Panik - 20.

115 13 0
                                    

- 13 Januari 2029, 02:23.

Tap tap tap!! Langkah kaki itu- ah bukan, larian itu terhenti di depan kamar Blaze dan Ice.

Dok dok dok!! Gedoran pintu terdengar, seperti dia sedang meminta tolong, cepat sekali, tidak ada tempo yang terlewat. Suara itu terdengar sangat kencang dan mengganggu penghuni kamar tersebut.

"WAA!!!" Blaze sontak terduduk dari tidurnya lalu dia turun dari tempat ditidurnya dan membuka kunci pintu kamarnya. "APAAN SIH?!" Di depan pintu ada Solar yang sedang terengah-engah, dia terlihat sangat kesulitan untuk menghirup udara di sekitarnya.

Solar mendorong Blaze dan masuk tanpa seizin Blaze. Dia mulai mengobrak-abrik kamarnya, seperti dia sedang mencari sesuatu atau... Seseorang?

"SOLAR! NGAPAIN SIH?" Blaze langsung mendapati genggaman erat dari Solar pada kedua bahunya. Solar menatap Blaze dengan tatapan panik, takut, stres, mungkin dia sudah memasuki phase depresi.

"T- thorn..?" Dari mukanya, sepertinya hal ini sangat urgent. Jelas Blaze sangat bingung yang bisa dia lakukan hanya menanyakan kembali apa yang Solar tanyakan.

"Kenape die?" Genggaman yang ada di bahu Blaze terasa semakin erat, muka Solar menjadi sangat berantakan. Marah, sedih campur aduk. Dipastikan dalam beberapa menit atau bahkan detik akan mengeluarkan air matanya. Solar menundukkan kepalanya.

"Kamu... Lihat dia..?" Suara itu terdengar sangat lirih, suara itu terdengar bergetar juga. Blaze masih bisa mendengar itu, tetapi dia tetap tidak paham apa yang di maksud oleh Solar.

"Kan harusnya sama lo?"

"Itu yang aku harapkan, tetapi dia tidak ada!" Blaze menggenggam kedua lengan adiknya itu dan menatap dingin ke arah Solar. Dalam lubuk hati yang terdalam Blaze sebenarnya juga takut. Solar melepaskan genggaman kedua tangannya dan menatap ke arah Blaze, mereka saling berpandangan.

"Sudahlah. Jangan takut, dia ga kemana kamana." Ucap Blaze sambil menepuk pundak kanan Solar berharap dapat menenangkan pikiran Solar.

"T- tapi ini jam 2!"

"Thorn udah besar."

"T- tap-"

Grep!! Blaze menggenggam erat kedua lengan adiknya itu.

"WOI SIALAN, DENGERIN GUE YA! GUE INI KAKAK LO. THORN ITU UDAH 17 TAHUN SEDANGKAN LO MASIH 16 TAHUN! LO TAU APA TENTANG DIA?! DIA SUDAH BESAR! DIA BISA JAGA DIRI!" Bentakan itu di sambut oleh tangisan dari Solar, dia (Solar) menutupi mukanya dengan kedua tangannya.

"A- aku tak- takut.." Gagap Solar, ah sial. Blaze merasa sangat bersalah, kenapa aku membentak dia? Dia hanya ingin menjaga kakaknya?! Kenapa? Blaze melepaskan kedua tangannya dari lengan Solar dan membiarkan Solar lari pergi dari kamar Blaze.

"E- eh..." Blaze menjatuhkan badannya dan menutupi mukanya dengan kedua tangannya. "Apaan sih!" Ucap Blaze sambil memukuli kepalanya dengan kedua tangannya.

"Udah gila."

- 13 Januari 2029, 09:00.

Pagi hari terasa sangat gelap karena mendung. Halilintar, Gempa, dan Blaze berkumpul di ruang keluarga.

"Lo ngapain si, Ze? Jam 2 tadi kok berisik banget." Tanya Halilintar diiringi anggukan dari Gempa yang menandakan dia juga ingin menanyakan hal yang sama.

"Iya! Berisik loh, lagian Thorn dimana?" Tanyanya sambari melihat kearah kanan dan kirinya, Blaze tentunya hanya bisa diam lalu menggelengkan kepalanya.

"Ga tau. Justru itu yang Solar cari jam 2 pagi tadi-" Blaze menghela nafas lelah dan menghadap ke arah kedua kakaknya itu. "-Thorn hilang dari jam 2." Sesuai tebakan Blaze, kakak kakaknya pasti kaget mendengar itu. Mata Gempa membulat tidak dengan Halilintar yang memasang wajah heran.

"KOK GA MANGGIL?"

"Udah ketemu?"

Dia memukul meja didepannya "YA GA TAU!" Lalu membanting badannya ke sofa dan melipat kedua tangannya. "Ah elah, aku cari tadi tapi ga ad-"

"B- BANGG!"

Mereka yang kaget langsung berlari ke arah suara, suara itu berasal dari halaman belakang. "A- APA!" Hanya terlihat Solar dengan getaran yang luar biasa, jari telunjuknya perlahan lahan menunjuk ke arah atas pohon besar yang ada di halaman belakang.

"H- hah.."

'I- ini yang di maksud Taufan telat?...'

Sayonara.
Ꮚ - Deandra Almaraja Thorn - Ꮚ

"Senyuman mu akan selalu terkenang dihati para anggota keluarga Almaraja."

"Tenang tenanglah disana, sekarang tidak ada yang membuat kamu sedih lagi."

"Terimakasih dan Selamat tinggal."

Thorn mati- eh meninggal, tergantung di dahan pohon belakang rumahnya dengan kondisi mulut yang robek lebar.

'Sial.' Blaze menjatuhkan badannya dan menutupi mukanya, Bodoh sekali. Dia yang mendapati peringatan kenapa bukan dia yang mengetahuinya duluan? 'Semua salahku.' Sebelum dia memukul kepalanya tangannya di tahan oleh Halilintar.

"Ini bukan salahmu, ini takdir-" Halilintar menghela nafas berat menandakan dia juga tidak terima dengan kepergian Thorn. Lalu Halilintar mengelus rambut Blaze "-Jangan salahin dirimu." Blaze hanya mengangguk kecil.

Gempa masih berusaha menghentikan tangisan Solar, sakit tapi kalau nangis bisa ngembaliin keadaan? Ga. "S- solaar... Udah dong..." Gempa berkata itu sambil menepuk pelan punggung Solar, Halilintar mendekat ke arah Gempa dan menepuk pundak Gempa, Gempa mengalihkan pandangannya ke Halilintar dan mengangkat salah satu alisnya. "Bawa mereka masuk, bisa?" Gempa tersenyum kecil dan mengangguk pelan.

"K- kita masuk yuk?" Tidak ada persetujuan Gempa langsung menarik lengan kedua adiknya untuk memaksanya untuk masuk ke dalam rumah. Halilintar melihat kepergian ketiga adiknya dan beralih menghadap ke arah Thorn yang tergantung, terukir seringaian di bibir Halilintar.

"Mati lo?"


End.

- Impostor 。 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang