SELAMAT MEMBACA!
.
"I'm a child
I can't be the person you want me to be'kali ini halamannya milik Haidan Azzarren.
.
.............
Sebuah ruangan bernuansa putih dengan dipenuhi aroma cat akrilik berita beberapa kanvas bisa saja menjadi rumah paling aman dan nyaman bagi seseorang.
Haidan Azzarren, lelaki dengan kacamata yang bertengger di hidungnya kini sibuk mencoret-coret kanvas depannya. Meski tidak bisa dibilang asal mencoret, karena yang dia ciptakan adalah sebuah karya yang bisa saja bernilai jutaan rupiah jika dijual.
Kali ini tidak ada tema tertentu yang ingin Ia buat, hanya mencoba melukis asal mengenai apapun yang terlintas dipikirannya. Meski begitu, tetap saja bukan manusia yang menjadi objek lukisannya.
Arren tidak suka melukis manusia, apapun dalam karyanya hanya memuat banyak bangunan, tempat, serta tanaman. Tidakkah mungkin beberapa orang juga bisa berpikir sama dengannya mengenai alasannya?
"Inspirasinya apa lagi hari ini?"
Suara seseorang dari luar yang tanpa segan masuk menghampirinya tanpa mengetuk pintu dan permisi membuat Arren melirik malas.
"Minimal ketuk pintu."
Sosok lelaki dengan kulit putih itu mengangkat kedua bahunya acuh, "Maaf, sengaja."
Arren mendengus dan memutar bola matanya malas, "Ngapain lo kesini? Gak kerja?"
Lelaki yang tak lain adalah Sean itu tersenyum lebar, "Ini gue lagi kerja bang."
"Kerja apaan? Keluyuran mulu lo, untung gak bakalan bangkrut."
"Nah itu tau, makanya gue kerja santai aja karena nggak bakalan bangkrut." Lelaki itu membenarkan jas miliknya, "Tapi sekarang gue beneran lagi kerja."
"Apaan?" Arren menatap curiga terhadap sahabat bungsunya itu, "Lo mau ngajak kerja sama lagi?"
Sean berdeham, mengangguk semangat dan beberapa kali melatih pipinya untuk melebarkan senyum, "Jadi bener, saya kesini berniat menawarkan kerja sama dengan Pak Arren selaku seniman berbakat, bisakah bapak meluangkan waktu untuk membaca proposal saya?"
Arren terdiam tanpa minat, Ia menaikkan sebelah alisnya dan beralih menatap satu dokumen yang diulurkan oleh Sean kepadanya itu lalu mengambilnya.
"Acara yayasan bentar lagi, jadi kita berniat buat melibatkan seniman berbakat dalam acara amal ini."
"Kali ini rencananya apa tugas gue?"
"Jadi nantinya Pak Arren akan–"
Arren mengangkat tangannya, "Informal aja sat, gue geli dengernya."
Sean memutar bola matanya malas, "Yaudah, lo baca aja proposalnya bang."
"Gajinya lumayan, dan proyeknya juga lebih menarik daripada sebelumnya." Seniman itu tersenyum tipis, "Tapi tetep aja, kayaknya gue nggak bisa Sen."
"Kali ini kenapa lagi Ren?"
Sean ini, kadang memanggil Arren dengan sebutan abang, kadang juga hanya dengan nama. Memang tidak konsisten sekali, untung saja Arren tidak berniat memperdebatkan hal tersebut saat ini.
Karena kalau di hari-hari biasa saat mereka tidak terlibat percakapan serius seperti ini, Sean pasti sudah ditendang dari galeri pada detik ini juga.
"Masih alasan yang sama." Arren tersenyum tak enak pada sahabatnya itu, "Gue bakalan sumbangin beberapa karya gue buat amal, kalian bisa lelang dan jual. Tapi kalau untuk lukis di tempat, kayaknya gue belum bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
From Home [✓]
Fiksi PenggemarKatanya hidup adalah tentang bertahan. Bertahan untuk penyesalan, bertahan untuk ketertinggalan, bertahan untuk kesempatan, bertahan untuk kewarasan, bertahan untuk harapan, bertahan untuk melanjutkan perjalanan, dan juga bertahan untuk sebuah tujua...