Permainan - 17.

130 13 1
                                    

Dulu jarang sekali dan hampir tidak ada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), terasa harmonis dan hangat. Sekarang kekerasan sudah menjadi makanan sehari hari. Rumah selalu berisik, berantakan atau bahkan setengah hancur.

"APAAN SI GEM?!"

"LO YANG APAAN ZE! UDAH GILA LO?" Setelah berkata seperti itu, dia melancarkan tamparan kencang di pipi kanannya. Blaze hanya terdiam sambil memegangi pipi kanannya.

"LO NGAPAIN SI? MAU MATI LO?!"

"MAU NYUSUL ICE LO?! GA LUCU ANJING!"

...

"Siapa yang ngelawak, Gem?" Gempa terdiam, memeluk badan dia sendiri. Suasana makin canggung, Blaze memasang wajah bertanya tanya ke Gempa. Tentunya Gempa tidak bisa menjawabnya, jujur ini semua susah untuk di pahami.

Gempa menunduk, menyembunyikan wajahnya. Dia sedikit terisak isak seperti dalam jangka waktu yang tak lama, air mata akan lolos dari kedua kelopak matanya.

"Gempa bodoh.." Gempa bergumam itu sembari memukul mukul kepalanya sendiri, Blaze yang melihat itu justru hanya diam. Mau bantu tapi kita semua juga butuh bantuan 'kan? Pundak Gempa di tepuk, sosok tinggi, berbaju merah hitam menepuk pundaknya Halilintar.

"Sudah lah, kalau kamu gituin Blaze, justru Blaze bakal makin terpuruk."

Kata kata itu benar. Hampir setiap hari dan setiap Gempa bertemu Blaze, dia pasti  mengajak Blaze beradu cikcok. Suasana rumah selalu tak tenang, Halilintar terutama. Dia yang melihat dan mendengar  kejadian itu dia pasti merasa, dia tak pantas menjadi pemimpin dari keluarga Almaraja itu.

Thorn dan Solar? Mereka hampir tidak pernah menunjukan dirinya, keluar pun hanya untuk membuat segelas kopi atau sekedar keluar rumah cari angin, selebihnya di kamar doang. Mengurung diri mereka, Thorn dan Solar juga menolak makan makanan yang berat, dia hanya makan makan cemilan saja.

— — Sisi Thorn dan Solar – ✧

Masing-masing memiliki headphone sendiri-sendiri, Thorn dan Solar berada di kamar mereka, diem dieman. Solar duduk di kursi belajarnya sedangkan Thorn tiduran dikasur milik Solar. Mereka sibuk dengan dunia mereka, Solar sedang belajar sambil mendengarkan lagu, sedangkan Thorn sedang memainkan game yang dulu direkomendasikan oleh Almarhum Taufan.

Keduanya tentu bosan, sudah 3 jam lebih mereka berdiam diaman seperti ini. Solar yang sedang fokus mendapati lirikan dari Thorn, Thorn pastinya juga heran. Kenapa adiknya itu sangat rajin untuk membaca buku buku aneh itu? Ingin sekali Thorn mendekat ke arah Solar.

"Kenapa Thornie?" Hal itu tentu mengejutkan Thorn yang berhendak mendekati, insting Solar sangat tajam ya? Tidak ada suara tidak ada angin, Solar dengan mudah mengetahui gerak gerik kakaknya itu. Lalu Solar menutup buku yang di depannya dan membalikan badannya, berhadapan dengan Thorn.

"Bosen ya?" Pertanyaan itu mendapati anggukan dari sang kakak 'go green' nya itu, Solar hanya terkekeh kecil dan tersenyum ke arah Thorn.

"Mau main?"

...

"MAIN?! SAMA THORN??!" Ekspresi Thorn berubah drastis, dari lusuh seperti pakaian kotor menjadi sangat semangat, matanya terlihat berbinar. Thorn menganggukkan kepalnya dengan tempo cepat. Solar hanya tertawa melihat pergatian ekspresi dia, sangat cepat, Thorn ternyata sangat mudah terpancing.

"Mau main apa??"

"Terserah Solar!" Solar tampak membuat pose berpikir, lalu terpikir sebuah ide, ide yang sangat bagus.

"Gimana kalo kejar kejaran?–" Solar menjeda, lalu di lanjutkan "Pakai pisau or maybe.. cutter?" Solar menghadap ke arah Thorn, lalu tersenyum manis. Thorn pastinya merinding mendengar permainan itu, tetapi Thorn anggukan saja, walaupun masih ragu ragu.

Solar mengambil cutter kecil yang ada di dekat mejanya lalu memberikan cutter itu ke Thorn.

"Okay, aku lari duluan kamu yang kejar."

"Ini beneran?"

...

"Apa mukaku kelihatan lagi bercanda?"

...

Sebenarnya Thorn tidak mau menerima tawaran bermain ini, inikan juga berkaitan dengan nyawa, tetapi yang mengajaknya itu Solar, pasti Thorn akan luluh. Mereka berdua melepas headphone mereka dan menaruhnya di atas meja kecil sebelah kasur Solar. Thorn menerima cutter dari Solar dan menatap kearah cutter tersebut.

"Ini baru ya? Masih tajam." Pertanyaan itu di jawab oleh gelengan kepala Solar.

"Gak, itu lama. Cuma ganti pisau aja."

'Pantas saja, ada sedikit bau amis.'

...

Thorn menghadap kearah Solar. Keduanya terdiam hanya saling menatap, tetapi Solar tau. Thorn meminta penjelasan tentang sesuatu, tetapi apa? Thorn menghela nafas panjang.

"Ini baunya amis, pernah di pakai buat apa?" Solar tentu tercengang mendengar perkataan kakaknya itu, tetapi dia bertindak polos menatap ke arah Thorn dengan tatapan heran. "Yang terakhir pakai bukan aku." Lalu Thorn ber'oh'ria.

Lalu Thorn memainkan cutter tersebut, dia melemparkan cutter itu ke udara dan menangkapnya kembali. "Baiklah, ayo mulai." Setelah Thorn berkata itu, keduanya saling bertatap sinis.

"Kita main di mana?"

"Kalau di halaman belakang?"

...

"Sound's good, ayo." Thorn langsung menggandeng tangan kanan Solar dan membawanya ke halaman belakang.

'Saatnya bermain, Kakak.'

End.


- Impostor 。 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang