TW//18+
Jarak antara Maya dan kedua pria yang mengejar kian menipis. Namun, Maya merasa sedikit lega sebab berhasil memasuki kerumunan orang di daerah ramai yang dimaksud.
"Tolong—uhuk—uh." Maya sempat kembali tersandung, tetapi masih bisa berlari. Suaranya seakan tak mampu lagi keluar. Serak.
Beberapa orang yang berlalu-lalang melihat Maya dengan heran. Kekuatan kakinya sudah mencapai maksimal, kecepatan berlari pun kian berkurang.
Tepat di belakangnya ada tukang yang sedang mengangkut cermin besar nan panjang, hingga menghambat akses dua pria yang mengejar Maya. Saat itu pula, tubuh Maya ditarik oleh seseorang kemudian masuk ke dalam sebuah barber shop.
Maya sekuat tenaga memukuli pria itu dengan kepalan tangan. Keduanya jatuh terduduk di sebuah ruangan kecil.
"Shhh ... Nee-san—aduh! Nee-san, tenang dulu!"
Mengenali cara bicara yang familiar, Maya pun perlahan menghentikan pukulannya. Ia menelan ludah serta mengatur napas seraya memperhatikan pria itu dengan seksama.
"L-Lo siapa?"
Nada bicara seperti Yono, tetapi bukan dirinya. Rambut pirang gondrong. Tindik di telinga kiri. Kedua matanya besar, raut wajahnya ramah.
"Aku Aling! Anak bu—eee maksudnya karyawannya ani—bukan, maksudku Pak Jefran."
Mendengar kata Jefran, tekanan ketakutan Maya berangsur menguap. Ia menghela napas lega sambil menyandarkan tubuh pada kaki sofa. Badannya terasa remuk. Kelelahan.
Aling berdiri kemudian kembali membawa segelas air putih. "Ani—Pak Jefran, eh maksudnya Bang Yono tadi nelpon, kebetulan aku lagi ditempat barber shop ini. Milik adikku—eee, nggak juga sih. Lebih tepatnya hadiah dari Pak Jefran. Jadi—"
"Bentar, gue makin pusing denger lo bicara," potong Maya setelah meneguk air. "Jadi yang nelpon lo itu Jefran ... atau Yono?"
"Bang Yono!"
Maya mengangguk-angguk kecil. Sial, tangannya masih gemetar.
"Nee-san tunggu dengan tenang ya, di sini aman," ujar Aling menenangkan kemudian mengetik pesan. "Aku mau mengecek keadaan sekitar, sebentar lagi Pak Jefran datang."
Maya terbatuk kecil. "Makasih ... Ling."
Selepas kepergian Aling, beberapa bagian tubuh Maya akibat tersungkur tadi mulai bereaksi. Bayang-bayang kala pahanya disentuh, lalu lehernya dicekik membuat napasnya kembali memburu. Hatinya mencelos. Ia merasa kotor.
Tangan Maya bergerak cepat, mengusap kasar pahanya seakan ada bakteri yang melekat di sana. Nggak bisa hilang. Dadanya mulai sesak. Ekspresinya sekuat mungkin menahan percikan amarah yang meluap-luap.
Tanpa Maya sadari, ia memukul-mukul pahanya dengan kencang. Kedua matanya memanas. Diri pun mulai terisak. Benci. Ia sungguh benci dirinya yang lemah.
Tubuh nggak guna!
"Maya ...."
Maya sungguh membenci kehidupannya yang sekarang.
"Sasmaya!"
Tubuh Maya tersentak kaget. Kedua tangannya ditahan oleh Jefran. Benar, suaminya benar-benar datang menjemputnya. Napas pun perlahan teratur, tetapi presensi Jefran tersebut malah membuat air matanya kian mengalir deras.
"Sekarang sudah ndak apa-apa. Kamu sudah aman, Maya."
Jefran merengkuh tubuh Maya dengan lembut. Sebuah kecupan pada pipi pun diagihkan tuk menenangkan sang istri. Disela tengisan Maya yang terluap, Jefran sadar bahwa tubuh mungil itu gemetar hebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
(My)sterious Husband
Roman d'amourMaya resmi menjadi istri Jefran dan bertekad untuk membayar semua karma buruk dikehidupan sebelumnya. Namun, kejanggalan pesona penuh misteri di kehidupan sekarang dan sosok Jefran yang tertutup membuat Maya penasaran untuk menguak perlahan identit...