BAB XV Menanam Pohon

4 1 0
                                    

Dua hari berlalu sejak kedatangan Putri At. Terfa sudah semakin mengakrabkan diri dengan putri dari Pijakan Rizo itu. Semenjak datang di kediaman ini, mereka berdua banyak menghabiskan waktu untuk bercocok tanam di ladang samping rumah. Sesekali juga mereka memilih untuk memancing ikan di sungai.

Adapun saat ini, dengan bermodal kenekatan mereka memilih untuk berkuda ke hutan Agon. Semua itu tentu saja atas ide Putri At yang luar biasa nekat dan sedikit aneh.

“Apa anda yakin putri?” Tanya Terfa memastikan kembali sebelum menaiki kudanya.

Putri At mengangguk tanpa rasa ragu, “Tentu saja aku yakin!” Jawabnya.

Terfa sendiri merasa agak tak yakin. Jika dirinya sendiri mungkin tak apa, namun jika ini bersama Putri At, alhsil Terfa merasa lebih khawatir.

“Baiklah, namun anda harus berhati- hati.” Pesan Terfa pada akhirnya.

Mereka berdua kemudian menaiki kuda masing-masing. Terfa membiarkan Putri At untuk mengendarai kudanya lebih dulu hingga posisinya berada di depan, namun tak terlalu jauh. Melihat dari cara Putri At saat menaiki kuda saja sepertinya wanita itu benar- benar anggun, ah lebih tepatnya kesulitan mengerjakan kegiatan yang mayoritas dilakukan oleh laki- laki.

Pribadi Putri At mengingatkan Terfa pada Eil. Eil adalah adik dari Lie, sang mantan tunangan pura- puranya di Pijakan Filo.

Eil dan Putri At sama-sama cerewet dan benar- benar mencerminkan sosok perempuan. Sangat berbeda dengan Terfa yang sebenarnya bisa saja anggun, namun dia lebih suka melakukan hal yang agak banyak mengeluarkan energi. Mungkin itu akibat dari Terfa yang memang sebelumnya dididik agak keras.

“Sebentar lagi kita sampai!” Teriak heboh putri At.

Putri At benar, tak lama kemudian mereka berdua tiba di depan hutan Agon. Saat siang hari, hutan ini terlihat tak semenyeramkan sebelumnya saat Terfa melaluinya di malam hari.

“Nah, sekarang kau masuklah dan tanam ini di beberapa sisi hutan.” Titah Putri At pada Terfa.

“Eh?” Terfa terlonjak kaget dengan kening yang mengernyit.

“Kenapa jadi saya?” Tanya Terfa lagi yang masih dengan sedikit menaikan volumen suaranya karena terkejut.

“Eheheh sejujurnya aku ini takut jika harus masuk ke dalam.” Tutur Putri At diakhiri kekehannya.

Terfa ternganga tak percaya dengan tingkah Putri At, “Jika anda takut, lalu kenapa anda mengajak saya kesini?” Terfa masih tak habis pikir.

“Em jujur saja aku mendengar legenda bahwa siapaun yang bisa menanam dan merawat pohon di Hutan Agon maka dia akan banyak diliputi keselamatan dan keberuntungan.” Jelas Putri At.

Sebelah alis Terfa terangkat, “Bukannya dulu anda bilang kalau raja dan pasangan raja yang bisa membawa kembali kemakmuran hutan ini? Kenapa sekarang ceritanya berbeda lagi?” Terus terang saja Terfa merasa bingung.

“Ish kau ini! Namanya juga legenda, kita tak pernah tahu mana yang benar! Jadi coba saja dulu.” Putri At memprotes Terfa.

“Bukankah sia-sia jika saya menanam benih pohon ini karena kemungkinan besar tidak akan tumbuh?” Terfa masih memprotes pada usulan Putri At yang dirasa masih tak masuk akal.

Adik raja itu nampak kembali berpikir keras, “Kan aku sudah bilang kalau tak ada yang tahu legenda mana yang benar. Firasatku mengatakan bahwa harusnya ada yang berhasil lebih dulu menanam pohon ini selain raja dan kekasihnya. Nah orang yang diliputi keberuntungan itulah yang bisa mengundang jodoh raja."
Cerocos Putri At yang masih tak masuk akal bagi Terfa.

“Kau harus semangat Terfa! Jika kau memang orang yang beruntung itu maka itu akan sangat baik untukmu dan untuk semua orang disini!” Sambung Putri At yang kini menyemangati Terfa.

Terfa menghela napas pasrah. Dalam hatinya Terfa menarik kata- kata yang sebelumnya mengatakan bahwa Putri At mirip dengan Eil. Setelah mendengar penjelasan penuh spekulasi dari sang putri, sepertinya Putri At lebih tepat jika dikatakan mirip dengan sahabat dari Teilan, Ara.

“Putri, jika begitu bukankah lebih baik jika anda saja yang menanam tanaman ini agar diliputi banyak bahagia dan keberuntungan?” Terfa masih mencoba meluruskan jalan pikiran Putri At yang sepertinya agak melenceng beberapa derajat dari garis normal.

Mendengar itu tentu saja Putri At memicing ke arah Terfa, “Kau mengatakan hidupku penuh kesialan?” Tanya sinis Putri At.

Terfa yang mendengar itu langsung menggeleng tegas, “Tentu bukan begitu!” Bantahnya.

'Kenapa dia malah berpikir ke arah sana? Astaga!' Batin Terfa mengerang frustasi.

“Nah karena bukan begitu maksudmu, berarti kau saja yang ke sana!” Sang putri masih tetap pada keputusannya.

“Asal kau tahu saja, aku ini sudah memiliki banyak kebahagiaan dan keberuntungan. Jadi kali ini aku akan mengizinkanmu mencoba.” Sambung Putri At dengan gaya jumawanya.

Terfa kembali menghela nafas saking jengahnya, “Baiklah. Kalau begitu saya akan masuk dan menanam 3 bibit ini. Terima kasih atas kesempatan yang anda berikan.” Ujar Terfa pada akhirnya. Dia mengalah.

“Nah harusnya dari tadi seperti itu!” Riang Putri At.

Tanpa menunggu lama, Terfa pun masuk membawa banyak barang bawaan. Dia membawa tiga bibit pohon kecil dan sekop yang disimpan dalam tas jinjing. Adapun tangan kanannya menjinjing sebuah tempat air untuk menyiram tanaman nantinya.
“Semangat Terfa!” Teriakan Putri At terdengar saat Terfa sudah agak lebih masuk ke dalam hutan.

Seperti perintah Putri At, Terfa tak masuk terlalu dalam. Dia memilih untuk mulai menggali di dekat pohon besar.

“Baiklah, semoga usahaku tak sia- sia.” Ujar Terfa disela kegiatan menggali tanah.

Jika di malam hari hutan ini dipenuhi suara Ignis, maka kali ini tepatnya di pagi menjelang siang, suasana terasa begitu senyap.

“Em sepertinya ini sudah cukup dalam” Gumam Terfa.

Dia kemudian mengambil sebuah bibit pohon dan menanamnya disana. Saat telah selesai menanam satu pohon, Terfa pun langsung menyiramnya.

“Dua pohon lagi.” Gumam Terfa yang kemudian melangkah beberapa langkah ke sebelah selatan hutan besar itu.

Terfa kemudian mengulangi kegiatan menggali, menanam dan menyiram sampai pohon ketiganya telah tertanam.

“Ah selesai...” Ujarnya lega.

Dia kemudian membereskan alat- alat menamanya dan hendak keluar dari hutan ini.

‘ik ik ik’ sebuah suara terdengar oleh telinga Terfa.

Pikirannya langsung mengingat pada kejadian malam hari saat Terfa melewati hutan ini. Terfa hafal betul bahwa suara yang dia dengar saat ini mirip dengan suara saat malam itu.

'Ignis!' Batin Terfa bergumam kaget.

Terfa kemudian langsung membalikan badannya ke arah utara karena kendak langsung pulang, namun tubuhnya tiba- tiba menegang saat melihat beberapa makhluk kecil bermata merah di depannya.

‘ik ik ik’ para makhluk itu kembali kompak bersuara.

Saat itulah terfa teringat akan satu kebodohannya. Dia melanggar pantangan di hutan ini.

Sedari tadi Terfa terus bermonolog saat menanam bibit pohon. Dia juga sempat menengokan kepalanya ke beberapa arah karena mencari tempat yang cocok untuk menanam pohonnya.

'Sial! Aku benar- benar ceroboh.' Gerutu Terfa yang merutuki dirinya sendiri.

Mata Tefa kian membola saat melihat para ignis semakin mendekat ke arahnya. Dia mencoba mundur beberapa langkah, namun para ignis malah berlari ke arahnya.

“Arggggggg” Teriak Terfa saat para Ignis melompat ke arah tubuh Terfa seolah-olah siap menerkamnya.

***
Semoga suka dengan lanjutan ceritanya ya😊

RizoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang