— Beberapa waktu yang lalu.
Kini jam sudah menunjukan pukul 9 malam, Halilintar masih sibuk dengan kegiatannya yang tidak diketahui Blaze. Halilintar bertemu dengan Aurora. Yap, masih ingat Aurora? Teman sekolah Gempa.
"Gimana?"
"Apanya yang gimana?" Ucap Aurora sambil mengangkat cangkir teh didepannya, ia meneguk teh yang ada di cangkir tersebut "Oh... Kelanjutannya ya?" Halilintar mengangguk, Aurora menatap tajam kearah Halilintar, rasanya Halilintar ditatap sampai jiwanya.
Aurora mengeluarkan suatu bungkus lalu menyodorkannya ke Halilintar "Langkah terakhir." Ia memaksa bungkus itu maju sampai didepan dada Halilintar.
"Ini apa?"
"Pistol?"
. . .
Halilintar terdiam, ia pastinya kaget tapi itu memang tujuan dia. Pertumpahan darah. Ia sedikit menggeleng pelan lalu mendorong bungkus itu "G-ga bisa..." Ucapnya gagap, Aurora heran
"Tapi ini kemauan-mu kan? Menjadi anak tunggal tanpa adik-adikmu yang tolol itu?" Halilintar bimbang, ia ingin mengangguk tapi ia juga tak mau menerima ini, ia tak mau menjadi tersangka dan dipenjara karena pembunuhan terhadap 6 adiknya. "Ini langkah terakhir, kamu akan bebas dari tekanan adikmu. Lagi pula tinggal satukan?" Halilintar mengangguk, Aurora menyeringai.
"Gue ada cara lain sih, tanpa ngotorin tangan lo." Ia menarik pistol yang tidak diterima Halilintar dan meletakkannya dimeja. Ia menyilangkan kedua tangannya dan menidurkan punggungnya pada punggung tempat duduknya. "Berminat?" Aurora mengulurkan tangannya.
Halilintar terdiam sebelum ia berkata "Apa dulu?" Aurora terkekeh kecil, sepertinya Halilintar tertarik batin Aurora. "Ilmu hitam." Halilintar membisu, ini termasuk benar tetapi Halilintar sudah seperti ustadz dikeluarga itu. Ia menggigit bibir bawahnya tampaknya ia bimbang lagi, Halilintar berpikir
'Yang dikatakan Aurora bener juga. Kalo ga mau ngotorin tangan pake ilmu hitam' Halilintar mengangkat kepalanya, menatap lurus ke Aurora, ia mengangguk. Halilintar menerima tawaran Aurora, pakai ilmu hitam. Aurora terkekeh.
"Terimakasih telah menerima saranku!"
— Saat ini.
"Inget rumah lo?" Ucap Blaze melipatkan kedua tangannya, ia menatap tajam Halilintar lurus ke dalam jiwanya.
"Apa salahnya si gue pulang?"
"Salah." Ujar singkat si anak tengah, dijawab dengan tatapan heran dari Halilintar, pastinya?
"Apaan coba?"
"Hah! Kalau boleh jujur! Aku sudah tau kau dalang dari semua ini!" Ucap Blaze sembari menunjuk ke arah Halilintar, Halilintar terdiam membisu. Tak lama seringaian kecil terlukis diwajahnya
"Apa bukti lo?" Blaze membeku mendengar pertanyaan itu, jelas Blaze tidak punya bukti dia hanya menggunakan instingnya saat ini. Dan saat ini yang patut dicurigai itu si Sulung, Blaze perlahan lahan menurunkan jarinya dan perlahan menunduk Blaze memutar kembali beberapa waktu yang lalu dipikirannya.
"AH! Lo selalu berangkat pagi pulang malem! Itu lo kemana aja!"
"Gue kerkel? Bukannya gue udah bilang ke lo?"
"LO KERKEL DARI BERHARI-HARI YANG LALU DAN LO BILANG DIAPK IJO KALO DEADLINENYA UDAH DEKET, ITU UDAH SEKITAR 15 ATAU 16 HARI YANG LALU LIN! GIMANA GUE GA CURIGA?!" Bentak Blaze ke Halilintar sambil mendorong-dorong pundak si Sulung dalam setiap katanya. Ia menjeda untuk menghela nafas lelah "Gue curiga sama lo, karna setiap ada anggota keluarga yang mati... LO KAYA GA PEDULI ANJING! KAYA ITU CUMA HAL BIASA!" Ucapan itu diiringi dengan gerakan abstrak tangan Blaze. Halilintar masih terdiam dengan kelakuan adiknya itu, Halilintar memendam amarahnya untuk memarahi si iris oranye, Halilintar menggenggam erat tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
- Impostor 。 [End]
General FictionAttention! 🎐 - mister - horror? - Boboiboy milik Monsta! - death wrn - ooc - harsh word - typo bertebaran - bad English Jadi ini cuma cerita khayalan dari author doang, jangan di sangkut paut kan dengan official nya ya!! Setiap bab berbeda beda, b...