Jefran memarkirkan mobilnya di area pom bensin setelah mengisi bahan bakar sambil mengisi nitrogen sebab sebelumnya digunakan untuk perjalanan jauh dari Jakarta ke Yogyakarta. Kali ini tidak menggunakan mobil tua, melainkan jenis mobil high SUV putih yang diajak.
Sudah lima belas menit berlalu tetapi suasana di dalam mobil masih kurang mengenakkan. Maya sedikit kesulitan mencari topik, berbarengan dengan tubuhnya yang tiba-tiba merasa mual—perut seperti didesak oleh sesuatu. Keringat dingin mulai muncul, menciptakan sensasi tak nyaman.
Bersyukur pertikaian keduanya tidak berlanjut panjang. Ditutup dengan Jefran yang memilih untuk diam. Hari ini suasana hati Jefran sedang tidak bagus, sejujurnya dari balik wajah tanpa ekspresi itu ia menahan pegal badan dibarengi panas dingin yang menjalar tak henti-henti. Belum lagi jarak pandang yang—suka—seketika memburuk secara tiba-tiba.
Siapa bilang hanya Maya yang terkena dampak akibat pantangan yang dilanggar?
Status Maya dan Jefran sebagai suami istri membuat sesuatu yang telah digariskan menjadi berlaku bagi keduanya. Mereka saling terhubung. Jefran menanggung separuh beban sehingga dibagi dua.
"Mas, aku ke toilet dulu ya," ujar Maya sambil menyeka leher dengan punggung tangan. Wajahnya mulai masam.
Jefran menoleh setelah membayar nitrogen. Sepasang matanya memperhatikan Maya yang turun dari mobil kemudian berlari kecil ke toilet tidak jauh dari parkiran. Rungu Jefran menangkap nada janggal, intonasi Maya melantun getir.
Sekitar kurang dari lima menit Maya selesai dengan urusan buang air kecil, tetapi ia tidak langsung beranjak dari pintu depan toilet luar. Ia sejenak bersandar pada dinding, kepalanya menengadah sembari mengatur napas. Tubuhnya terasa berat. Mual tidak lantas mengeluarkan isi perut, seperti betah bersarang—merepotkan si empunya.
"Kamu kenapa?"
Suara bariton Jefran sukses membuat Maya menjengit kaget lalu mengelus dada. Maya kira sang suami masih di dalam mobil.
Jemari Jefran pun cekatan memeriksa kening dan leher Maya. Memang masih hangat. Keringat sang istri keluar cukup banyak, tidak seperti biasanya.
"Badanku rasanya nggak enak, sama agak mual."
"Dari kapan?" Kedua alis Jefran sedikit menukik, tanda khawatir. Ia menyeka keringat Maya dengan sapu tangannya.
"Kayaknya maag-ku kambuh."
"Tadi pagi belum sarapan?"
Kali ini bibir Maya terkatup rapat. Mampus, iya lagi gue lupa sarapan. Bola matanya bergerak perlahan ke samping sambil mencari alasan.
"Sasmaya."
Aduh.
Jefran juga menerka kegundahan pikiran serta hati Maya ikut andil menjadi penyebab stres—asam lambung naik.
Di luar prediksi, Jefran langsung menggandeng lembut tangan Maya kemudian menuntunnya kembali ke dalam mobil. Tidak ada omelan, lebih tepatnya Jefran telan dalam-dalam kalimat yang tak perlu.
"Saya belikan roti dulu ya buat ganjal perut. Mau nitip yang lain ndak?" tanya Jefran yang masih berdiri diambang pintu mobil.
"Nitip permen yang manis kayak aku."
Anggukan singkat Jefran menjadi respon final kemudian berlalu menuju mini market.
Brrr dingin banget bro. Maya mendengkus.
Baru saja bersandar dan ingin memejamkan mata, Maya harus kembali terjaga. Beberapa meter di depan mobil terlihat ada seorang anak kecil sedang menawarkan sekeranjang roti pada orang-orang yang berhenti untuk mengisi bensin. Jika ditolak, ia akan kembali ke tempat semula pada pinggir jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
(My)sterious Husband
RomanceMaya resmi menjadi istri Jefran dan bertekad untuk membayar semua karma buruk dikehidupan sebelumnya. Namun, kejanggalan pesona penuh misteri di kehidupan sekarang dan sosok Jefran yang tertutup membuat Maya penasaran untuk menguak perlahan identit...