11: Kuntum yang Hilang

200 26 0
                                    

"Wajah gue lo apain sih?" Maya melirik ke kiri dan ke kanan dengan kikuk. Banyak pasang mata tanpa sadar memperhatikan. Dari anak kecil hingga dewasa terlihat terkesima.

"Cuma aku poles sedikit, sama poin terpentingnya itu ada di gaya pakaianmu," jelas Ayu yang berjalan disebelah Maya dengan senyum bangga. "Makanya sekali-sekali pakai make-up yang niat dong, May. Kamu tuh cantik, tapi nggak pede."

Mereka berjalan di trotoar jalan yang sepanjang itu terdapat banyak tempat makan, toko pakaian, dan lain sebagainya. Hari libur menambah suasana ramai di sana.

Rambut Maya digelung rendah. Bagian belakang bervolume dengan poni pada samping kiri dan kanan menjuntai yang dibiarkan terurai anggun. Lipstick natural glossy, dibubuhi eye shadow dan perona wajah yang memberikan sentuhan segar. Tanpa anting-anting, diganti sebuah kalung perak sederhana.

Bila selama ini sering memakai celana, kini Maya mengenakan rok sebatas dengkul berwarna merah muda. Atasan blouse putih. Sepatu mary janes senada dengan baju. Maya seakan terlahir kembali menjadi orang yang berbeda. Ia tidak sepenuhnya membenci penampilan itu, selama ini hanya tidak ada waktu dan cukup uang untuk membeli hal-hal tersebut.

Maya terus menempel pada Ayu. Ia agak merasa risih dengan tatapan sekitar. Sudah cukup rambut pirangnya yang selama ini menjadi perhatian, sekarang harus bertambah.

"Aku yakin, Kak Jefran pasti bakal suka banget sama penampilanmu." Ayu terkikik senang. "Udah pede aja May, lagian dikasih uang sama suami ya dimanfaatin juga buat kayak gini. Hitung-hitung nyenening dia. Di inget-inget yang aku jelasin tadi, atau kalau lupa bisa nonton ulang video di channel-ku."

"Iya ... iya. Gue kan subcriber setia lo. Kalau ada kuota bakal gue tonton ulang."

Selain terlahir di keluarga terpandang, Ayu sangat menyukai dunia kecantikan. Profesinya sebagai beauty vlogger membuahkan hasil positif dengan mendapat tiga ratus ribu lebih pengikut. Saat di belakang kamera atau santai seperti ini, ia lebih suka berpenampilan sederhana dan kasual bahkan minim make up.

"Nggak ada alesan lagi!" Ayu pun menggeret Maya untuk masuk ke sebuah kafe yang menjual roti dan kopi. Tempatnya sangat luas, nyaman untuk tempat nongkrong.

"Cewek, berduaan aja nih?" tanya Gyuta yang baru saja bergabung sambil bersiul. Ia menempatkan diri duduk di sebelah Ayu. "Cowoknya ke mana?"

"Kamu cowoknya," celetuk Ayu.

"Pantau terus Yu. Eh, bentar deh," Maya memajukan tubuhnya, pura-pura mengendus Gyuta yang ada di hadapan. "Kok gue bau parfum cewek sih? Coba deh lo cek, Yu. Wah, parah banget."

"Apaan sih lo!" Gyuta mengendus tubuhnya, terlihat kebingungan sendiri. "Gue abis ngopi sambil ngerokok di seberang sono noh, sama bapak-bapak semua. Nungguin kalian lama bener belanja doang."

Ayu ikut mengecek, memajukan wajahnya. "Nggak tuh May, wangi parfumnya Gyuta sama asap rokok. Tapi aku memang lagi agak pilek sih." Kemudian menatap Gyuta penuh selidik.

"Nggak, sayang. Mungkin tadi ada tante-tante lewat, terus parfumnya nempel," protes Gyuta yang hampir panik. "May, lo jangan fitnah ngapa!"

"Coba Yu deketan lagi. Gyuta, lo agak nunduk dikit." Maya memberi kode dengan gerakan kepala dan kedipan mata kepada sahabat laki-lakinya.

Mengerti maksud sinyal dari Maya, ekspresi Gyuta berubah sumringah. Ia lantas menyodorkan pipinya kepada Ayu, sedangkan Maya sebagai pelaku sekuat mungkin menahan senyum.

"Nggak kok May." Ayu terus memajukan wajah. Tinggal beberapa senti dari Gyuta—setelah sadar—ia langsung menjauhkan tubuh. "Kalian ngerjain aku ya!"

"Sekali-sekali nyenengin pacar, Yu." Maya tertawa puas, seakan membalas ucapan Ayu yang sebelumnya.

(My)sterious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang