19. Pemenangnya

264 41 42
                                    

Davin memejamkan kembali matanya, menolak bangun meski mentari sudah begitu terik di atas sana. Akhir-akhir ini hari rasanya begitu berat untuk dijalani tanpa Zayyan yang selalu membuat hidupnya lebih berarti, tanpa Zayyan yang selalu menyuntikan semangat meski tidak pernah memberikan senyum. Karena akhir-akhir ini Zayyan tidak terlihat orang itu masih betah dalam kesendiriannya, masih menolak kehadiran banyak orang termasuk dirinya.

Hanya Husein dan Om Hisan yang berani Zayyan tatap, yang berani Zayyan temui. Kata Bang Husein kakaknya itu masih belum mampu berdamai dengan luka masa lalunya. Davin menghela napas panjang, beranjak dari kasur yang sebenarnya masih ingin ia tempati. Pemuda itu membuka tirai jendela dan membiarkan mentari lebih leluasa meyinari kamarnya.

"Selamat pagi dunia yang terlalu banyak drama!" Sapanya pelan sambil menyibakkan poninya kebelakang membuat rambutnya semakin berantakan.

Hela napas panjang kembali ia hembuskan, mengurangi keluh yang memenuhi hati membuat dadanya sesak. Kemarin Bang Husein dan Davin membawa Zayyan ke rumah sakit setelah dari kampus karena panas badan kakaknya itu tiba-tiba naik. Dan yang semakin membuat Davin ketakutan sepanjang perjalanan Zayyan terus saja mengigau, air matanya bahkan terus mengalir meski dalam ketidaksadarannya.

Betapa bahayanya sebuah trauma.

"Davin!"

Panggilan lembut itu membuat Davin berbalik memperlihatkan matanya yang memerah menahan kaca di matanya yang siap pecah kapan saja.

"Om."

Om Hasan, pria paruh baya itu bergegas menghampiri dan menarik anak itu dalam dekapnya, lengan kokohnya mengelus punggung Davin pelan memberi anak itu kekuatan. Dia tahu Davin lelah, Zayyan pun sama. Keponakan-keponakannya menanggung beban begitu besar dipundaknya setelah orang tua mereka meninggal. Seharusnya dia tidak gagal menjaga mereka setelah kepergian adiknya.

"Gak pa-pa, Dek ada Om, gak pa-pa." Ucapnya berulang kali mencoba menenangkan hati keponakannya yang ia tahu pasti berisik.

"Apin kangen kakak, Om tapi Apin takut kakak gak mau ketemu Apin. Terakhir kali kakak takut banget pas ngeliat Apin. Apin takut gak bisa peluk kakak lagi."

"Gak, Dek percaya ya sama Om kakak pasti mau ketemu kamu lagi. Dia sayang banget sama kamu, Dek. Kamu adalah segalanya buat dia, traumanya tidak akan membuatnya membenci adiknya sendiri."

Om Hasan menggenggam kedua pundak  Davin, menatap mata yang memerah itu. Berusaha menyakinkan anak itu bahwa apa pun yang ada di kepala anak itu tidak benar. Bahwa Zayyan tidak akan membenci Davin bahkan ketika dunia memberi Zayyan begitu banyak alasan untuk melakukannya.

"Kenapa dunia jahat banget sama Kakak, Om? Kenapa harus kakak yang Allah pilih untuk menanggung semua luka itu? Tidak cukupkah Dia mengambil Papa dan Mama dari kami? Kenapa tidak menyakiti Davin? Kenapa gak Davin aja, Om? Kenapa harus kakak?" Davin melangkah mundur, dia hempaskan lengan Om Hasan dari kedua bahunya.

"Karena Davin kan Om? Karena Davin sumber semua luka kakak? Karena orang gila itu papanya Davin. Orang yang menyabotase mobil Papa sampai Papa, Mama kecelakaan dan meninggal itu papa kandungnya Davin, orang yang nyulik kakak hari itu dan membuat kakak trauma juga papa kandung Davin. Sekarang cedera kepala itu juga karena bajingan itu kan Om? Itu semua karena Davin kan Om? Davin yang pembawa sial!"

Davin sudah tahu semuanya. Davin tahu siapa yang membuatnya dan kakak kehilangan Mama dan Papa. Davin tahu bahwa dia adalah anak hasil perselingkuhan Mama dengan laki-laki bernama Devin. Dan sekarang Davin juga tahu bahwa yang menculik dan membuat kakak trauma hari itu adalah Devin, papa kandungnya.

Semua luka Zayyan adalah karena dia, karena kehadirannya. Adanya Davin hanya membawa luka. Dan sekarang cedera kepala yang kakak alami juga karena dirinya. Davin jatuh terduduk, jemarinya menarik rambutnya kuat sembari terus mengumpati dirinya sendiri. Sedangkan Om Hasan hanya mampu menatap Davin, pria itu memilih diam dan membiarkan Davin menumpahkan kepedihannya. Terkadang setiap orang hanya perlu didengarkan.

Angkasa-nya Semesta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang