Bab XI Mengikuti Rencana

6 1 0
                                    

Sesuatu menggerakan hati Terfa untuk mengikuti permintaan Putri At. Tepat sekitar pukul sebelas malam, Terfa mengendap- ngendap keluar dari istana dan berjalan menuju pintu belakang yang berada di utara istana.

Dia menggunakan sebuah selendang untuk membantu menutupi wajah dan kepalanya. Sebenarnya akan lebih aman jika dia menggunakan jubah, namun Terfa tak membawa koleksi jubah bertudung miliknya di Pijakan Filo.

Terfa bergerak dengan penuh kehati- hatian sampai akhirnya dia bisa sampai di taman paling utara. Mata Terfa kembali memindai untuk memastikan kondisi aman. Setelah yakin, barulah Terfa keluar melalui pintu paling utara yang tak terkunci. Sepanjang Terfa melihatnya, pintu ini memang tak pernah terkunci dan tak pernah ada penjagaan. Mungkin karena pintu ini sangat jarang disentuh oleh orang lain atau memang Terfa yang kebetulan melihatnya saat tak terkuci.

‘clek’

Terfa berhasil kembali menutup pintu gerbang belakang dengan sempurna.

“Akhirnya kau datang juga nona.” Ujar seseorang yang mengejutkan Terfa. Tubuh Terfa tersentak saking terkejutnya.

“Ahahaha maaf aku membuatmu terkejut.” Orang itu malah tertawa.

Sosok yang berada tak jauh di depannya ternyata adalah ketua pemimpin perampokan yang mengadang perjalanannya bersama Putri At tempo hari. Manusia yang kemarin- kemarin menurut Terfa menyebalkan itu sekarang berdiri dengan membawa dua ekor kuda.

“Aku tak menyangka kita akan bertemu lagi.” Terfa membuka suara.

Dia kemudian berjalan mendekat ke arah si ketua perampok. Setelahnya Terfa langsung mengambil alih tali kekang kuda dan langsung menaiki seekor kuda berwarna kecoklatan.

“Ayo berangkat.” Ajak Terfa tanpa basa- basi

Kening si ketua perampok mengernyit, “Eh? Apa kau tak ingin bertanya dulu? Apa kau tak khawatir aku jahat padamu nona?”Cerocos ketua perampok.

Dia sungguh heran melihat nona bangsawan ini yang seolah terlalu santai untuk ukuran seorang wanita. Harusnya nona ini minimal ketakutan barangkali dia akan diculik dan dijual ke pasar budak. Nona bangsawan juga seolah tak marah padahal sebelumnya wanita ini nampak sangat kejam saat memberikan perlawanan.

“Ck” Terfa terdengar berdecak kesal.

“Aku akan mengingatkan kembali jika kau lupa. Untuk apa aku takut padamu sedangkan di pertarungan terakhir kita saja aku bisa menghabisimu jika aku mau.” Jawab Terfa santai.

Si ketua perampok menepuk jidatnya, “Astaga anda benar!” Ujarnya diakhiri ringisan.

Jika bukan karena kebaikan nona ini yang memberi ampun, sepertinya dia memang akan tewas saat itu. Ya meskipun menurut penuturan anak buahnya nona ini meminta imbalan agar dia dan anak buahnya bekerja sama dengan istana dalam menjaga keamanan.

“Yasudah, karena kau sudah ingat jadi ayo berangkat!” Ajak Terfa tak sabaran.

Si ketua perampok pun mengangguk dan segera naik ke atas kuda miliknya. Dia membuka jalan dan Terfa mengikutinya. Kali ini mereka berdua bergerak ke arah barat.

Perjalanan malam ini benar- benar memacu adrenalin Terfa karena hanya mengandalkan penerangan bulan di tengah wilayah baru yang belum Terfa ketahui sebelumnya. Belum lagi sepanjang perjalanan hanya ada pohon- pohon yang jelas menunjukan bahwa mereka menyusuri hutan.

“Hei, sebenarnya kemana kita akan pergi?” tanya Terfa ditengah- tengah kegiatannya memacu kudanya.

“Ke wilayah Barat nona. Aku diminta membawamu ke salah satu daerah disana.” Jawab si ketua perampok yang Terfa belum tahu siapa namanya.

RizoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang