19: Titik Garis

219 25 0
                                    

"Jadi, sekarang sudah—betulan—menyerah?" Suara bariton pemilik surai gondrong menyela suasana bahagia yang tadinya hampir terbentuk di sana.

Yono dan Wiwik tengah menikmati suasana siang hari di pinggir pantai Ancol. Di jamin saat ini terik matahari dapat mencokelatkan kulit hanya dengan berjemur selama 10 menit padahal masih jam sebelas lebih.

Beruntung ada tempat berteduh, sebuah kursi panjang yang cukup nyaman. Masing-masing dari mereka pun telah menghabiskan sampai dua es krim vanila dan stroberi. Menurut Wiwik, makan makanan manis sangat ampun menaikkan suasana hati, tetapi nyatanya berbeda jika perubahan mood itu berkaitan dengan patah hati. Semua yang ia cecap masih terasa pahit! Tapi tetap saja dia habiskan karena hawa di sana sangat panas sekali.

Kini, Wiwik hanya memakai atasan lengan pendek berwarna merah muda dengan celana jeans selutut. Sedangkan Yono, kaus putih dan celana panjang kain melekat pada tubuh. Awalnya ingin lepas baju, sayang sekali harus urung sebab langsung dapat protesan dari Wiwik. Katanya, itu akan membuat suasana hatinya semakin memburuk.

"Sudah menyerah." Wiwik mengangguk lemah dengan nada suara yang lesu.

"Ei ... kamu sudah sering bilang begitu, aku sampai bosan dengarnya," celetuk Yono sambil menerima pesanan es kelapa muda yang mereka pesan sebelumnya, tidak lupa ucapan terima kasih setelahnya. Kedua batok kelapa itu ia taruh di antara mereka.

Wiwik menghela napas berat. "Auk ah, Maya terus yang dibahas. Di pikiran Jefran cuma ada Maya, Maya dan Maya. Aku nggak bakal bisa menggantikan dia. Udah dicoba pun tetap aja hasilnya apa? Sasmaya Anindyawati! Argh, ngeselin!"

Suara deburan ombak menyamarkan runtukan Wiwik, wanita itu sungguh frustasi sebab selalu gagal meluluhkan hati Jefran sejak dulu. Ia merasa kenal duluan dengan pria itu tapi benang merah antara Jefran dan Maya sudah terjalin lebih jauh dari itu. Mengesalkan bukan? Baguslah jika saat ini Wiwik benar-benar akan berhenti mengejar Jefran tuk selamanya.

"Sudah kubilang kan, jangan melewati batas, Wik. Aniki sangat tidak berkenan semenjak kamu memobocorkan info tentang Maya ke siapa pun itu. Kamu gila, Nee-san hampir kehilangan nyawanya." Sejujurnya Yono merasa tidak terima calon istri Tuannya harus sampai melewati kejadian keterlaluan itu sendirian.

"Iya, iya, itu memang salahku," tanggap Wiwik dengan sedikit rasa bersalah. Ekspresinya cemberut sembari mengelus bekas luka di tangan—akibat siraman dari Jefran.

Yono menggelengkan tendas tidak habis pikir, wanita jika sedang jatuh cinta memang mengerikan, lalu disimpulkan demikian. Es kelapa pun menjadi sasaran Yono dari pada semakin pusing dengan kisah cinta tragis sang kawan, lebih baik isi dahaga saja.

"Ya Tuhan, panas banget sih! Aku maunya ke pantai Kuta bukan pantai Ancol, Yono!" Kekesalan Wiwik masih berlanjut rupanya. Gadis itu pun akhirnya menyahut batok kelapa sambil mengatur napas.

Yono tak langsung merespon. Lirikannya terfokus pada kuasa Wiwik yang diperban.

"Sudahlah Wik, ini juga sama-sama pantai. Sudah bagus kuajak ke pantai Ancol sebagai hiburan, bukan ke kali Ciliwung." Perkataan Yono ini sukses mendapat jambakan gratis dari Wiwik, hingga pria itu mengaduh kesakitan.

"Inget tuh, jangan diulangi lagi. Kali ini aniki benar-benar serius," timpal Yono kembali mengingatkan.

"Cerewet!" sungut Wiwik dengan wajah masam.

***

Siang hari yang cukup langka. Maya menemani Jefran melihat ikan koi—bukan, lebih tepatnya ikan-ikan itu jadi pelengkap latar sunyi yang menghidupkan suasana. Keduanya duduk saling berhadapan di ruang minum teh dalam diam diiringi suara gemercik air kolam.

(My)sterious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang