35 : beautiful time.

719 69 6
                                    

Selamat membaca!

...............

"KESINI ATAU GUE KE APART LO BUAT NGUBUR LO SEKARANG?!!!"

Suara teriakan menggema dari telepon itu pasti membuat si penerima telepon di seberang dipastikan sedang mengalami gangguan pendengaran dan serangan panik akibat terkejut. Memang sudah tidak bisa diragukan lagi suara high note dan kesabaran setipis tisu dibagi lima milik si Arren aka Haidan Azzarren ini.

Sedangkan keempat orang disekitar lelaki itu juga ikut tersenyum ngeri membayangkan kondisi dari telinga Liandra Naraka yang menjadi korban penerima telpon sang seniman.

"Sabar Ren, lu nakutin pengunjung yang lain tau." Malven mencoba menenangkan sahabatnya itu.

"Tau, kalo semuanya balik dan nggak ada yang beli lukisan lo, baru tau rasa!" Azka ikut mendelik.

Arren menghela nafasnya, "Gabisa sabar gue kalo sama si neraka, orang udah gue bilang dari seminggu yang lalu kalo kalian harus dateng on time hari ini. Bahkan kemarin waktu beres-beres pun gue masih sempet ngingetin terus."

Mendengar kalimat lelaki itu, membuat si bungsu, Sangga Bumiantara menghela nafas lelah dan menguap lebar. "Dateng sih dateng, yah tapi seharusnya nggak jam segini juga pamerannya." Gumam Jendral mewakili seraya mendengus lelah.

Sean yang baru kembali dari toilet mengangguk setuju, "Gue baru aja pulang lembur udah kesini loh."

"Jadi kalian nggak ikhlas dateng kesini?"

Yah memang pasal masalahnya adalah dari sang seniman ganteng Arren, yang bisa-bisanya membuka pameran di jam dua dini hari sampai jam empat subuh. Memang seharusnya teman-temannya itu sudah curiga sejak Arren berkata rahasia saat mereka bertanya perihal waktu pamerannya. Entah sebenarnya bagaimana pemikiran lelaki itu? Atau memang seperti ini pemikiran seorang seniman?

Namun tentu saja pameran itu tetap sukses terlaksana dan ramai pengunjung, mengingat bagaimana pengaruh sang seniman Arren dalam dunia seni. Itu berarti Arren seharusnya sudah membuktikan bahwa bakatnya tidak bisa diragukan lagi.

"Gue dateng! Gue dateng!!"

Teriakan Liandra membuat sekelompok orang yang berkumpul itu menoleh, tidak terkecuali beberapa pengunjung disana yang juga menatap aneh sosok yang berlarian dari arah pintu masuk gedung tersebut.

"Kalau gak dateng dalam lima menit lagi, gue beneran bakalan kubur lo." Arren mendengus lalu sejurus kemudian tersenyum lega, "Nah gini dong, lengkap."

Kini keenam lelaki dengan gaya pakaian berbeda itu menatap Arren dengan tatapan terpaksa dan mata yang terlihat juga sangat mengantuk, seolah-olah mereka benar-benar diseret untuk datang kesini. Salah satu dari mereka bahkan tidak bisa menahannya, terbukti dari sikap Sangga yang menyandarkan kepalanya di bahu Azka.

Tentu saja, si pemilik acara tidak berkomentar karena dalam hal itu, Sangga yang melakukannya, jadi Arren tidak akan mungkin marah. Coba jika Liandra atau Jendral? Mungkin tempat ini sudah menjadi medan pertempuran untuk perang dunia ke tiga sekarang.

"Mama lo udah kesini?"

Lelaki itu menggeleng pelan, "Belum." Lalu tersenyum tipis, "Tapi dia bilang bakalan dateng."

Ucapan terakhir Arren membuat teman-temannya tersenyum lebar, Liandra juga berujar, "Gak sia-sia lah kita labrak ke kantor."

"Gue minta maaf maksa kalian dateng dini hari kayak gini," Arren berujar, sebenarnya tidak begitu terlihat berniat tulus meminta maaf, "Tapi gue mau nunjukin sesuatu, dan gue mau kalian yang pertama kali liat."

From Home [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang