07. Alex dan Husein

231 29 3
                                    

Motor sport hitam itu sejak beberapa menit lalu telah terparkir dalam garasi rumah milik Zayyan. Namun yang mengendarai masih setia menduduki jok motor tersebut dengan kepala tertunduk, jemarinya mengepal erat melampiaskan perasaan berkecamuk di hatinya yang ia sendiri tak tahu itu apa.

Husein marah tentu saja, ada gejolak api yang membara di dadanya tapi yang membuatnya bingung api itu tidak hanya membakar tapi juga menghadirkan hangat. Hangat yang merayap di sela-sela kemarahannya, menyelinap dan memadamkan api yang tadi membara.

"Loe kenapa sih Lex?"

Husein tidak pernah tahu bagaimana seseorang jatuh cinta atau bagaimana perasaan aman dan nyaman bisa berubah menjadi cinta? Apalagi jika cinta itu pada orang yang sama seperti dirinya, laki-laki? Tolong mungkin Husein salah atau mungkin Lex yang salah mengartikan segalanya.

"Bang, ayo masukk!!"

Panggilan Zayyan membuyarkan lamunan Husein. Beranjak turun, Husein membawa langkahnya masuk kedalam rumah menghampiri Zayyan yang kini sudah duduk pada sofa panjang di ruang tamu bersama dua cangkir teh hangat.

"Gue udah bikinin Abang teh" Ujar Zayyan dengan senyum kecil menghias wajah imut itu membuat Husein ikut tersenyum dan mendudukan bokongnya di sebelah adiknya ini.

"Kenapa gak bikinin Abang kopi?"

"Gak boleh begadang, Abang"

Husein hanya mengangguk saja sembari meraih cangkir teh di atas meja, meniupnya pelan guna menghalau panas kemudian menyesapnya sedikit demi sedikit. Manis dan hangat teh sedikit meredakan hati Husein yang tengah berisik, menghantarkan ketenangan bagi hatinya yang berantakan. Husein terus menyesap teh itu berharap manis dan hangat yang ada mampu menghalau kegundahan yang kini dia rasakan.

"Bang!"

"Hmmm?"

"Abang ada masalah apa sama Lex?"

"Gak ada masalah apa-apa"

"Gak ada masalah kok kayak cekcok gitu tadi gue liat. Cerita bang siapa tahu gue bisa bantu!"

"Gak pa-pa, dek. Cuma salah paham aja dikit kok ini" Husein mengalihkan pandangnya menolak untuk menatap mata Zayyan, yang Husein tahu pasti anak itu bisa membaca kebohongannya. "Udah, udah tengah malem nih sana tidur! Anak kecil itu gak boleh malam-malam tidurnya" Lanjutnya yang seketika mendapatkan lirikan sinis dari Zayyan.

"Ya udah aku mau ke kamar dulu. Abang nginep aja awas aja kalo nanti pagi Ajay gak ngeliat Abang. Ajay ngambek"

"Iya, nanti Abang bikinin sarapan buat loe sama Davin ya"

"Ok, jangan lupa susu coklat buat adek ya, Bang terus kalo masak nasi goreng buat adek jangan pedes-pedes"

"Iya" Husein menggeleng pelan, Zayyan memang selalu penuh perhatian terlebih pada Davin. Bocah 20 tahun itu selalu tahu apa yang Davin suka dan tidak suka meski hubungan Zayyan dan Davin belum baik-baik saja tapi Husein tahu seberapa besar Zayyan menyayangi adiknya.

Mengingat kembali kejadian 3 tahun lalu membuat Husein menatap punggung tegap adiknya itu sendu. Sudah begitu banyak yang Zayyan lalui. Sudah begitu banyak luka yang Zayyan terima. Sudah begitu banyak duka yang Zayyan hadapi tapi Zayyan tetap kokoh, tetap berjuang untuk hidupnya meski hampir saja menyerah. Menemani adiknya dimasa-masa terendah membuat Husein tidak bisa memaksa jika adiknya belum ingin berdamai, belum ingin memperbaiki hubungannya dengan Si Bungsu. Dia tahu betapa fatal luka yang Zayyan terima dan dia pun tahu betapa sakitnya hati Davin ketika Zayyan memilih menjauhinya tapi Husein tidak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini.

"Abang harap kamu cepat sembuh, Dek dan berdamai dengan masa lalu. Abang kangen kumpul bertiga lagi sama kalian"

Ia sesap lagi teh yang kini mulai mendingin. Mata indahnya memejam menikmati rasa manis sedikit pahit dari teh khas buatan Zayyan. Namun ketika matanya terpejam bayang-bayang ketika ia bersama Alex hadir begitu saja. Mengingatkannya lagi alasan kenapa dirinya berada di sini. Husein meletakan cangkir teh yang sejak tadi ia pegang ke atas meja. Cowok itu memijat pangkal hidungnya menghalau pening yang seketika datang lagi.

Angkasa-nya Semesta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang