"Kamu tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya berusaha terlihat bahagia di depan orang tua, padahal sebenarnya keadaan sedang hancur-hancurnya.
Ingin jujur tentang keadaan, tapi takut menjadi beban.
Akhirnya, segala luka ditelan sendirian."~Zhen Daviandra Sagara~
Pagi-pagi sekali Gara sudah bangun, karena aktivitas pagi hari Gara dimulai dengan sholat subuh, mengaji, lalu mandi dan bersiap-siap sekolah. Saat ini, Gara sedang duduk sambil menyiapkan mental. Ia merasa sedikit takut untuk pergi ke sekolah, karena bagi Gara, sekolah adalah tempat paling menyeramkan. Di sana terdapat orang-orang yang berperilaku toxic dan selalu membully dirinya.
Sebenarnya, ia bisa saja meminta kepada ayah dan bundanya untuk pindah ke sekolah yang lebih dekat dengan tempat ayahnya berdinas. Namun, ia belum siap mengungkapkan keinginan tersebut, apalagi jika ayahnya bertanya alasan mengapa ia ingin pindah.
Setelah merasa cukup siap, Gara pun segera berjalan menuruni anak tangga. Ketika menuruni tangga, matanya secara tidak sengaja tertuju pada meja makan besar. Meja itu terlihat sepi tanpa ada seorang pun di sana. Ia tersenyum kecut, sudah lama ia tidak makan bersama keluarganya di meja besar tersebut.
Sejak saat itu, Gara merasa kesepian dan sudah lupa rasanya kehangatan sebuah keluarga. Namun, Gara tidak lagi memikirkan hal itu. Ia sudah terbiasa hidup seperti ini.
Kedua orang tuanya sedang bertugas di Surabaya dan hanya pulang ke Jakarta jika ada acara yang dianggap sangat penting. Sementara itu Kakaknya sedang kuliah di Surabaya dan tinggal bersama ayah dan bundanya. Di Jakarta, Gara hanya ditemani oleh bibi yang datang pada pagi hari hingga sore saja.
"Masak apa, bi?" Tanya Gara sambil duduk di kursi kosong.
"Bibi masak nasi goreng seafood kesukaan Mas Gara, dimakan, gih" Jawab Bibi, sambil meletakkan piring berisi nasi goreng seafood di hadapan Gara.
"Wahhh enak banget ini. Bibi juga makan, ya, biar Gara ada temennya bi" Ucap Gara. Bi Siti pun duduk di depan Gara. Saat sarapan, tidak ada yang berbicara; hanya suara dentingan sendok yang menemani mereka.
Setelah sarapan, Gara pun bergegas berpamitan kepada Bi Siti, lalu pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Padahal, ia sudah diperingatkan oleh ayahnya bahwa ke mana pun ia pergi harus diantar oleh sopir, tetapi Gara menolaknya. Ia merasa lebih nyaman berjalan kaki.
Gara berjalan menuju kelas sambil bersenandung lirih. Sesampainya di kelas, Gara langsung duduk di bangkunya dan mengeluarkan buku. Kemudian, ia tenggelam dalam soal-soal matematika di hadapannya hingga tidak menyadari keadaan kelas yang sudah ramai.
Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 14.00, yang menandakan bel pulang sudah berbunyi. Para siswa bersiap-siap untuk pulang, begitu pula Gara, Gara sedang bersiap-siap untuk pulang. Hari ini tubuh dan batinnya sudah sangat lelah.
Ia bergegas keluar kelas, tetapi ketika baru berjalan beberapa langkah, ia berhenti karena melihat sekelompok murid yang berdiri tidak jauh darinya. Tubuh Gara bergetar hebat. Ia merasa takut karena tubuhnya sekarang sudah sangat lelah. Ingin rasanya berlari saat ini juga, tetapi sudah terlambat, mereka sudah berjalan menghampirinya
"Woi beban!" Ucap seseorang.
"Gue punya nama kalo lo tahu land" jawab Gara. Ya, seseorang itu adalah Aland, murid berandalan yang selalu membully Gara.
"Wow, mulai berani, ya!" ucap Aland sambil menarik tas Gara dengan keras hingga Gara terjatuh dan terbentur lantai.
"Bawa si beban ini ke gudang" perintah Aland kepada dua temannya, Elvis dan Darel.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA
Teen Fiction"Aku hanya ingin tenang tanpa merasakan sakit, apa itu salah?" ~Zhen Daviandra Sagara~ Zhen Daviandra Sagara, Remaja yang sering di bully oleh teman di sekolah hanya karena orang tua nya tidak pernah datang ketika ada undangan ke sekolah, ia di bull...