18 : sorry-

953 70 2
                                    

SELAMAT MEMBACA!

'Can you forgive me again?
me who is ful of regrets.
How can I look at you?'

...............

.........

Malven menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah mewah berwarna coklat muda didepannya. Lelaki jangkung itu hanya mengenakan hoodie biru tua dengan kupluk yang menutupi kepalanya.

Hari sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, jadi kedatangannya hanya disambut oleh suara-suara jangkrik beserta hawa dingin dari hujan gerimis yang melingkupi.

Malven sangat asing dengan bangunan didepannya, bahkan jika saja bisa, dia sangat enggan mendatangi kediaman keluarga Wilson tersebut meskipun nama belakang yang harus dia bawa juga menunjukkan bahwa Ia bagian dari tempat tersebut.

"Maaf, ada perlu apa ya malam-malam begini? Dan kalau boleh tau dengan saudara siapa?"

Seorang pria paruh baya dengan seragam satpam kini menghampiri Malven yang baru saja turun dari mobil mewah miliknya di depan gerbang. Ia menatap ragu pada tamu didepannya dan memilih untuk ikut keluar daripada membukakan gerbang lebih dulu.

Dari tampilannya, sepertinya satpam tersebut sempat terlelap dan terbangun kaget saat menerima tamu pada jam-jam seperti ini.

"Saya." Malven tersenyum tipis, bahkan kini pegawai baru dirumah itu tidak lagi mengenalinya, "Saya Levanka Malverick Wilson, bisa bertemu Anatasya Amanda Wilson?"

"Tuan Levanka? Anak sulung tuan Wilson?!" Pria itu sontak menunduk hormat dan meminta maaf pada Malven, "Maafkan saya tuan, saya tidak tahu."

Dengan tergesa, pria tersebut membukakan pagar dan mempersilahkan Malven untuk masuk, Ia tampak masih kaget dan terlihat berpikir keras entah kenapa, mungkin karena tamu yang datang adalah Malven, sosok yang bisa dibilang sudah bertahun-tahun tidak menginjakkan kaki dirumah ini.

Jika ditanya kenapa satpam tersebut langsung percaya saat Malven menyebutkan namanya. Menurutnya, siapapun tentu saja tidak akan ragu karena Malven dan papanya benar-benar mirip dari caranya berbicara, berjalan, bahkan bentuk wajahnya. Itu sebabnya beliau juga bertanya baik-baik karena wajah lelaki muda itu memang tampak tak terlalu asing.

Malven mengangguk mengerti, "Tidak apa-apa pak, Amanda ada?"

Pria itu balas mengangguk segan dan masih sedikit tak enak, "Sepertinya ada tuan, sedari sore setelah pulang sekolah, nona muda tidak terlihat keluar rumah."

Mendengar itu, Malven mengangguk paham, Ia menyerahkan kunci mobilnya kepada penjaga rumah tersebut, "Tolong parkirin ya pak, saya mau masuk dulu."

"Baik tuan."

Setelah berbincang singkat dengan penjaga rumah tersebut, Malven melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah mewah itu. Ia menghela nafas singkat sebelum mendorong pintu besar didepannya.

Tidak ada tanda-tanda orang yang sedang berada di ruang tamu, namun langkahnya sempat terhenti pada sebuah foto keluarga usang yang dipajang di ruang tamu.

Malven menghela nafasnya, saat itu Ia masih duduk di kelas tujuh sekolah menengah pertama sedangkan adiknya baru saja masuk sekolah dasar. Kala itu, mereka pasti tidak akan menyangka apa yang terjadi pada dua tahun setelahnya.

Jika saja Malven memiliki kesempatan untuk bertemu dengan dirinya sendiri di versi muda, lelaki itu akan sangat malu untuk menceritakan kenyataannya. Karena mereka dulu, terlihat akan selalu bahagia selamanya. 

From Home [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang