(20)Penyusup.

3 2 1
                                    

Maudya menghela nafasnya merasa lelah dengan hidupnya yang semakin lama semakin tak jelas, apalagi mengingat perkataan serta perilaku Elgara padanya kemarin membuat dirinya harus berpikir keras mencari maksud dari ucappan pria yang baru ia kenal beberapa hari ini, belum lagi dengan sikap Maura yang semakin lama semakin menjadi-jadi.

"Seperti yang gue bilang semalam.Lo bebas mau apain dia, bahkan lecehin dia sekalipun gue gak larang. Nanti duitnya gue tf"

Ucappan Maura tadi pada elgara terngiang-ngiang di kepala Maudya. Seketika rasa takut menghampirinya.

Maudya,pokoknya kamu harus menjauh dari el. Batin Maudya.

Sudah dua hari lamanya Maudya tak masuk sekolah dan selama itupula ia tak mendapatkan kabar barang sedikitpun dari Arsyad. Bukan karena Arsyad tak menghubunginya, ia bahkan tak tahu pria itu mengabarinya atau tidak mengingat ponselnya hilang setelah kejadian kemarin lusa.

Huft.Mengingat Arsyad ia jadi merindukan pria itu.

"Kak Maudy ngelamun lagi?", Maudya menoleh menatap Laras yang baru saja tiba di dapur dengan piring bekas nasi goreng yang sudah ia makan.

Ya,saat ini Maudya tengah berada di dapur dengan sekotak tempat kue di hadapannya. Selama liburan Maudya tak menghabiskan waktunya di dalam kamar saja, namun membuat berbagai macam kue dan ia titipkan di tetangganya yang berjualan di pasar.

"Gak papa", balas Maudya kembali sibuk menghitung uang hasil penjualan kue hari ini.

"Gimana kak, laris?"

"Alhamdulillah, Walau Masih Sisah Lima Kue"

Laras mengangguk dengan senyum tipis, namun tak berselang lama senyum hadis itu memudar saat mengingat suatu hal.

Maudya yang tak sengaja melihat perubahan laraspun mengerutkan keningnya bingung dan berjalan mendekat.

"Kenapa?"

"Laras di suruh beli buku sama fotokopi buku, Cuman-- "

"Berapa?"

Laras mendongak, tampak wajah enggan menyebutkan nominal yang ia butuhkan.

Ya, Laras sadar hidupnya di sini hanyalah beban bagi maudya.maudya, kakaknya ini selalu bekerja banting tulang untuk menyekolahkan dan menafkahinya membuat dirinya merasa enggan untuk meminta-minta, terlebih sudah berapa banyak uang yang maudya keluarkan untuknya.

"Berapa Laras?"

Tak mendapat jawaban dari Laras membuat Maudya menghela nafasnya lantas merogoh saku celanya dan mengeluarkan beberapa lembar uang dari sana.

"Seratus lima puluh ribu, kalau kurang nanti kakak carikan lagi"

Laras menganggukkan kepalanya dan mulai mengambil pemberian kakaknya dengan sedikit ragu.

"Makasih Kak.uangnya Cukup Kok", balas laras bohong, mengingat harga buku sama nominalnya dengan yang maudya berikan, dan belum lagi harga fotokopi buku.

Maudya hanya mengangguk dan tersenyum lantas berlalu pergi memasuki kamarnya.Sungguh kepala gadis itu amat sangat pusing dan ia butuh istirahat.

Setibanya di kamar gadis itu lantas menutup pintu dan bersamaan dengan itu setetes cairan kental keluar dari hidungnya.

"Astaga", gumamnya sedikit terkejut dengan darah yang beberapa tahun ini selalu keluar dari hidungnya.

Gadis itu berjalan hendak masuk kealam kamar mandi, namun langkatnya urung saat tatapannya terpaku pada sosok pria dengan tudung hoodie

Hitam Yang menutupi Sebagian wajahnya.

"AAAAA MAL-- Hmppt", teriak Maudya terhenti saat sosok itu dengan tiba-tiba membekap mulutnya membuat aliran darah itu mengotori punggung tangan sosok yang maudya yakini ialah seorang pria.

MAUDYA || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang