BAB III Mengobati

8 1 0
                                    

'Brak’

Terfa tersentak dari tidur malamnya saat mendengar pintu kamarnya terbuka keras.

Mata Terfa langsung memindai dan mendapati atensi Putri Atala dengan napas yang terengah-enggah. Kontan saja rasa kantuk Terfa langsung hilang dan dia bergegas menghampiri sang putri.

“Ada apa Putri At?” Tanya Terfa ditengah kebingungannya

At meraih kedua tangan Terfa dengan wajah cemasnya, “Terfa tolong aku. Kakakku benar-benar membutuhkan bantuanmu.” Ujar sang putri dengan cemas.

Meski Terfa masih merasa bingung, namun tak urung akhirnya dia menganggukan kepalanya juga. Dia membiarkan dirinya diseret Putri Atala melintasi lorong-lorong istana yang teramat sepi dan luas. Terfa hanya bisa berharap semoga Atala tak bermaksud mencelakainnya.

Langkah lebar dan tergesa mereka akhirnya terhenti di depan sebuah pintu besar di ujung lorong. Ini benar-benar terlihat gelap dan sedikit menyeramkan dibandingkan bagian istana yang lainnya.

“Ayo kita masuk!” Ajak Atala.

Terfa hanya mengangguk sembari memastikan dirinya tak lengah. Pertemuan pertamanya dengan Putri Atala bisa dikatakan tak begitu baik, jadi dia harus mengantisipasi kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Termasuk kemungkinan Putri Atala menjebaknya malam ini.

Saat memasuki ruangan ini, Terfa tersadar bahwa ini adalah sebuah kamar yang entah kamar siapa. Mata Terfa beralih ke arah tengah ruangan, disana nampak siluet dua orang laki-laki. Tak ada satupun penerangan, hanya mengandalkan sinar bulan yang kebetulan sedang purnama.

“Maaf Putri, sebenarnya apa yang terjadi?” Tanya Terfa.

Putri Atala belum menjawab, hingga akhirnya Terfa berjalan semakin ke tengah ruangan dan melihat sendiri bahwa raja terbaring lemah disana. Sosok yang sebelumnya ia kira jendral itu kini terpejam dengan banyak luka menganga di tubuhnya. Beberapa perdarahan bahkan masih aktif dan sedang coba ditangani oleh Pangeran Efran
.
“Kakakku terluka, tolong bantu kami mengobatinya.” Pinta Atala dengan wajah memelasnya.

“Apa sebaiknya kita panggil tabib saja putri?” Tanya Terfa yang sekaligus juga mengusulkan saran.

Dia khawatir melakukan kesalahan dalam merawat raja, meskipun dia memang cukup mendalami pengobatan selama di Pijakan Filo dulu.

Atala menggeleng tegas. Hingga kemudian Efran membuka suara, “Kondisi ini dirahasiakan.” Jawab adik laki- laki sang raja.

Terfa akhirnya mengangguk paham. Dalam beberapa kondisi memang terdapat beberapa kasus yang akan memilih untuk dirahasiakan khususnya mengenai kondisi Raja atau Ratu. Hal itu tentu untuk mencegah kekhawatiran rakyat dan mencegah serangan yang lebih parah dari musuh.

Mantan putri itu akhirnya mendekat ke arah sang raja. Dia menggantikan Efran dalam membalut dan membersihkan luka raja. Terfa juga meminta Putri Atala untuk membawakannya beberapa bahan ramuan. Adik raja itu langsung melakukan perintah Terfa tanpa keluhan.

“Sudah selesai.” Ucap Terfa tak lama setelah memastikan bahwa seluruh luka raja dibalut dengan baik.

Napas lega terdengar dari arah Putri Atala dan Pangeran Efran, “Syukurlah” Ujar mereka kompak.

Sejujurnya sampai saat ini Terfa masih merasa bingung dengan alasan mereka yang meminta bantuannya dibanding yang lain. Bagaimana bisa mereka semudah itu percaya pada orang baru di tempat mereka.

“Em, apa boleh saya menggunakan kekuatan saya untuk membantu pemulihan yang mulia raja?” Tanya Terfa dengan sedikit ragu.

Terfa merasa bahwa Raja Izzel ini memerlukan lebih dari sekedar perawatan luka luar. Jika memang Terfa diizinkan maka dia berniat mengeluarkan kekuatan penyembuhan yang dimilikinya.

Diluar dugaan Terfa, Putri Atala dan Pangeran Efran mengangguk dengan mudahnya.

“Aku justru sangat berterima kasih jika kau mau melakukan itu untuk kakakku.” Ucap Putri Atala.

Setelah para adiknya mengizinkan, Terfa akhirnya mengaktifkan segel daun miliknya. Cahaya biru mulai menjulur ke tangannya. Terfa mengarahkan tangannya pada luka-luka yang dialami Raja Izzel. Proses penyembuhan ini ternyata memerlukan waktu yang cukup lama.

“Apa kau baik- baik saja?” Tanya Pangeran Efran

Adik laki-laki Raja Izzel itu cukup khawatir saat melihat wajah Terfa yang mulai memucat.

“Saya baik-baik saja pangeran, ini juga sebentar lagi selesai.” Jawab Terfa yang mencoba meyakinkan. Sejujurnya Terfa merasa bahwa tubuhnya mulai terasa lemas, namun sejauh ini dia masih merasa mampu.

Setelah memakan waktu sekitar setengah jam, Terfa akhirnya menyelesaikan pengobatan pada raja.

“Saya sudah selesai. Apakah boleh saya kembali ke kamar saya?” Tanya Terfa pada Pangeran Efran dan Putri Atala.

“Ten-“ Ucapan Pangeran Efran terpotong oleh suara serak yang menginterupsinya.

Terfa juga dapat merasakan sebuah tangan mencengkram tangan kanannya, “Kau tetap disini” Ujar Raja dengan suara seraknya.

Mata biru Terfa bertemu dengan mata hitam legam milik raja. Sebuah debaran aneh entah kenapa menjalar ke rongga dadanya. Terfa merasa tatapan itu seolah tak asing untuknya.

Setelah sepersekian detik akhirnya kesadaran Terfa kembali, dengan lembut dia mencoba melepaskan cengkraman raja dari pergelangan tangannya.

“Kakak! Syukurlah kau sudah sadar.” Ujar Putri Atala bersorak senang sembari melompat kecil.

Terfa dapat melihat sisi lain dari Putri Atala. Dibanding pertemuan pertama mereka yang kurang baik, sosok Putri Atala saat ini terlihat lebih ceria dan ekspresif.

“Kalian berdua pergilah, dan kau bisa tidur di sofa sana.” Ujar Raja Izzel sembari menggerakan pandangannya ke arah sebuah sofa di sudut kamarnya.

Putri Atala dan Pangeran Efran mengangguk patuh, sedangkan Terfa menggelengkan kepalanya.

“Maaf yang mulia, saya bukannya berniat menentang titah anda, namun sepertinya alangkah lebih baik jika saya kembali ke kamar saya, terlebih kondisi anda pun terlihat sudah lebih stabil.” Ujar Terfa bemberanikan diri untuk menyuarakan keberatannya.

“Aku tak menerima penolakan.” Pungkas sang raja.

Terfa hanya bisa menghela napas pasrah. Pelayan sekaligus tawanan sepertinya tentu tak memiliki banyak pilihan hidup. Terfa jadi teringat akan dosanya pada seorang pengawal yang dulu sering dia repotkan dan buat kesal.

“Tak apa Terfa, kurasa kakakku memang masih membutuhkanmu untuk berjaga-jaga jika dia mendadak membutuhkanmu.” Ujar Putri Atala dengan lembut dan terdengar sedikit antusias di telinga Terfa.

Terfa kembali mengangguk dan tersenyum pada Putri Atala. Beberapa saat kemudian kedua adik raja itu berpamitan dan beranjak meninggalkan kamar megah ini.

Adapun terfa langsung menggerakan tubuhnya menuju sofa yang berada di pojok ruangan.

“Anda bisa memanggil saya jika membutuhkan bantuan, yang mulia.” Ujar Terfa sebelum dirinya merebahkan diri di sofa.

Hanya sebuah deheman yang Terfa dengar sebagai respon dari ucapannya. Dia memilih tak ambil pusing dan langsung merebahkan tubuhnya. Tak membutuhkan waktu lama untuk Terfa bisa terlelap karena kondisi tubuhya benar-benar merasa lelah dan membutuhkan tidur.

“Terima kasih karena lagi-lagi kau menyelamatkanku hingga membuatmu kelelahan.” Gumam sang raja yang seolah menyiratkan bahwa ini bukan pertama kali Terfa menolongnya.

***
Selamat membaca dan nantikan part berikutnya ya :)

RizoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang