Bab XII Penjelasan Rexa

6 1 0
                                    

Hari telah mulai menjelang siang dan Terfa pun telah selesai membersihkan diri serta menikmati sarapannya. Pagi tadi dia juga telah menjelajahi setiap sudut rumah ini.

Rumah satu lantai ini ternyata memiliki luas yang lumayan besar dan terdiri dari beberapa ruangan. Bangunan ini menghadap ke arah selatan dengan warna biru muda yang mendominasi.

Di dalam bangunan ini terdapat ruang tamu yang luas. Selanjutnya terdapat ruang keluarga yang sekelilingnya dipenuhi pintu menuju dua kamar. Ruang keluarga juga terhubung dengan ruang makan dan dapur yang di tengahnya terdapat kebun tengah rumah.

Adapun saat ini Terfa memutuskan untuk duduk di teras depan dan menunggu penjelasan dari Rexa. Dia sungguh penasaran dengan sebenarnya yang terjadi di balik semua ini.

“Nona Terfa!” Panggil Rexa saat Terfa baru saja menutup pintu depan.

Mantan ketua perampok yang membantunya itu nampak sedang sibuk memandikan dua ekor kuda yang semalam mereka tunggangi.

“Apa kau masih lama?” Tanya Terfa memastikan.

Rexa menggeleng, “Tidak nona, tunggulah sebentar lagi! Saya sebenatar lagi selesai memandikan mereka.” Jawab Rexa

Terfa hanya mengangguk, dia kemudian memindai lingkungan sekitarnya yang nampak sangat sejuk.

Suasana ini terasa sangat segar, terlebih adanya sungai yang memperindah suasana. Terfa memuji siapapun yang memiliki ide membangun rumah di tengah padang rumput ini.

“Jika sudah selesai, susul saja aku di tepi sungai.” Ucap Terfa pada Rexa dengan setengah berteriak.

“Baik nona!” Jawab Rexa.

Terfa kemudian melangkahkan kakinya menuju tepian sungai. Setibanya disana, dia memilih untuk duduk di salah satu batu yang dirasa aman.

“Suasana disini adalah yang paling indah jika dibanding tempat lain yang aku temui di Pijakan Rizo.” Gumam Terfa.

Sejauh ini Terfa memang hanya tahu Istana Pijakan Rizo, kondisi lingkungan sepanjang perjalaan menuju pasar, serta jalan yang kemarin malam dia lalui. Hal itu tentu kalah indah jika dibandingkan suasana disini yang begitu segar.

Terfa menghirup udara banyak- banyak dan membiarkan udara segar ini memenuhi rongga dadanya. Sejuk bercampur bersih benar-benar membuat Terfa merasa nyaman.

“Anda sepertinya sangat menikmati tempat ini.” Ujar Rexa.

Laki- laki itu nampaknya sudah selesai membersihkan kuda dan kini sedang mencari batu untuk duduk tak jauh dari Terfa.

“Ya, ini mengiangkanku pada rumah.” Jawab Terfa.

“Wah, saya jadi penasaran dengan kediaman anda. Setahuku sangat jarang ada kediaman hijau di Pijakan kita.” Ujar Rexa

Terfa mengernyitkan keningnya heran, “Apa ini karena tradisi larangan itu?” Tanya Terfa.

Sebelumnya Terfa sempat tahu dari Putri At bahwa kerajaan ini sempat berduka kehilangan pangeran. Hal itu mendorong terjadinya tradisi agar masyarakat tak memperindah lingkungan mereka.

Rexa nampak menggendikan bahunya, “Sepertinya begitu, namun memang kemiskinan juga cukup banyak. Jangankan untuk menghias lingkungan, untuk makan saja kami susah.” Jelas Rexa terus terang.

Terfa jadi dibuat penasaran dengan sebesar apa kemiskinan ini terjadi di Pijakan Rizo. Setahunya di Pijakan Filo dulu tak terjadi kemiskinan yang begitu parah. Pasti ada hal besar yang terjadi disini.

“Aku sangat penasaran dengan hal itu, namun aku akan simpan pertanyaan itu nanti. Sejauh ini aku ingin bertanya dulu perihal alasanmu membawaku ke tempat ini.” Ujar Terfa.

RizoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang