Davin sudah kehilangan segalanya. Kepergian Zayyan menjadi pelengkap untuk lukanya yang masih berdarah. Malam itu ketika Davin menerima telpon dari polisi. Ketika tubuh kakaknya yang tak lagi bernyawa dibawa pulang dengan sirine menyayat hati sebagai pengiringnya. Ketika tubuh tanpa rona itu dibaringkan di tengah rumah saat itu juga tangisnya menggema, mengaung tanpa niat ia cegah.
Davin memeluk tubuh kakaknya erat, menumpahkan tangisnya pada dada bidang yang tak lagi bergerak, tak lagi dapat ia dengarkan jantung itu berdetak, tak lagi dapat ia rasakan hembusan napas pelan kakaknya. Dunia Davin hancur detik itu juga.
"Kak pulangnya bukan di sana, ayo puter balik kak, pulangnya kejauhan."
Davin masih mengingat pinta lirihnya hari itu, pinta yang tak akan bisa kakak kabulkan. Pagi itu di bawah mentari yang mulai beranjak naik pun masih segar diingatan ketika ia memandikan kakak, ketika kakak mulai dipakaikan pakaian terakhirnya, ketika dia mati-matian menahan air mata agar tidak menetes saat ia mendaratkan kecupan terakhir di dahi kakak.
"Davin akan belajar ikhlas. Titip salam untuk Mama, Papa ya kak. Tenang dan bahagialah di sana. Tunggu Davin datang."
Dunia Davin yang masih tersisa akhirnya melebur ketika tubuh kakak mulai di turunkan, ketika Davin meletakan tubuh kakak di tempat terakhirnya, ketika ia mengumandangkan adzan terakhir di telinga kakak. Davin hancur tanpa sisa.
"Gue bohong, kak. Gue bohong, gua gak bisa, kak. Rasanya masih menyakitkan bahkan sampai hari ini. Rasa sakitnya masih sama. Gue minta maaf..."
Orang bilang luka akan sembuh seiring berjalannya waktu. Hari pertama akan terasa seperti mimpi, ia akan menangis dan tidak bisa menerima kenyataan. Minggu pertama hidup terasa hampa, ia tidak lagi menangis tapi setiap kenangan akan terus datang seperti kaset yang terus diputar ulang. Bulan pertama semua akan lebih baik, dia mungkin masih menangis tapi rasa sakitnya sudah mulai mereda. Hari ke 100 hidup mulai berjalan seperti seharusnya, 1 tahun pertama ia akan mulai melupakan dan menjalani hidup lagi.
Tapi...
Itu semua tidak berlaku bagi Davin. Rasa sakitnya masih begitu segar, masih begitu perih, masih begitu pedih hingga ia tidak mampu melakukan apa-apa. Davin mengelus pelan nisan bertuliskan nama kakak itu, mengelus ukiran cantik nama Semesta-nya. Sudah banyak waktu berlalu tapi lukanya masih sama.
"Loe bahagiakan kak di sana? Maaf karena gue belum bisa bahagia di sini tapi loe tenang aja kak gue akan tetap hidup kok. Gue akan pulih suatu saat nanti dan ketika saatnya tiba gue akan datang lagi dengan versi terbaik gue. Hari ini gue datang dengan air mata tapi nanti gue akan datang dengan bahagia. Tenang di sana kakak. Gue sayang banget sama loe."
Davin beralih pada satu nisan bertuliskan nama Mama dan Papa. Di bawah nisan itu Mama dan Papa terbaring sampai hari kebangkitan tiba. Davin meletakan satu buket bunga mawar putih di atas nisan itu, mengelus ukiran cantik itu pelan.
"Ma, Pa titip kakak ya. Kalian yang tenang di sana. Tunggu Davin datang lalu kita bisa kumpul lagi kayak dulu. Tenang aja Davin gak cepet kok datengnya. Davin sayang banget sama kalian."
Davin beranjak dari duduknya, merapikan Jeansnya yang sedikit kusut sebelum membiarkan senyumnya terbit menghiasi wajah tampan miliknya, membiarkan lesung pipinya terlihat jelas meski dengan pipi basah, membiarkan mata bulan sabitnya terbentuk meski dengan mata berair.
"Davin pulang dulu nanti Davin akan datang lagi dengan perasaan lebih bahagia." Ucapnya lalu berbalik membawa langkahnya menjauh sembari menghapus titik air yang terus mengalir dari telaga matanya.
...
Mentari sudah beranjak turun ketika Davin melangkahkan kakinya ke tempat ini, ketika dia mendudukkan bokongnya pada kursi besi menghadap seseorang yang selalu ingin ia temui setelah ia tahu kebenarannya. Davin menggenggam jemarinya di atas meja, menatap pria yang masih begitu tampan meski usianya sudah menua. Menatap mata sipit dengan bola berwarna hazelnut itu. Mata yang sama persis seperti matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa-nya Semesta ✓
Fanfiction"Tidak ada yang salah dengan jatuh cinta, yang salah hanya kepada siapa kita mengalamatkan cinta itu." -Semesta Zayyan Themis- "Gue adalah Angkasa yang Semesta cintai dengan caranya." -Angkasa Sing Arhaan- "Cinta itu suci karena dia lahir dari hati...