah ayah harus tahu satu hal kalau onyo menyayangi kalian lebih dari onyo menyayangi diri onyo sendiri onyo mau terus mau di samping ayah bunda jangan lupain kokoh ya yah cinta dari onyo.

Selamat tinggal itu sakit selamat tinggal itu perih selamat tinggal itu air mata namun bagaimana jika air mata itu tak dapat di hapus karena luka nya yang terlalu dalam, bunda bangun lebih pagi dari biasanya menatap sang putri yang masih tertidur pulas ia tersenyum ia melangkah kan kaki nya ke kamar sang putra "belum bangun dia" batin bunda melihat kasur rapi sang anak sulung nya "nyo bangun sayang mandi yuk" tak ada sahutan kamar itu nampak hening "nyo bener ya gak mau mandi ai siram nih" namun tak ada lenguhan sang anak dari kamar itu kamar itu terlihat sangat sepi hening dan senyap beberapa detik kemudian bunda baru tersadar bahwa sang anak sudah tak bersama nya bahwa sang putra bukan miliknya lagi tapi milik papa dan mama nya di sana ia pun menangis sejadi-jadinya. Air mata nya jatuh tanpa ia harap kan ia kembali ke kamar nya "onyo jangan pergi" igo thalia di sela tidur nya gumaman itu membuat hati bunda nyeri sudah 2 hari ini onyo tak bersama nya ia berusaha melupakan itu tapi tetap saja kenangan itu tak bisa ia hapus begitu saja biasa nya lebih dari 2 jam tak bertemu onyo thalia langsung video call namun tidak dengan sekarang bunda memegang kepala thalia "panas" gumam bunda yang langsung mengambil kompres di bawah "onyoo jangan tinggalin cici" bunda mulai mengompres thalia, jika dilan berkata rindu itu berat maka kata onyo rindu itu sakit sesakit hati nya saat ini onyo merasakan badan nya tak ada tenaga bahkan untuk berdiri saja ia tak kuat senyuman nya mengembang kala ada sosok wanita yang datang menghampiri nya dengan membawa nampan makanan untuk nya namun tubuh nya terhuyung ke lantai "bunda" kalimat terakhir yang ia ucap kan sebelum tubuh nya tumbang ke atas lantai. Mama membaringkan tubuh onyo di kasur nya ia khawatir dengan sang putra demam nya mencapai angka 40° celcius "ayah bunda" gumam nya namun mata nya masih terpejam, anak itu sakit namun yang di sebut hanya keluarga nya di sana nama mama papa tak ada dalam lontaran nya mama menghapus air mata nya "maaf kan mama nak sudah merebut kebahagiaan mu" papah ferdi dan dokter pun masuk mengecek kondisi sang anak setelah mendengar penjelasan dokter papa pun mengajak mama keluar untuk menjelaskan bahwa sang anak demam tinggi meski sang putra tertekan namun ia tetap bersikap baik pada mereka tak sekalipun onyo membenci nya. Mama menangis di satu sisi ia senang mendapatkan kembali kebahagiaan nya namun di sisi lain ia sedih karena telah merenggut kebahagiaan sang anak hati anak itu sangat baik seperti yang selalu di ajarkan oleh ayah bunda nya "paa" mama menangis tersedu-sedu di pelukan papa di sisi lain ia bahagia karena sang putra kembali tapi di satu sisi putra nya hancur karena kebahagiaan nya lantas apa itu masih bisa di katakan bahagia? jika salah satu dari mereka ada yang hancur, "onyo lagi apa nak" ayah berbicara dengan ponsel nya bukan telepon melainkan foto sang putra yang ia sangat rindu kan. Tak lama suara ponsel nya berdering ia langsung mengusap tombol hijau di layar untuk menjawab panggilan nya "halo nyo" antusias nya karena yang nelpon papa nya "halo pak" terdengar suara papa bukan ia tak suka namun ia terlalu rindu pada sang anak, cukup lama perbincangan mereka papa ferdi menjelaskan kondisi betrand di sana ayah pun sama menjelaskan kondisi thalia yang terus memanggil nama koko nya, setelah telpon di tutup ayah memberitahu papa ferdi bahwa ia akan terbang secepatnya ke sana "ada apa yank" tanya bunda "dia sakit yank dia manggilin nama kamu terus di sana kita terbang ke NTT sekarang ya kita jemput anak kita" jelas ayah membuat air mata bunda berlinang bunda segera bersiap tak peduli dengan air mata nya bagaimana bisa putra dan putri nya tumbang secara bersamaan bunda mengecup pipi thalia dan thania yang sedang tertidur. Mereka kini sudah sampai di rumah papa ferdi "AYAH" gumaman nya terlalu jelas di kuping mereka "iya sayang ayah di sini nak" mengusap kening onyo yang panas tangan nya menggenggam tangan onyo rasa nya air mata nya sudah terlalu kering, mata nya terbuka senyuman ayah menyambut nya "a,,yah bun,,daa" ucap nya lemah lalu ia tersenyum "onyo pulang ya nak sama ayah bunda" senyum nya mengembang harapan anak itu terwujud onyo menatap wajah mama papa nya mereka mengangguk setuju. "Maafin mama papa yang egois ya nak" menangis "etan sayang mama etan juga sayang papa" memeluk kedua nya "mama papa sayang etan tapi ayah bunda lebih sayang etan" senyum mama melepas sang putra kini ia bukan lagi milik ayah bunda nya tapi ia juga milik papa mama nya di sana, lalu di hari itu juga dia kembali ke tempat di mana seharusnya ia berada yaitu di rumah ayah bunda nya "nyooo" onyo mendekati sang adik yang sudah 2 hari ini tak ia temui onyo mengecup kening thalia tanpa sadar air mata nya menetes mengenai wajah sang adik nampak nya thalia agak sedikit terusik "o,,, nyoo" ucap thalia lemah "ya sayang koko di sini" merangkul tubuh sang adik. Adik nya merangkul erat tubuh sang kakak menyenderkan bahu nya di sana "badan you panas nyo" ucap nya onyo hanya mengangguk pelan dan mulai memejamkan mata nya begitu juga dengan thalia yang ikut tidur di pelukan onyo, jika saja mereka tak sakit thania pasti sudah ada di tengah-tengah mereka tak berpelukan juga tak apa asal mereka masih berada di satu atap yang sama. Takdir memang sebuah misteri kita tidak bisa merubah nya tapi yang pasti takdir mereka adalah berlima dan selamanya akan tetap seperti itu, sekuat apapun mereka terpisah pada akhirnya akan kalah dengan kasih dan cinta ketulusan dari hati mereka.

Mau lanjut vote n coment yang banyak ya guys bay bay.

Lebih Dari TemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang