📌 - 10.

155 16 0
                                    

≈ Someone Pov

。⁠*゚⁠+    。⁠*゚+    。⁠*゚⁠+    。⁠*゚⁠+    。⁠*゚+    。⁠*゚⁠+
Nada dering ponsel terdengar.

¡ Incoming Call !

Pria itu mengambil ponsel miliknya yang berada di atas meja kerja di depannya dan membaca nama kontak itu. "Oh ni orang." Gumam pria itu.

Call is On Going.

'Gimana?'

"Yang apa dulu?"

'Eskrim.'

"Udh gue tuker, Lo ga percaya ama gue?"

'Susah percaya sama lo.'

"SIA-"

Call is Ended.

Orang itu lempar ponselnya kesembarang arah, "Sialan tu orang!" Dia menekan kata pertama lalu menggebrak meja kerja didepannya dengan kencang.

Orang itu lalu menyeringai "Lo ikut mati di tangan gue." Gumamnya, lalu mengambil pisau lipat yang ada di sakunya dan melempar pisau itu 'tepat'. Pria itu mencabut pisau tersebut dari papannya.

"Siap siap mati lo." Dia menyeringai dan beranjak keluar dari ruang kerjanya.

Di sisi boell~

Setelah kejadian yang menimpa Ice, Ice langsung dilarikan kerumah sakit dan didiagnosa keracunan makanan. Setelah menjalani pengobatan Ice menjadi lebih baik, tapi dia menjadi lebih tertutup bahkan dengan keluarganya.

Dia menjadi lebih takut dari sebelumnya, dia tak tau mau percaya dengan siapa lagi. Semua orang di matanya hanya seorang penjahat yang kejam, dapat membunuh tanpa menyentuh. Ice akan lebih berhati hati dengan semua orang, teman, sahabat, dan keluarga termasuk Blaze. Dia tak mau hal tersebut terulang lagi.

— — —  — — —  — — —

"Ice makan lah, kamu sama sekali ga nyentuh makanan itu!" Ucap Gempa hendak  menggenggam tangan Ice. Ice dengan reflek cepat, dia menepis tangan Gempa "Gak!" Jawab singkatnya lalu beranjak lari ke kamarnya.

Lalu seseorang yang menepuk pundak Gempa dengan pelan "Yauda Gem, tunggu aja. Dia lagi di masa pemulihan–" dia menghela nafas pasrah "–kamu yang sabar ya? Nanti dia percaya sama kita lagi ko." Lanjut orang itu.

"Tapi aku ga tega. Dia belum makan sama sekali, bahkan ini udah siang." Gempa tampak pasrah dengan apa yang terjadi dengan Ice. "Bang Hali?" Halilintar yang sedari tadi menggenggam pundak Gempa lalu merangkul Gempa "kenapa?" Tanya Halilintar.

"Ice kayanya gabakal percaya sama kita."

"Hah?"

"Dia udah asing sama kita."

.  .  .  . Hening.

"Tapi ga ada salahnya kita tunggu, 'kan?!" Halilintar menggenggam kedua pundak Gempa dengan erat dan menatap tajam ke arah Gempa. Mata Gempa sudah terlihat putus asa, dia benci ketika adiknya ada yang bertingkah seperti kakaknya adalah orang asing.

"Gatau.." Gempa mengangkat kedua tangan kakaknya yang ada dibahunya itu. "Aku bingung.." Melanjutkan ucapannya itu dan pergi keruang tengah.

'Ini kenapa si?' Batin Halilintar.

Thorn yang di kebunnya, mendengar bentakan Halilintar langsung beranjak pergi ke ruang makan. "Kenapa lagi bang?!" Tanya Thorn ke Halilintar. "kenapa emangnya?" Halilintar malah tanya balik ke Thorn, Hal itu membuat Thorn melihat kakaknya dengan bingung.

"Tadi teriak apa?"

"Oh, gaada." Halilintar langsung membuang mukanya dan sedikit melirik ke arah Thorn, Thorn terlihat bingung dengan gerak gerik Halilintar. Halilintar yang menyadari hanya mengelus rambut Thorn dan menghadap balik ke arah Thorn. "Gaada Thorn, sana urus kegiatanmu."

"Okay!" Lalu berjalan pergi kekebunnya lagi.

Halilintar hanya menjatuhkan badannya ke kursi makan dan mulai memijat mijat dahinya 'udah rusak keluarga ini.' batinnya.
'gue udah muak sama semuanya, tapi gue bocah sulung di ni keluarga' Lanjutnya.

— Di kamar Ice dan Blaze —

"Ice.. kamu udah makan..?" Tanya Blaze, Ice hanya menggelengkan kepalanya.

"Kenapa?"

"Ice gamau." Ucap Ice sambil memainkan jari telunjuknya. Blaze lalu mengambil kedua tangan Ice "Ice, makan ayo?" Jawaban Ice tetap sama, dia hanya menggelengkan kepalanya lagi.

"Terserahlah, Ice." Lalu Blaze duduk di sebelah Ice dan mengelus punggung kembarannya itu.

'Aku temenin kamu. Sampai sembuh.'



End.

- Impostor 。 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang