SELAMAT MEMBACA!
.
.
....."At the end of your day, I always
I will hug you and listen to your story.
You don 't always have to be perfect~
It doesn't matter
it's alright."............
Jendral berbaring di kamarnya dengan pintu yang sengaja dikunci dari dalam. Lelaki itu sudah mengurung diri sejak empat jam yang lalu, tepat setelah pemakaman selesai. Hal itu tentu saja membuat teman-teman yang khawatir di luar ruangan.
Lelaki itu sempat tidak mau pergi dari pemakaman, tidak juga ingin berbicara dengan orang lain apalagi banyak orang. Sejak tadi hanya ada Malven, Mama Sangga, dan juga seorang lelaki paruh baya yang mengaku bahwa ia adalah paman Jendral dari Bandung yang menyambut para pelayat di rumahnya.
Semua memahami keadaan Jendral, bahkan Sangga hanya bisa menyembunyikan wajahnya yang dipenuhi rasa sedih di balik bahu Azka saat melihat sebuah koper yang sudah dikemas di sudut ruangan. Benda itu pasti sudah disiapkan oleh Jendral untuk keberangkatan mereka ke Jepang minggu depan, bahkan mungkin Jendral sudah berencana mempercepatnya.
Lelaki itu cukup jarang pulang ke rumah sebenarnya, Ia Hanya berdiam di apartemen dan lebih sering berada di rumah sakit, apalagi sejak bundanya sakit. Jadi rumah mereka benar-benar hanya diurus oleh asisten rumah tangga yang ditugaskan Jendral untuk membersihkan rumahnya tiga hari sekali.
"Jen, buka pintunya, makan dulu yuk."
Suara ketukan pintu dan panggilan pelan dari seseorang membuat lelaki itu membuka matanya. Ia menghela nafas dan bangkit untuk membukanya.
Saat membuka pintu, Jendral mendapati seorang gadis dengan pakaian serba hitam berdiri di depannya dengan membawa satu nampan makanan.
"Nanti aja Lin."
Gadis itu memaksakan senyum tipis saat tatapan mereka beradu, "Teman-teman lo khawatir Jen, dan bunda lo juga bakal marah kalau lo sakit."
Mendengar itu, Jendral melirik ke kanan kiri, dan tak sengaja melihat Arren dan Liandra yang diam-diam memperhatikan mereka dari balik tangga.
Sosok yang tak lain adalah dokter Raline menghela nafasnya, "kalau gitu bawa aja ke dalam kamar, nanti gue ambil setelah selesai, gimana?"
Jendral menunduk, memperhatikan makanan yang dibawa gadis di depannya itu. Ia lalu mengangguk singkat dan mengambil alih nampan tersebut untuk membawanya masuk ke dalam kamar.
Sebelum kembali masuk ke dalam kamar, Ia sempat menatap Raline sebentar, "Bunda gak bakalan marahin gue lagi Lin, dia udah gak mau marahin gue."
..........
"Siapa yang free besok?"
Malven memulai percakapan saat keenam pemuda dengan pakaian hitam itu duduk melingkar di sofa.
Sangga mengangkat tangannya, "Gue bakalan terus di sini bang, nanti Mama juga pasti nyusul."
Azka ikut mengacungkan tangan, "Gue juga bisa izin, lagipula gue bentar lagi pindah kerja."
Malven menoleh ragu, "Ka, besok–"
Azka menggeleng, "Gue tetep disini."
Malven akhirnya mengangguk, Ia lalu menghela nafasnya, "Gue ada shift besok, selain itu gue juga harus bantu Raline buat gantiin shift Jendral."
"Gapapa Malv." Liandra ikut masuk ke dalam percakapan, "Gue cuma ada satu pasien besok, gue bakalan langsung ke sini setelah selesai."
Azka menoleh ke arah lelaki di sebelahnya, "Kalo Arren gimana? Free?"
KAMU SEDANG MEMBACA
From Home [✓]
Fiksi PenggemarKatanya hidup adalah tentang bertahan. Bertahan untuk penyesalan, bertahan untuk ketertinggalan, bertahan untuk kesempatan, bertahan untuk kewarasan, bertahan untuk harapan, bertahan untuk melanjutkan perjalanan, dan juga bertahan untuk sebuah tujua...