Dua hari yang lalu.
Ruangan dua kali tiga di suatu tempat terlupakan. Di dalamnya terdapat satu kursi menjadi dudukan Jefran serta di depannya sebuah meja kayu. Seorang laki-laki duduk di lantai dengan kedua kaki bersimpuh menjadi penyangga tubuh. Satu tangan dirantai pada cagak kecil yang menempel pada dinding. Luka lebam telah diobati, mata bekas tusukan pun sudah diperban rapi.
"Haris?"
Pelaku yang disekap oleh Jefran itu tak langsung merespon. Kepalanya tertunduk dalam-dalam.
"Nama tuanmu itu, Haris 'kan?" ulang Jefran.
Pria itu kurus, berumur sekitar 40 tahunan. Rambutnya gondrong dengan warna kulit gelap. Mengaku lewat tulisan kalau namanya Arif. Dari sikap yang Jefran tangkap, Arif cukup kooperatif karena posisinya telah terpojok.
"Arum."
Arif sontak mengangkat kepala, matanya melebar. Keringat dingin turun melewati tengkuk. Mulut bergerak mengeluarkan suara aneh bermaksud menyusun sebuah kalimat, tetapi apa daya, sulit berkata jelas bila telah kehilangan lidah.
Lantas, Arif menyahut pensil lalu menulis kembali di atas buku yang sudah disiapkan.
[Tolong, jangan bunuh anak saya!]
Jefran mengeluarkan gawai, memperlihatkan sebuah foto anak kecil berambut pendek sedang tersenyum riang sambil makan es krim vanila. Namun, dapat terlihat luka goresan cukup dalam pada kening dan bawah mata. Satu kelopak matanya pun bengkak.
Arif terlihat khawatir, mulai diselimuti amarah. "Aaamu aapaka aaak haaya!" Ia pun menulis lagi.
[Kamu apakan anak saya?!]
[Jangan sentuh Arum!]
[Silakan habisi saya saja.]
Tulisan Arif penuh dengan tekanan emosi. Raut wajahnya memohon ampunan teruntuk Sang Anak.
"Anakmu hampir saja mati kalau tidak kami selamatkan." Yono akhirnya menyahut dari belakang Arif. "Haris mengutus orang suruhan untuk mencelakai anak dan istrimu."
Arif memutar tubuh dengan panik. Suara gemerincing rantai terdengar nyaring sebab tertarik paksa. Dari wajah dapat Yono tangkap maksud tindakan tersebut.
"Istrimu tidak selamat. Kuburannya sudah kami urus," jelas Yono.
Hampa. Tubuh Arif terasa lemas, maniknya bergerak gusar. Haris mengkhianatinya.
"Saya tidak berminat menghabisi kamu." Jefran memasukkan gawai. "Kalau kita bisa bekerja sama, keselamatan anakmu dan kamu sendiri akan terjamin."
[Apa jaminannya?]
Kedua alis Yono bertaut.
"Nyawa saya."
"Aniki—" Kalimat Yono terputus kala satu tangan Jefran terangkat rendah.
Arif tidak memiliki pilihan lain. Bagaimana pun ia harus melindungi putrinya.
[Haris. Dia menawarkan banyak uang tapi harus ditukar dengan lidah.]
Agar informasi terjaga.
"Kebiasaan buruk menurun ke cucu," gumam Jefran sembari berdiri. "Anakmu ada di Jogja. Saya sudah siapkan rumah dan pekerjaan. Hari ini Aling akan mengantarmu ke sana."
[Pekerjaan apa?]
[Saya harus apa di sana?]
"Mengurus sawah."
Arif mengerjap bingung, kenapa terdengar sangat normal?
"Hm ... mungkin juga jadi asisten makelar tanah dibantu kawan saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
(My)sterious Husband
RomanceMaya resmi menjadi istri Jefran dan bertekad untuk membayar semua karma buruk dikehidupan sebelumnya. Namun, kejanggalan pesona penuh misteri di kehidupan sekarang dan sosok Jefran yang tertutup membuat Maya penasaran untuk menguak perlahan identit...