18. Peperangan Semesta

229 32 12
                                    

‼️‼️‼️❌WARNING ❌‼️‼️‼️

Hal yang paling sulit untuk dilakukan adalah berperang dengan diri sendiri, berperang dengan hati sendiri, berperang dengan waktu dan berperang dengan tubuh sendiri. Zayyan pun begitu, untuk bisa berperang dengan Angkasa hal pertama yang harus ia lakukan adalah berperang dengan dirinya sendiri. Dirinya yang mencintai Angkasa, dirinya yang lemah, dirinya yang mungkin tidak bisa bertahan lebih lama dan membuat Angkasa kembali pada jalan yang seharusnya.

Zayyan terus memijat pangkal hidungnya mencoba meredakan sakit kepala yang sejak di kampus tadi hingga kini ia sudah menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa di rumah belum juga berhenti mendera.

"Masih sakit? Mau ke rumah sakit aja gak?" Tanya Husein sembari mengurut tengkuk Zayyan berharap dengan itu dapat sedikit meredakan sakit kepala yang adiknya derita.

"Gak pa-pa cuma sakit sedikit gue cuma butuh istirahat sebentar, Bang" ucap Zayyan memamerkan deretan gigi putihnya.

"Ya udah sini baringan dulu sambil nunggu Mentari ambil obat" Husein menarik kepala Zayyan untuk berbaring pada pahanya yang sudah ia lapisi batal untuk kemudian mengurut kepala adiknya pelan. Melihat Zayyan seperti ini Husein rasanya ingin menangis saja.

"Bang, gue bisa gak ya?" Tanya Zayyan setelah beberapa saat diam. "Rasanya sulit banget, gue punya cukup waktu gak bang?" Tanyanya lagi dengan mata masih terpejam.

"Bisa. Loe bakal punya banyak waktu untuk membuat Sing sadar, kita bakal lulus bareng, gue bakal liat loe nikah sama Mentari dan meraih kesuksesan sama-sama. Kita pasti punya banyak waktu."

Zayyan mengangguk kecil, jemarinya meraih jemari Husein dan meminta lengan itu kembali mengelus dan mengurut kecil kepalanya.

"Iya, gue pasti bisa kalo pun nanti misalnya gue gak punya cukup waktu gue bakal berdoa sama Allah buat kasih gue sedikit tambahan waktu setidaknya sampai gue memastikan Angkasa baik-baik saja" Ujar Zayyan.

Kelopak mata itu masih tertutup menyembunyikan binar boba dibaliknya namun tidak mampu menyembunyikan setitik air yang mengalir di sudut mata Zayyan.

"Loe pasti tahu kan, Bang kalo gue juga punya rasa yang sama seperti Angkasa tapi Abang juga harus tahu ini kalo gue mencintai Angkasa dengan cara gue sendiri" Zayyan membiarkan matanya terbuka menatap mata legam Bang Husein yang berkaca.

"Gue tahu"

Zayyan hanya tersenyum tipis lalu matanya kembali terpejam, menikmati usapan lembut di kepalanya, mengantarkannya pada dunia mimpi yang mungkin lebih indah, lebih bahagia tanpa rasa kalah, tanpa rasa putus asa. Karena di dunia fana ini Zayyan hampir menyerah, ia hampir kehilangan asanya, hampir saja putus asa membuatnya kehilangan pijaknya.

Bagaimana caranya ia melawan Angkasa ketika dia tidak mampu melawan dirinya sendiri, melawan hatinya yang memilih Angkasa untuk dicintai? Zayyan ingin menyerah tapi tidak bisa karena ia mencintai Angkasa-Nya.

"Kenapa loe gak jujur aja sama Sing, Jay? Kenapa loe harus berpura-pura gak cinta sama dia dan jadiin gue penghalang di antara kalian berdua?" Tanya Mentari, gadis itu meletakan nampan berisi air minum juga piring kecil berisi obat-obatan milik Zayyan.

"Karena meskipun gue cinta sama Sing tapi loe yang mau gue perjuangkan, Mentari. Loe yang mau gue jadiin pendamping hidup gue."

"Itu kalo loe bisa hidup lebih lama, Zayyan!"

"MENTARI!!" Suara keras Husein menggema tapi tidak mampu membuat Mentari bungkam. Bukankah dalam hubungan ini dia juga berhak bersuara?

"Untuk hidup yang singkat ini kenapa loe gak coba untuk bahagia? Kenapa loe harus menyakiti diri loe sendiri? Loe bisa bahagia, Zay. Loe bisa bahagia sama orang yang loe cinta, sama Sing. Lupain tentang batasan-batasan loe itu karena dunia udah maju pasangan sesama jenis udah banyak di luar sana"

Angkasa-nya Semesta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang